Anjani fokus membuat satu buket mawar merah imitasi. Pita emas bercampur perak melengkapi tampilannya. Tidak lupa, beberapa semprot parfum menjadi sentuhan akhir yang semerbak. Satu lagi, sebuah pesan ucapan selamat telah tertulis rapi. Akhirnya, satu buket bunga pesanan Paman Sam telah jadi.
"Ahaha, pintar sekali kau. Teman paman kau ini pasti senang melihat ini. Wow!" puji Paman Sam. Dia puas dengan hasil buket bunganya.
"Paman Sam, kenapa nggak bawa amplop isi duwit aja?" tanya Meli.
"Yang nikah ini sahabat baik. Sama-sama mantan preman. Ahaha. Biar kelihatan beda dikit." Paman Sam menjelaskan dengan girang.
"Oh, jadi kalau sudah jadi mantan sukanya mawar," tutur Meli membuat kesimpulan sendiri.
Mendengar itu Anjani langsung menyikut Meli. Sementara Meli yang merasa diberi kode oleh Anjani untuk tidak melanjutkan kata-katanya, hanya tertawa sendiri sambil beberapa kali mengulang lagi kalimatnya tadi. Rupanya Paman Sam tidak keberatan dengan pemikiran Meli.
"Ah! Biarkan saja teman kau itu. Paman berangkat dulu, ya. Doakan pula biar segera dapat jodoh lagi."
Paman Sam meninggalkan toko dengan membawa buket bunga. Penampilannya rapi dengan gaya khas seorang yang hendak pergi ke kondangan. Celana hitam, batik lengan panjang, rambut disisir rapi, dan aroma segar dari parfum yang disemprotkan ke badan. Lengkap sudah, Paman Sam siap menghadiri resepsi pernikahan sahabatnya, mantan sesama preman.
"Kalian berdua minggu depan sudah mulai masuk kuliah, kan?" tanya Kak Lisa memulai topik baru.
"Iya, Kak. OSPEK dulu. Pasti bakalan seru nanti," tutur Meli. Dia mulai larut dalam bayangannya.
Memperhatikan Meli dan Kak Lisa yang sedang membahas persiapan kuliah, Anjani jadi teringat gadis yang semalam sempat melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar. Anjani sempat menduga bahwa gadis itu kemungkinan besar satu angkatan dengannya. Namun, dugaan lain juga muncul, bisa saja gadis itu adalah kakak angkatannya. Banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi. Yang jelas, Anjani sungguh tidak ingin bermusuhan dengan siapa pun.
"Hei, hei, hei .... Kalian masih ingat pelanggan kita yang sering memesan mawar putih?" tanya Kak Lisa tiba-tiba.
"Itu Ken dan Juno. Aku sudah kenal," jelas Meli. Dia terlihat bangga karena sempat berkenalan dengan pelanggan yang dimaksud Kak Lisa.
"Ada apa memangnya, Kak?" tanya Anjani. Berbeda dengan Meli yang kegirangan, Anjani lebih logis lagi dalam bersikap dan langsung bertanya pada Kak Lisa.
"Hari ini mereka pesan seratus satu mawar putih segar. Nggak dalam bentuk buket, kok. Kita letakkan saja di beberapa keranjang. Kita hias yang cantik, ya." Kak Lisa membacakan pesan masuk dengan antusias.
Tidak hanya Kak Lisa yang senang mendengar pesanan tersebut, Anjani dan Meli juga tidak kalah senang. Sadar bahwa mawar putih yang dibutuhkan banyak, Kak Lisa bergegas menelepon agen yang biasa mengirim bunga untuk memastikan kesediaan mengantarkan dalam beberapa jam ke depan. Namun, Kak Lisa sedikit kecewa karena permintaannya tidak bisa dipenuhi. Akhirnya, Kak Lisa pun memutuskan untuk memetik mawar putih yang tertanam di halaman rumahnya. Sebelum berangkat, Kak Lisa berbagi tugas dengan Anjani dan Meli. Menyiapkan keranjang dan hiasannya adalah tugas mereka berdua.
Satu jam kemudian ....
Kendaraan roda tiga yang sangat dikenal Anjani berhenti di depan toko. Itu adalah kendaraan roda tiga milik Kak Lisa, dan Kak Lisa sendiri yang mengemudikan. Di bak kendaraan sudah ada satu keranjang besar berisi mawar putih, dan sedikit mawar merah. Rupanya Kak Lisa sekalian memetik beberapa tangkai mawar merah. Sepertinya mawar merah yang dipetik akan dikombinasikan dengan mawar putih, kemudian dirangkai menjadi buket bunga dan diberikan ke pelanggan sebagai bonus pesanan. Anjani sudah hafal dengan kedermawanan Kak Lisa.
Anjani, Meli, dan Kak Lisa mulai berkutat dengan bunga dan hiasannya. Kurang dari satu jam, paket mawar putih siap diantar. Diantar? Ya, mawar-mawar itu akan diantar ke alamat tujuan yang diminta oleh pelanggan.
"Anjani, kamu bisa mengemudikan kendaraan roda tiga kan?" tanya Kak Lisa.
"Bisa, Kak." Anjani menjawab mantap.
"Hah? Sejak kapan Anjani? Terus kalau kamu bisa, ngapain waktu itu minta tolong Mario mengemudikan?" tanya Meli. Dia terlihat kaget sampai melontarkan beberapa pertanyaan.
"Aku sudah biasa sejak di desa. Ma punya satu di rumah, tapi sudah dijual. Hehe, waktu itu aku lagi malas, Meli. Jadi, minta tolong, deh." Anjani membela diri.
"Oke kalau begitu kalian berdua yang antar ke tempat tujuan, ya. Ini kuncinya." Kak Lisa menyerahkan kunci kendaraannya pada Anjani.
Benar, Anjani benar-benar bisa mengemudikan kendaraan roda tiga. Meli duduk di bak belakang sambil tetap mengenakan pelindung kepala, tentu saja bersama bunga-bunga pesanan. Awalnya Meli berteriak takut dan berpegangan erat pada pembatas. Namun, beberapa saat kemudian sudah tidak lagi. Meli sekarang percaya dengan Anjani.
"Anjani, kapan-kapan ajari aku juga, ya!" ujar Meli, sambil berteriak dari bak kendaraan.
"Aku kira kamu nggak tertarik." Anjani menanggapi sambil tertawa.
Dua puluh menit berlalu. Anjani dan Meli mendekati tempat tujuan. Anjani kaget. Meli pun tidak kalah kaget. Lokasi tujuan pengiriman bunganya bukan di tempat yang diduga oleh Anjani maupun Meli. Di sekeliling tampak beberapa rumah yang kondisinya bisa dikatakan kurang layak, dan lebih mendekati kumuh. Tidak disangka, sisi lain kota menampakkan pemandangan lain yang belum diketahui oleh Anjani. Semula Anjani mengira bahwa kehidupan kota akan dipenuhi hal yang serba ada. Akan tetapi, saat itu juga Anjani memahami bahwa kehidupan manusia itu beragam warnanya, tidak peduli hidup di kota ataupun di desa.
"Mel, kamu hafal kota, kan? Bener di sini tempatnya?" tanya Anjani untuk memastikan sekali lagi.
"Alamatnya bener, kok. 100% yakin." Meli membenarkan.
Tidak lama, dari jauh terlihat sosok yang sangat dikenal Anjani. Itu Juno, dan dia sedang melambai serta memberi isyarat agar mendekat. Anjani sudah tidak lagi bersembunyi dari Juno, apalagi dia dan Juno sudah menjadi teman satu angkatan. Langsung saja Anjani mengemudikan kendaraan roda tiganya ke arah Juno.
"Rupanya kamu bisa mengemudikan kendaraan ini. Keren!" puji Ken.
"Halo Ken .... Halo Juno." Meli yang merasa akrab mencoba menyapa.
"Ini rumah siapa?" tanya Anjani.
"Kalau ingin tahu masuk saja. Ayo, sambil kita bawa bunga-bunganya!" ajak Juno.
Ken dan Juno masuk lebih dulu, diikuti oleh Anjani dan Meli. Rumah yang saat ini mereka masuki bisa dibilang kecil karena hanya terdiri dari dua ruang yang dinding-dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Saat masuk di ruangan yang pertama, Anjani melihat kursi plastik yang telah usang warnanya. Di sisi lainnya terdapat tembikar yang tergulung rapi. Selain dua benda itu, tidak ada apa-apa lagi di sana. Masuk di ruang yang kedua, Anjani sedikit terkejut. Ada Mario sedang menemani seorang bocah perempuan yang tampak sedikit pucat, dan dia botak.
"Wah, mawar putih lagi. Terima kasih, Kak." Bocah perempuan berterima kasih, matanya tampak berbinar.
Tidak lama setelah itu, terlihat perempuan yang sudah berumur datang memasuki ruangan. Bocah perempuan tadi memanggilnya 'ibu'. Rupanya ibu dari bocah perempuan tadi baru saja pulang dari mengumpulkan botol plastik bekas. Juga, ibu itu terlihat bahagia dengan kedatangan Mario, Ken, dan Juno.
Tidak lama setelah itu, Ken, Mario, dan Juno pamit. Begitu pula dengan Anjani dan Meli. Tidak lupa, Ken memberikan amplop yang sepertinya berisi uang.
Di luar rumah, Anjani, Meli, Mario, Ken, dan Juno berkumpul di dekat kendaraan roda tiga. Lebih tepatnya, Meli memaksa Mario, Ken, dan Juno untuk menceritakan tentang bocah perempuan tadi. Hal itu memang terkesan kurang sopan saat tiba-tiba bertanya pada pelanggan. Akan tetapi, itu bukan lagi masalah karena mereka sudah merasa saling kenal.
"Mereka adalah saudara kita yang butuh pertolongan," jelas Mario.
"Bocah perempuan tadi beberapa bulan dirawat di rumah sakit karena kanker yang dideritanya. Dua hari lalu dinyatakan sembuh, dan kemarin sore diperbolehkan pulang," imbuh Ken.
"Bocah tadi suka mawar putih," imbuh Juno juga.
"Siapa yang membayar biaya pengobatannya selama beberapa bulan? Kalian?" tanya Meli.
Juno tidak bisa menjawab karena memang dia tidak tahu. Sementara Ken terlihat melirik ke arah Mario, seolah meminta persetujuan untuk mengungkapkan bahwa Mario-lah yang sukarela membayar semua biaya pengobatan bocah perempuan tadi. Sebelum Ken mengatakannya, Mario lebih dulu menjawab.
"Ada banyak orang baik di luar sana. Kami hanya membantu sedikit." Mario menjawab dengan nada santai.
"Ah!" seru Ken sambil tepuk jidat.
"Oh iya, ada satu buket bonus untuk pelanggan setia. Terima kasih sudah memesan banyak hari ini," tutur Anjani dengan sopan. Dia baru saja mengeluarkan buket bunga mawar kombinasi dari keranjang.
Anjani menyodorkan bunga itu pada Ken, karena dia mengira bahwa Ken adalah pelanggan yang selama ini memesan bunga. Melihat adegan pemberian bunga itu, Juno terkaget melongo. Dia ingin berada di posisi Ken. Namun, Ken justru kelagapan. Dia tidak bergegas menerima bunga itu, karena merasa bukan dirinya yang selama ini memesan mawar. Tingkahnya aneh sambil sesekali melirik ke arah Mario.
"Ini milikku!" ujar Mario. Dia tiba-tiba merebut buket bunganya dari tangan Anjani. Setelah berhasil merebut, dia bergegas ke motornya.
"Kalau begitu kami pamit, permisi, dan terima kasih." Ken menarik Juno agar mengikutinya.
"Anjani, sampai jumpa di acara OSPEK kampus kita. Ingat, sekarang aku satu jurusan denganmu. Aku temanmu. Jangan sungkan jika ingin ngobrol denganku. Salam!" teriak Juno dengan kencang, jaraknya sudah semakin jauh karena ditarik oleh Ken.
Anjani tersenyum. Dia sama sekali tidak menyesal telah menghindari perjodohan, kabur ke kota, dan memantapkan hati untuk kuliah. Nyatanya, kisahnya tidak hanya tentang sebutan Bunga. Sosok baru, teman, juga pengalaman di kota membuatnya selangkah lebih dewasa.
Dan ... tentang OSPEK, seperti apa rasanya? Juga ... kalau dipikir-pikir lagi, kenapa aku sedikit penasaran dengan sosok Mario. Siapa dia sebenarnya? Kenapa kami terus-terusan bertemu? batin Anjani dipenuhi tanya.
***
Bagi yang suka, jangan lupa like dan tinggalkan jejak komentar di bawah. Tunggu lanjutan ceritanya, ya. OSPEK. See You.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
miqaela_isqa
Jangan patah semangat kakak
2020-10-21
0
Priskila Wi
Aku udh mampir dengan bom like dan rate 🌟 5.
Semangat berkarya ya thor
2020-06-20
1
Mimi Dhava
sampai sini dulu.. feedback ya
My Husband Is-Cuek
tinggalkan jejak, nanti aku ke sini lagi buat like eps lainnya.. 😊😊
2020-06-09
1