Elvan menoleh ke arah tangga saat ekor matanya menangkap sosok Adira yang sedang berjalan menuruni tangga.
Adira memang selalu terlihat cantik walau hanya mengenakan baju kasual. Celana jeans dan kaos berwarna hitam. Rambutnya terlihat sedikit basah, menandakan Adira baru saja selesai mandi.
Adira berjalan mendekat ke arah Elvan. Setelah sampai di ruang tamu Adira segera mendudukkan dirinya di sofa yang bersebrangan dengan Elvan.
Keduanya masih diam dengan pikiran masing-masing. Namun tidak berselang lama, Elvan membuka suara.
“Apa kabar, Ra?” tanya Elvan mencoba memecah keheningan.
“Lebih baik dari hari kemarin." sindir Adira.
Elvan yang mendengar jawaban Adira langsung tersentak. Dia telah meninggalkan Adira begitu saja saat dia habis menyalahkan Adira atas perbuatan yang tidak Adira lakukan.
Ya, sedikit demi sedikit rasa sakit yang diciptakan Elvan mulai hilang. Tentunya karena ada orang yang membantu menyembuhkan.
Huh! Adira jadi merindukan si penyembuh luka itu. Pikir Adira yang sudah merembet kemana-mana.
“Maaf ...." Hanya itu yang bisa Elvan ucapkan.
Adira hanya tersenyum sinis. Adira mengubah posisi duduknya menjadi menyender dan melipat kedua tangannya di depan dada.
“Kenapa Lo ....
“Adira ...."
Ucap Adira terhenti karena mamanya tiba-tiba muncul dengan pakaian yang sudah rapi.
“Kenapa, Ma?" tanya Adira bingung sambil kembali duduk tegak.
“Mama mau ke rumah ibu Yekti buat hadirin pengajian. Jadi mama tinggal dulu ya, Ra." ucap mama Adira yang memang sudah memakai baju tertutup.
Gamis dan jilbab instan yang sudah melekat rapi di tubuhnya.
“Oke Ma. Hati-hati." ucap Adira sambil menyalami mamanya dengan takdzim.
“Elvan ... Maaf, tante tinggal dulu nggak papa ya ...Oh iya, Ra. Mama nanti sampai sore kayanya." ucap mama Adira lagi ingin memberitahu.
“Iya, Ma. Adira ngerti." jawab Adira lagi.
“Ya udah mama tinggal dulu. Assalamualaikum." ucap Bu Dewi sambil berlalu melangkah meninggalkan rumahnya.
“Waaalaikum salam." jawab Adira dan Elvan serentak.
Setelah punggung bu Dewi tak terlihat, Adira terlihat menghela nafasnya pelan dan kembali menyenderkan tubuhnya lagi di sofa.
Diam beberapa saat.
Namun Elvan segera membuka suaranya lagi. Ini kesempatannya untuk bicara dengan Adira.
“Ra ... Gue kesini mau minta maaf ke Lo." ucap Elvan penuh penyesalan. Adira masih enggan untuk menanggapi.
“Gue tau, Gue udah keterlaluan banget waktu itu. Harusnya Gue percaya kalo Lo nggak bakal lakuin itu." imbuh Elvan lagi yang berubah menunduk karena malu.
Adira hanya menanggapi dengan senyum sinisnya.
“Maafin Gue sekali lagi ya, Ra. Cuma Lo yang bisa mengerti dan tahu segala masalah yang Gue hadapi. Dan Gue nggak tau lagi ke siapa Gue harus cerita masalah Gue. Lo satu-satunya orang yang selalu ada buat Gue." ucap Elvan panjang lebar mencoba untuk meyakinkan Adira atas permintaan maafnya.
“Ada buat Lo? Itu dulu, Van. Sekarang nggak lagi. Semuanya udah berubah." ucap Adira sambil menatap tajam ke arah Elvan.
“Tolong Ra, maafin Gue ... Gue nggak akan gitu lagi." ucap Elvan memohon.
“Siapa lagi nanti yang bakal tenangin Gue kalau Gue dapat makian dari bokap Gue?” ucap Elvan yang langsung mendapat perhatian Adira.
Ya, Adira tau kehidupan Elvan seperti apa. Elvan selalu bercerita tentang dirinya dan keluarganya. Tiba-tiba rasa iba menghampiri hatinya.
Adira bersyukur mempunyai orangtua yang tidak pernah menuntut dan menghakiminya. Orangtua Adira juga tidak pernah membandingkan Adira dengan yang lainnya.
Karena setiap manusia diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan Yang berbeda-beda.
“Gue udah maafin." putus Adira dengan suara lemah.
Walaupun Adira benci dengan kelakuan Elvan, tapi rasa tak tega lebih mendominasi.
“Makasih Ra. Lo emang yang paling mengerti Gue." ucap Elvan dengan binar mata dan senyum mengembang.
Adira hanya membalasnya dengan senyuman tipis.
“Lo belum sarapan kan, Ra? Kita cari sarapan ke depan gimana?” ajak Elvan berusaha untuk mendekati Adira lagi.
Adira tampak berpikir apakah dia akan pergi atau makan dirumah saja.
“Deket aja. Di taman kan banyak yang jual makanan." ucap Elvan lagi meyakinkan.
“Gue traktir deh." imbuh Elvan lagi karena Adira masih saja berpikir hanya karena ingin pergi makan atau tidak.
“Oke. Bentar Gue ambil ikat rambut dulu." ucap Adira kemudian dan berjalan ke kamarnya.
Setelah mendapatkan apa yang dicari, Adira langsung keluar bersama Elvan menuju motor Elvan terparkir.
Adira membonceng Elvan dan Elvan segera melesatkan motornya menuju taman kompleks.
Setelah sampai, Adira langsung turun dari motor dan berjalan mencari tempat berteduh. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, jadi udara sudah mulai panas.
Akhirnya Adira memilih duduk di bawah pohon yang daunnya lebat. Sehingga udaranya akan terasa sejuk. Adira memilih mendudukkan dirinya di atas rumput hijau tanpa alas.
Elvan masih belum duduk dan bertanya kepada Adira.
“Mau makan apa? Gue pesenin, Ra." tanya Elvan sambil menatap Adira. Adira mendongak menatap Elvan karena Adira sudah duduk bersila sedangkan Elvan masih berdiri.
“Bubur ayam aja, Van." ucap Adira asal.
Apapun makanannya akan Adira makan. Karena Adira termasuk tipe orang pemakan segala. Wkwk.
“Oke, Gue pesen dulu kalo gitu." ucap Elvan dan berlalu meninggalkan Adira menuju gerobak abang penjual bubur ayam. Setelah sampai Elvan langsung menyebutkan pesananya.
“Bang, bubur dua ya. Tolong anterin ke cewek yang ada disana." ucap Elvan sambil menunjuk ke arah Adira.
“Siap Mas. Ditunggu ya, Mas." ucap penjual bubur.
“Oh ya. Semuanya jadi berapa, Bang?” tanya Elvan yang sudah mengeluarkan selembar uang warna merah.
Setelah penjual menyebutkan totalnya, Elvan langsung menyodorkan uangnya dan menerima kembaliannya.
Elvan segera menuju stand yang menjual berbagai minuman kemasan. Elvan memilih membeli dua botol air mineral. Setelah membayar, Elvan langsung kembali ke tempat dimana Adira duduk.
“Udah Gue pesenin, tunggu sebentar. Nih ... minum dulu." ucap Elvan sambil menyodorkan sebotol air mineral setelah berhasil duduk disebelah Adira dan melakukan hal yang sama, duduk bersila.
“Makasih,Van." ucap Adira dan langsung membuka tutup segel dan meneguknya.
“Adira ....” ucap Elvan mencoba mencari perhatian Adira.
“Kenapa?” tanya Adira tanpa mengalihkan pandangannya yang menatap anak-anak bermain.
“Gue habis kena marah lagi sama bokap." ucap Elvan sambil menerawang ke arah depan.
“Karena apa emang?” tanya Adira yang sudah tidak kaget lagi akan hal itu. Karena itu biasa terjadi kepada Elvan.
“Nilai ujian Gue turun semester ini." ucap Elvan lagi dengan kepala menunduk.
“Cuma gara-gara itu?” tanya Adira tak habis pikir.
“Iya. Gue tuh selalu dituntut buat jadi sempurna karena Gue harus meneruskan bisnis papa. Tapi kenapa kakak Gue enggak?” ucap Elvan begitu menyedihkan.
“Ya kali bokap Lo mau yang terbaik buat Lo." ucap Adira berusaha berpikir logis.
Obrolan mereka terhenti karena abang tukang bubur datang membawa dua porsi bubur ayam dan memberikannya kepada keduanya.
Keduanya mengucapkan terima kasih. Adira segera menyantap bubur itu. Sedangkan Elvan hanya mengaduk-aduknya.
“Terbaik si terbaik. Tapi harus dengan cara mukul dan nampar gitu?” ucap Elvan sambil menyeka air matanya yang lancang turun.
Adira langsung menghentikan kegiatannya dan merasa terkejut.
Adira bersyukur papa dan mamanya begitu menyayanginya. Jadi, Adira tidak pernah merasakan apa yang Elvan rasakan. Kendati demikian, Adira mencoba mengerti perasaan Elvan.
Pasti sakit sekali disakiti bertahun-tahun oleh Papanya. Mungkin sakit fisik seperti luka dan memar beberapa hari akan hilang. Namun sakit psikis siapa yang bisa menjamin luka nya akan cepat sembuh?
Semoga Elvan tidak merasakan hal itu. Pikir Adira.
Mencoba menenangkan, Adira mendekatkan duduknya kepada Elvan. Dia mengangkat tangannya untuk mengelus punggung Elvan guna menyalurkan ketenangan.
“Lo pasti bisa lewatin ini. Gue percaya sama, Lo." ucap Adira mencoba memberi kekuatan.
“Gue nggak yakin sama diri Gue sendiri." jawab Elvan yang sudah mereda dari tangisnya.
“Lo harus yakin, Van." ucap Adira lembut.
Kemudian Elvan mengangkat wajahnya dan beralih menatap Adira.
“Lo jangan tinggalin Gue ya, Ra. Apapun yang terjadi?" ucap Elvan ketakutan.
Adira diam tak menjawab. Maksud dari kata 'meninggalkan' Itu apa?
Dia jelas akan meninggalkan Elvan dan akan menikah bersama orang yang Adira cintai dan mencintai Adira.
Masa iya, Adira harus menemani Elvan terus? Nggak mungkin. Pikir Adira.
“Lo mau ninggalin Gue juga? Setelah mama yang ninggalin Gue?” tanya Elvan lagi.
Ya, ibu Elvan memang sudah lama tiada di dunia ini. Itu sebabnya Elvan di didik sangat keras oleh papanya. Sampai berujung kekerasan.
Adira bingung harus menjawab apa. Takut jawabannya hanya akan menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.
“Gue nggak janji, Van. Gue juga punya kehidupan pribadi. Nggak selamanya Gue selalu ada untuk Lo dan nggak selamanya kalo Lo butuh Gue, Gue selalu ada buat Lo." ucap Adira menjelaskan.
Elvan diam seribu bahasa tak bisa berkata-kata. 'Adira akan meninggalkannya juga.' batin Elvan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments