Sebelumnya, perkenalkan dulu, dia adalah Adira Belvina.
Gadis dengan tinggi badan 165 cm ini merupakan gadis cantik dengan mata indah coklat, alis sedang, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis.
Sangat pas.
Adira sudah tidak butuh pensil alis lagi untuk menggambar alisnya.
Bulu matanya sangat lentik dan hitam.
wajahnya yang imut, bibir ranum, berkulit putih dan tubuh proposional.
Adira terlihat sempurna dari segi penampilan.
Tapi dari segi percintaan, dia adalah sad girl.
balik lagi ke cerita.
Adira telah sampai di kafe biasa dia bertemu Elvan.
Dia terlihat celingukan mencari keberadaan Elvan. Dia pun melihat Elvan sudah duduk dipojokan.
Dia segera berjalan menghampiri Elvan.
“Udah lama, Lo nunggu?" tanya Adira setelah ia sampai di meja dan duduk.
“Nggak ... baru aja sih." jawab Elvan dengan wajah murung.
Adira sudah tau jawabannya.
Apalagi jika bukan karena cintanya yang di tolak.
Elvan dan Adira memang sering bertemu berdua saja. Mungkin karena ke akraban keduanya yang sudah terjalin cukup lama.
“Kenapa muka Lo di tekuk begitu sih?" tanya Adira memecah keheningan beberapa saat lalu.
Elvan menghela nafas panjang.
"Gue di tolak sama Kinara." Pernyataan Elvan sudah Adira duga.
Melihat Adira yang terlihat biasa saja, Elvan mengerutkan alis,
"Kenapa ekspresi Lo biasa aja sih. Sedih kek. Temen lagi susah gini.” ketus Elvan kesal.
Mau bagaimana lagi memang?
"Gue udah tau semuanya kok, Van." ucap Adira santai.
Adira tahu dirinya terlihat jahat dan seperti tokoh antagonis di kisah hidup Elvan.
Tapi, begitulah adanya. lagi pula, Kinara sama sekali tidak punya perasaan pada Elvan.
Jadi, sah-sah saja bila Adira merasa dia punya kesempatan untuk masuk ke hidup Elvan.
“Gue boleh seneng nggak sih kalau Lo di tolak?" ucap Adira serius yang langsung dapat tatapan tajam dari Elvan.
Dia lelah memendam perasaannya sendiri sejak lama.
Dia juga ingin hatinya merasa lega.
“Lo ngomong apa sih?!" jawab Elvan geram dengan sahabatnya ini. Nadanya mulai meninggi.
Melihat reaksi Elvan yang sepertinya mulai marah, Adira hanya tersenyum getir.
“Gue suka sama Lo, Elvan!" Jelas Adira penuh penekanan.
Dia ingin Elvan tahu, bahwa dia mencintai Elvan tulus. Dia ingin sekali saja Elvan melihat keberadaannya.
“Lo ngomong apa? Suka? Sama Gue!" tanya Elvan penuh emosi dan menunjuk dirinya sendiri.
“Kita tuh selama ini cuma sahabat. Gue cerita sama Lo semuanya tentang Gue tuh, karena Gue udah percaya banget sama Lo. Lo sahabat yang ngertiin Gue. Tapi kenapa Lo malah berharapnya lebih!” ucap Elvan emosi.
Apa Elvan bilang?
Berharap lebih?
Bukankah memang tidak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita?
Dan sepertinya, Adira sedang berada dalam fase tersebut.
Mencintai sahabatnya sendiri. Bukankah juga ada pepatah yang mengatakan,
Witing tresno jalaran soko kulino
"Apa Gue salah kalau selama ini suka sama, Lo. Gue juga nggak bisa menghindar karena cinta itu datang dengan sendirinya." ucap Adira dengan nada terluka.
"Lo ngomong apa sih ... nggak jelas banget." ucap Elvan menahan kesal.
Adira tersenyum getir mendengar ucapan Elvan yang berusaha menolak perasaan Adira.
"Gue juga nggak bisa ngatur hati Gue mau jatuh cinta sama siapa. Semua berjalan dengan sendirinya tanpa Gue minta." ucap Adira lagi dan mulai berkaca-kaca.
Air mata Adira luruh seketika. Dia begitu kecewa.
Sangat kecewa.
Adira baru menyadari, bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan.
Sejak dulu, Adira memang tidak pernah mau tahu tentang perasaan Elvan padanya. Yang terpenting, Adira merasa bahagia saat melihat Elvan bahagia.
Tapi semakin kesini, dia semakin lelah dan butuh kepastian karena sikap Elvan selama ini seperti enggan memiliki tapi juga enggan melepaskan.
Elvan hanya menginginkannya disaat Elvan perlu.
Melihat Elvan yang seperti menahan kesal padanya, Adira melanjutkan kalimatnya lagi.
“Gue tau, Gue salah. Gue hanya mengungkap isi hati Gue selama dua tahun terakhir ini. Perasaan yang sama sekali nggak berkurang. Walaupun Gue tau, Lo nggak bakal balik suka ke Gue. Gue emang bodoh." ucap Adira lemah sambil menatap Elvan penuh luka.
karena tidak mau terlihat menyedihkan di tempat umum, Adira segera pergi dan berlalu pergi dari hadapan Elvan.
Apa lagi yang bisa Adira harapkan dari hubungan seperti ini?
Lebih baik Adira menutup kisah yang dia damba bersama Elvan dan mulai membuka lembaran baru.
Selama ini Adira terlalu buta akan cinta. Sehingga tidak memperhatikan sikap Elvan kepadanya.
Yang dia tau hanya, dia bahagia saat Elvan berada di dekatnya.
Walau Elvan mendekatinya karena ada maunya.
Sudahlah, Adira sudah cukup lelah dan akan memilih berhenti.
Berhenti untuk mencintai orang yang salah.
Di sepanjang jalan, Adira hanya diam dan menatap ke luar jendela mobil.
Dia berusaha untuk tidak menangis karena merasa tidak enak pada pak Rama, sang sopir.
Adira juga tidak mau pak Rama sampai mengadu pada orangtuanya dan membuat mereka khawatir.
Pak Rama sedikit curiga dengan mata sembab anak dari boss nya itu.
Namun dia memilih untuk diam dan tidak mau ikut campur terlalu jauh.
Sesampainya di rumah, Adira langsung menuju ke kamarnya.
Papanya belum pulang dari bekerja, sedangkan mamanya, dia sedang pergi arisan.
Adira bisa bernafas dengan lega. Setidaknya, kedua orangtuanya tidak melihat anaknya dalam keadaan menyedihkan.
Mata sembab dan hidung merahnya.
Bila sampai mama melihatnya, pasti akan ada drama berkepanjangan.
Adira sudah sangat lelah dan tidak mau menambah kadar lelahnya lagi.
Dia merasa, lelah hati lelah jiwa.
Mungkin dengan tidur, dia bisa melupakan sebentar perasaannya.
Dia sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamarnya.
Pikirannya melanglang buana tentang Elvan yang tak pernah membalas cintanya sejak lama hingga sekarang.
Elvan yang tidak pernah perduli dan hanya minta di perdulikan.
Banyak waktu Adira yang terbuang sia-sia untuk menunggu Elvan.
...........
Adira membuka matanya disaat ada sinar silau masuk ke kamarnya.
Sepertinya Adira tertidur hingga pagi.
Tubuhnya sudah merasa lebih segar.
Adira segera masuk ke kamar mandi guna membersihkan diri.
Selang beberapa menit Adira keluar hanya menggunakan bathrobenya. Setelah itu Adira segera menuju lemari dan memakai baju.
Hanya kaos rumahan dan celana training ketat.
Setelah selesai berpakaian, Adira segera turun untuk bergabung dengan orangtuanya.
“Papa kemana, Ma? kok nggak ada?" tanya Adira pada bu Dewi yang sedang berkutat di dapur.
Padahal hari ini hari Minggu dan waktunya pun masih cukup pagi, jam setengah enam.
“Papa lagi lari pagi, Sayang. Ada temen lamanya yang ngajak lari bareng." jawab bu Dewi hanya menoleh sebentar dan kembali fokus pada masakannya.
Sedangkan Adira hanya magut-magut dan menghampiri mamanya untuk membantu.
“Kamu nggak mau nyusul papa emang? Tumben ... biasanya ikut mulu tuh kalau papa lagi lari." tanya bu Dewi heran.
“Adira lagi males aja, Ma. Minggu depan mungkin." jawab Adira tanpa semangat.
Ya, dia masih patah hati bagaimanapun juga.
Tapi dia bertekad kuat tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Mencintai orang yang salah dan tidak menghargai perasaannya.
Dia akan belajar melupakan dan mengikhlaskan.
Walau tidak semudah yang dibayangkan. Tapi Adira akan berusaha.
“Ooh ... ya udah mending bantuin Mama masak. Karena bentar lagi papa pasti pulang. Dan temen papa yang dari luar negeri katanya mau mampir gitu." jelas bu Dewi tanpa curiga.
Tentu Adira akan membantu mamanya dengan senang hati.
“Pantes ... Mama masak banyak banget hari ini."
Adira mengatakan itu setelah melihat banyak sekali makanan di meja.
Sedangkan mamanya hanya tersenyum manis menanggapi ucapan Adira.
1 jam kemudian, akhirnya semua makanan sudah terhidang di atas meja makan. Dan tak lama suara papa Adira menginterupsi dari arah pintu.
“Assalamualaikum." ucap papa Adira setelah masuk ke rumah.
“Waalaikumsalam." jawab Adira dan mamanya bersamaan.
Benar saja, papanya datang bersama dua orang pria.
Yang satu setengah baya dan yang satu lagi masih muda.
Walau perbedaan usia, keduanya sama-sama gagah dan tampan. Begitulah tafsir Adira.
Adira menganggukkan kepala dan tersenyum untuk menyapa kedua pria tersebut.
Ketiga pria tersebut langsung duduk di meja makan yang disusul oleh mama dan Adira.
Hanya obrolan bisnis di sela sarapan itu.
Adira hanya diam. Sesekali mengangguk dan tersenyum bila melibatkan dirinya.
Setelah selesai sarapan, papa Adira baru memperkenalkan teman lamanya kepada mama dan Adira.
“Ini lho Ma, yang mau Papa kenalin ke Mama. Dia Hendra. Kita udah lama banget nggak ketemu." ucap pak Irawan seraya menunjuk pak Hendra.
Bu Dewi menganggukkan kepala dan tersenyum untuk menyapa.
“Kalau yang ini anaknya Hendra. Namanya Tristan." sambung pak Irawan lagi.
Terlihat Tristan mengangguk dan tersenyum ke arah mama Adira.
“Dia lulusan terbaik di Harvard dengan predikat Cumlaude lho, Ma." ujar pak Irawan penuh senyum sumringah.
"Wow! Hebat juga tuh cowok." batin Adira memuji akan kecerdasan seorang Tristan.
Karena sangat jarang sekali laki-laki yang mau giat belajar.
Kebanyakan adalah membolos dan tawuran.
begitulah setahu Adira.
“Wah ... Tante bangga banget. Berapa si IQ nya?" tanya bu Dewi kepada Tristan penuh rasa bangga.
Semua hanya terkekeh menanggapi.
Soal IQ, Tristan belum pernah mencoba untuk mengetes nya.
Mungkin nanti dia akan coba menguji untuk berjaga-jaga bila ada lagi yang bertanya seberapa tinggi IQ,nya.
Sombong amat!
“Oh iya, ini kenalin anak saya. Namanya Adira, Hen." ucap Pak irawan kemudian.
“Hallo Om ...." sapa Adira akrab.
Dia juga memasang senyum semanis mungkin dan melambaikan tangan karena jarak meja tidak memungkinkan untuk menjabat tangannya.
“Adira kuliah semester berapa sekarang?" tanya Om hendra antusias.
“Saya kuliah semester enam, Om." jawab Adira tersenyum.
"Nggak lama lagi dong nunggu wisuda." ucap pak Hendra mengira-ngira.
"Masih dua semester lagi, Om." jawab Adira menjelaskan.
Karena merasa di abaikan, Tristan berdehem untuk menandai keberadaanya di ruangan itu.
Hendra pun menyadari hal itu dan terkekeh pelan.
“Eh iya, ini kenalin anak Om. Pasti kamu sudah tau namanya lah." ucap Pak Hendra sambil mengerling nakal pada Tristan.
Adira tersenyum dan mengangguk untuk menyapa.
Tristan balas tersenyum dan menatap Adira penuh rasa kagum.
Hanya sebentar Adira memandang Tristan. Kemudian dia mengalihkan pandangan menatap om Hendra yang sedang mengajaknya bicara.
Adira belum menyadari jika dia sedang di tatap oleh Tristan.
Tristan mengamati setiap pergerakan yang Adira lakukan.
Saat sedang mengobrol dengan papanya pun Tristan masih setia memandang Adira dengan senyum bodohnya.
Adira yang sudah menyadari sedang ditatap tak wajar pun balas menatap.
Ketika pandangan mereka bertemu, pandangan Adira seolah terkunci dengan ketampanan wajah yang Tristan miliki.
Ada daya tarik tersendiri saat mengamati wajah Tristan. Sehingga Adira betah sekali menatap pemandangan yang berada di depannya.
Tidak berbeda jauh dengan Adira, Tristan juga memandang Adira dengan penuh kekaguman.
Kagum akan kecantikan dan manisnya wajah Adira. Apalagi bibir merah alaminya. Bibir bawahnya yang terbelah semakin terlihat menggemaskan dimata Tristan.
Keduanya pun tak luput dari pandangan para orangtua.
“Udah dong Tris liatin Adira nya. Papa jadi nggak enak sama Irawan karena anak gadisnya di tatap seperti itu sama kamu." ledek Pak Hendra.
Para orangtua tergelak bersamaan.
Tristan dan Adira jadi salah tingkah dan memilih membuang pandangannya.
Tristan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal untuk menghilangkan sedikit rasa gugupnya.
Acara sarapan pun selesai setelah pak Hendra dan Tristan berpamitan pulang.
Adira langsung menuju kamarnya lagi. Sedangkan orangtuanya pergi berkencan.
Walaupun sudah punya anak dan umur sudah hampir kepala empat, itu tidak menyurutkan keromantisan dan kemesraan kedua orangtuanya.
Pasti di setiap hari Minggu, papa mama nya selalu pergi.
kadang Adira juga diajak. Namun Adira menolak halus untuk memberikan quality time kepada orangtuanya.
Adira paham, keduanya pasti lelah menjalani hari penuh rutinitas yang membosankan. Dan mereka membutuhkan quality time itu.
Adira tidak akan menganggu atau merusaknya.
Adira menghembuskan nafasnya lelah.
Kemudian memilih berbaring di kasur lagi. Pikirannya sangat terganggu.
Meski Adira berusaha keras membuang perasannya, tetap saja sulit. Kecewa, marah, kesal, sedih beradu jadi satu.
Sungguh tragis kisah cintanya. Adira akan buang jauh-jauh perasaannya.
Dan hanya akan memberikan perasaan cintanya hanya kepada orang yang benar-benar mencintainya.
Ting.
Ponselnya berdenting menampilkan chat grup.
Lidya:
Sepi amat kaya kuburan.
Kinara:
Hadir
Adira:
Hadir2
Lidya:
Jalan yok ah. Bosen
Kinara:
Yok. Seru tuh. Gabut gue.
Adira gimana nih.
Lidya:
Iya. Diem diem bae.
Adira:
Gue ikut aja
Lidya:
Oke. Kita ke mall.
Kinara:
Ketemuan di sana.
Obrolan grup berakhir. Adira akan bersiap untuk pergi menemui sahabatnya. Dia ingin melepas sejenak perasaannya. Semoga ini berhasil.
.........
Tiga gadis sudah berkumpul di lobi mall. Mereka lalu berjalan kedalam bersamaan.
“Mau makan apa nih? Udah waktunya lunch kan?" tanya Kinara sambil melihat arloji yang melingkar di tangannya.
“Gue kaya pengen makan bakso hot jeletot deh." jawab Adira sambil membayangkan pedas dan gurihnya bakso hot jeletot.
“Kalau gitu kita makan ke foodcurt aja." putus Lidya yang langsung di setujui oleh keduanya.
Setelah sampai di foodcurt Adira duluan memesan bakso incarannya.
Sedangkan kedua sahabatnya masih bingung ingin makan apa. Sehingga mereka memilih untuk mencari tempat duduk dahulu baru memikirkan apa yang akan mereka makan.
Setelah Adira selesai memesan dia langsung membawa semangkuk bakso dan segelas es jeruk ke meja yang sahabatnya duduki.
Setelah Adira datang, baru kedua sahabatnya pergi untuk memesan makanan.
Di tengah makan mereka bercerita banyak hal. Hingga Adira lupa akan patah hatinya untuk sementara. Ya, walau hanya sementara tapi setidaknya Adira bisa lupa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Nana
kirain bad girl 😂 hihi
2022-06-02
0
Nana
Eaaa eaaa
2022-05-23
0
Nana
Sabar ya adira 😭
2022-05-23
0