Setelah kemarin Adira berhasil melewati hari patah hatinya, Akhirnya hari Senin tiba.
dia akhirnya kembali masuk lagi ke kampus.
Adira mengambil kuliah regular yang hari kerjanya dari Senin sampai Jumat.
Saat ini Adira berada dikelasnya. Karena sebentar lagi kelas akan dimulai.
Tidak lama, dosen pembimbing masuk kelas.
Dia bu Nilasari.
Dosen ramah dan bersahabat dengan mahasiswa-mahasiswinya. Bu Nilasari sudah seperti ibu kedua di kampus. Karena memang pembawaannya yang ke ibuan dan gampang akrab.
“Selamat pagi, semua ...." sapa bu Nilasari dengan senyum ramahnya.
“Selamat pagi, Bu." jawab semua mahasiswa dan mahasiswi serempak.
Kemudian terlihat bu Nilasari memandang ke arah pintu.
Semua mahasiswa sontak ikut menoleh kemana arah bu Nilasari memandang.
Dari arah pintu berjalan gadis berambut panjang, kulit putih, hidung mancung.
Terlihat sangat cantik. Saat sudah sampai di hadapan bu Nilasari, akhirnya sang dosen buka suara.
“Ayo silahkan perkenalkan diri kamu." suruh bu Nilasari pada gadis di sebelahnya.
“Perkenalkan, nama saya Amanda Wijaya. Senang bertemu kalian semua." sapa gadis yang bernama Amanda itu.
“Baik, karena kalian sudah tau Amanda anak baru, kalian bisa berkenalan nanti ya. Ayo silahkan duduk Amanda." perintah bu Nilasari.
Amanda berjalan menuju kursi kosong yang tidak jauh dari tempat duduk Adira. Tepat di sebelah meja Adira.
Adira dan Lidya pun mengajak Amanda berkenalan. Karena memang meja mereka dekat.
“Hai ... salam kenal ya. Nama Gue, Adira." sapa Adira ramah kepada Amanda sambil mengulurkan tangannya.
“Hai Adira ... Salam kenal juga. Senang bisa mengenalmu." jawab Amanda tak kalah ramah dengan menerima uluran tangan Adira .
“Kenalin juga ... aku Lidya. Semoga kita bisa jadi teman."Ucap Lidya sambil mengulurkan tangannya.
“Oh iya senang juga bisa berkenalan dengan kalian. Ya, kita harus berteman." jawab Amanda mantap disertai senyuman manisnya.
Acara perkenalanpun terpotong oleh interupsi bu Nilasari, bahwa kelas akan dimulai.
Ketiganya langsung memfokuskan diri mendengarkan materi yang disampaikan oleh sang dosen.
Dua jam sudah berlalu. Kelas pun selesai. Semua mahasiswa dan mahasiswi keluar bergantian setelah sang dosen lebih dulu meninggalkan kelas.
Saat ini Adira sudah sampai di depan parkiran. Sedangkan Lidya sudah lebih dulu pulang karena membawa motor sendiri.
Soal Kinara, dia masih ada kelas lagi. Jadi tiga bersahabat itu tidak bertemu lagi.
Sambil menunggu pak Rama sampai, Adira memainkan ponselnya. Tanpa Adira sadari disebelahnya sudah berdiri Elvan sejak tadi.
“Adira ... ?" panggil Elvan lirih.
Adira sangat mengenali suara itu. Suara yang selalu dia hindari akhir-akhir ini. Tapi mengapa dia muncul lagi setelah perasaannya sedikit membaik?
Adira pun menoleh sekilas ke sumber suara. Dia mencoba berbesar hati tersenyum walaupun, hanya senyuman samar.
“Hai ... Lo belum balik?” tanya Adira basa-basi untuk mengusir rasa canggung pada dirinya.
“Gue masih ada kelas lagi."
Adira hanya mengangguk memberi jawaban.
“Gue ... Mau minta maaf sama Lo, Ra." ucap Elvan penuh penyesalan. Kepalanya tertunduk menatap ujung sepatunya.
Adira jelas sudah memaafkan. Tapi Adira berjanji tidak akan jatuh cinta lagi pada Elvan. Sudah cukup harapan palsunya sampai disini.
Walaupun sekarang hatinya belum sepenuhnya melupakan.
“Gue udah maafin Lo, kok. Emang Gue yang salah." jawab Adira dengan senyum tipis di bibirnya. Dia berusaha mengusir rasa sakit di hatinya.
Elvan jelas merasa tersentil dengan ucapan Adira barusan.
Setelah itu hening kemudian. Tidak ada suara lagi yang terucap. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga suara seorang gadis membuyarkan pikiran keduanya.
“Adira!" teriak suara gadis itu.
Memang jaraknya dengan Adira sedikit jauh, sehingga dia sedikit berteriak.
Adira pun melambaikan tangannya sebagai balasan.
“Gue duluan ya, Van." ucap Adira berlalu pergi.
Tanpa menunggu jawaban Elvan dia sudah melenggang pergi begitu saja.
Entah apa yang Elvan rasakan saat ini. Mengapa dia merasa sangat kehilangan?
Mungkin karena persahabatan mereka yang sudah sangat dekat. Sehingga Elvan merasa kehilangan sosok sahabatnya itu.
Ya, mungkin hanya karena itu. Elvan pun hanya bisa menatap kepergian Adira yang berlalu begitu saja.
Sementara Adira berjalan menghampiri Amanda. Dia sangat bersyukur akhirnya ada Amanda yang menyelamatkannya.
Jadi, dia tidak perlu berlama-lama berbicara dengan Elvan.
“Lo udah mau pulang?" tanya Amanda setelah Adira sampai di depannya.
“Udah ini. Lagi nungguin sopir jemput. Macet kali makanya sedikit lama nih." jawab Adira sambil melirik arloji di pergelangan tangannya.
“Bareng Gue aja gimana? Kan searah juga?" tawar Amanda.
Memang benar, rumah mereka tidak terlalu jauh jaraknya karena berada di satu kompleks.
Hanya menempuh waktu sepuluh menit sudah sampai.
Mereka memang langsung akrab dan bertanya alamat rumah masing-masing.
Setelah tau, ternyata rumah Adira dan Amanda lumayan dekat. Hingga akhirnya Amanda menawarkan pulang bersama.
“Nggak usah ... Paling bentar lagi juga nyampe kok." tolak Adira halus.
“Udah belum Amanda?” tanya seseorang dari dalam mobil yang di duga milik Amanda.
Seseorang tersebut menyembulkan kepalanya di jendela kaca mobilnya.
“Eh! kamu?" ucap seseorang tersebut terkejut setelah melihat ke arah luar.
“Kak Tristan?" ucap Adira sama terkejutnya.
“Kalian udah saling kenal?” tanya Amanda bingung . Telunjuknya menunjuk ke arah Adira dan Tristan bergantian.
Ya, seseorang tersebut adalah Tristan. Anak teman dari papanya.
“Eh bentar ... Kak Tristan siapanya Lo?” tanya Adira pada Adira penasaran.
“Ck. Ini Abang gue yang paling nyebelin, Ra." jawab Amanda bernada mengejek.
“Ooooh ... Abang ... ku kira siapa hehe." gumam Adira yang masih bisa di dengar oleh kakak beradik itu.
"Lo kira, bang Tristan pacar gue pasti kan?" Amanda berusaha menebak pikiran Adira.
Adira mengangguk dan tersenyum meringis.
“Bareng aja yuk, Ra! Dari pada nungguin lama." ajak Tristan pada Adira.
“Nggak usah Kak. Nggak papa ... Eh! itu pak Rama udah dateng." jawab Adira dan benar saja pak Rama, sopirnya sudah datang.
“Oke deh kalau gitu. Next time Lo main ke rumah ya." pinta Amanda dan masuk ke mobilnya.
“Oke deh ... Bye Man, bye Kak." Adira melambaikan tangannya saat mobil yang di tumpangi Amanda mulai meninggalkan parkiran kampus.
Akhirnya, Adira pun pulang bersama pak Rama.
Setelah sampai dirumah, Adira langsung menyalami mamanya yang sedang duduk di depan televisi.
Setelah itu, Adira langsung menuju kamar dan berganti pakaian rumahnya. Kemudian dia menghampiri mamanya untuk ikut menonton FTV kesukaan mamanya.
Sesampainya di ruang keluarga, Adira menjatuhkan dirinya di atas Double sofa yang berhadapan langsung dengan sofa yang di duduki oleh mamanya.
Dia merebahkan tubuhnya di sana dan mulai memejamkan mata.
Tidak butuh waktu lama, Adira akhirnya tertidur.
Bu Dewi yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala.
............
Amanda terlihat memperhatikan abangnya yang sedang senyum-senyum sendiri.
Daripada mati penasaran, Amanda memilih bertanya. “Abang kenapa dari tadi senyam senyum sendiri?" tanya Amanda penuh keheranan.
Belum ada sahutan dari abangnya yang sedang sibuk ngehalu sambil menyetir.
“Abang jangan halu deh. Yang fokus nyetirnya." ucap Amanda lagi sedikit kesal karena pertanyaannya tidak dihiraukan.
“Abang!!!!” pekik Amanda yang membuahkan hasil.
Abangnya langsung terkejut dan melotot ke arah Amanda.
“Eh! nggak usah teriak kali. Kenapa sih?" sahut Tristan sambil memegang dadanya.
“Abang tuh yang kenapa? Kaya orang stress senyam-senyum ...." balas Amanda dengan senyum mengejeknya seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Tristan.
Tristan langsung gelagapan.
Dia tidak tahu harus menjawab apa. Tristan sudah seperti maling yang tertangkap basah, yaitu pasrah akan tebakan Amanda nanti.
Belum sempat Tristan menjawab, Amanda sudah menyela lagi.
“Jangan bilang Abang suka sama Adira dan lagi mikirin dia." tebak Amanda penuh selidik.
Matanya terlihat menyipit dan senyum mengembang di bibirnya.
Nah kan benar perkiraan Tristan?
Tristan langsung menggaruk hidungnya yang tidak gatal.
Amanda seperti cenayang yang tau akan isi pikiran dan hatinya.
Setelah itu hanya tawa menggelegar Amanda yang memenuhi mobil. Abangnya terlihat begitu lucu karena tertangkap basah.
“Emang kenapa kalau Abang suka sama Adira?" celetuk Tritan kemudian.
“Ya nggak papa sih. Aku dukung deh, Bang!” jawab Amanda menyemangati.
..................
Seorang laki-laki sedang duduk di balkon sembari menikmati kopinya. Menyesali setiap perkataan yang keluar dari mulutnya tempo hari.
Ya, dia adalah Elvan. Dia sangat menyesal atas apa yang telah dia lakukan. Elvan merasa sangat kehilangan Adira sekarang ini. Entah kehilangan dalam artian apa.
Adira adalah sahabat yang sangat mengerti dirinya. Yang selalu membuat nyaman dirinya. Mungkin hanya sekedar itu. Sekedar rasa kehilangan sahabat. Pikir Elvan.
Tapi terasa ada yang mengganjal di hatinya. Elvan bingung sendiri dengan perasaannya.
"Apa Gue sebenarnya suka ya, sama Adira?" monolog Elvan pada diri sendiri.
Ingin sekedar menghubungi Adira lewat ponsel pun Elvan merasa tak pantas. Dia sudah sangat keterlaluan.
Tapi, pikiran itu segera Elvan enyahkan. Dia harus menghubungi Adira terlebih dahulu. Demi persahabatan. Ya, mungkin hanya sebatas Demi PERSAHABATAN.
Elvan:
Adira....
Setelah beberapa menit, belum ada jawaban. Elvan masih menatap layar ponselnya. Berharap akan segera ada balasan.
Sedangkan disisi lain, Adira sedang membaringkan tubuhnya di kasur.
Di telinganya sudah terpasang earphone yang sedang memutar lagu Berhenti Berharap yang di populerkan oleh Sheila on Seven.
Itu hanya lagu random di ponselnya yang kebetulan menggambarkan isi hatinya.
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit. Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
Ting .
Elvan:
Adira....
Setelah membuka pesan tersebut, Adira tampak berpikir ingin membalas atau tidak. Setelah menimbang-nimbang,
Adira lebih memilih mengabaikan pesan itu dan lanjut mendengarkan lagu.
Tidak lama kemudian, ponselnya berbunyi lagi.
Ting.
Elvan:
Gue mau bicara sama Lo, bisa?
Gue tau Lo pasti marah.
Tapi gue bisa jelasin semua.
Adira hanya membacanya saja. Tidak berminat membalasnya.
Adira kembali menatap langit-langit kamarnya.
Perlahan, mata Adira mulai terasa sangat berat. Hingga beberapa menit kemudian akhirnya Adira tertidur.
Sedangkan di tempat lain, Elvan tampak sangat kecewa. Pesannya hanya di baca tanpa dibalas.
Dulu Adira tidak pernah seperti ini. Jika mengingat masa itu, entah mengapa Elvan sangat merasa kehilangan Adira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Nana
telattt luuu
2022-06-02
0
R⃟•Dinaa
hmmm karena itu ulahmu elvan
2022-05-18
0