Sudah lima hari ini Adira mengikuti ujian dan Adira bersyukur semuanya berjalan dengan lancar. Dia tinggal menunggu hasilnya.
Yang jelas , usaha tidak pernah mengkhianati hasil.
Setelah selesai ujian dan keluar dari kelas, Adira segera menemui para sahabatnya yang sudah menunggu di kantin kampus.
Dalam ujian, Adira dan teman-temannya berbeda kelas. Itu berguna untuk menghindari contek-menyontek.
Mahasiswa/mahasiswi akan di undi acak dan dalam satu kelas bukan hanya ada satu jurusan. Ada mahasiswa/mahasiswi dari jurusan lainnya. Karena tidak saling mengenal satu sama lain dan berbeda materi yang di ujikan, kecil kemungkinan untuk bisa contek-menyontek.
Saat Adira berjalan menuju kantin, di depan ruang perpustakaan Adira berpapasan dengan Elvan. Adira menghentikan langkahnya sejenak, begitu sebaliknya dengan Elvan.
Jarak keduanya hanya sekitar lima meter. Cukup lama keduanya membeku ditempat dengan pikiran masing-masing.
Adira membuang tatapan terlebih dahulu dan berjalan santai melewati Elvan begitu saja. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Adira memang pandai dalam hal itu. Setelah langkah Adira cukup jauh, Elvan berbalik dan menatap punggung Adira yang sudah berlalu.
Elvan masih teguh pada pendiriannya. Dia tidak akan meminta maaf apalagi menyapa terlebih dahulu. Elvan merasa dirinya benar. Kemudian juga dia berlalu.
“Eh itu Adira, Adira!" pekik Amanda dari kejauhan sambil berdiri melambaikan tangannya.
Kondisi kantin yang lumayan ramai memang sedikit sulit mencari teman-temannya.
Adira balas melambaikan tangan dengan senyum mengembang lalu menghampiri teman-temannya yang sudah menunggu.
“Huft ... Lega banget. Akhirnya bisa bernafas juga." ucap Adira menghembuskan nafas kasar setelah berhasil duduk di salah satu kursi kosong disebelah Amanda.
“Emang dari kemarin Lo nggak ada nafas?" tanya Lidya sinis. Sedangkan Amanda sibuk memindahkan jus mangga ke mulutnya menggunakan sedotan.
“Nafas tapi tersengal. Kalau sekarang nggak lagi." jawab Adira santai.
Lidya hanya berdecak kesal.
“Kinara mana? Belum kesini?” tanya Adira yang sadar akan ketidak hadiran satu sahabatnya.
“Bentar lagi paling kesini. Lo nggak makan? Pesen gih ... Kalau nggak pesen takutnya nggak bisa berdiri lagi karena sakit perut." ledek Amanda yang berhasil membuat decakan di mulut Adira.
“Huum. Habis nggak bisa nafas, sekarang nggak bisa berdiri kan lucu." imbuh Lidya setengah meledek.
Sebenarnya mereka mengingatkan Adira agar tidak terlambat makan.
Lidya tahu persis jika Adira punya asam lambung. Tapi sayang seribu sayang, Adira bandel dan malah hampir setiap hari minum kopi.
Jika diingatkan, Adira menjawab dengan enteng,
“Yang bikin asam lambung gue kumat tuh bukan kopi atau telat makan. Tapi pikiran stress dan tertekan." Begitu kira-kira ucapan Adira .
“Oke, Gue pesen dulu kalo gitu." putus Adira kemudian dan berlalu meninggalkan kedua sahabatnya.
Selang beberapa menit Adira kembali ke meja dengan membawa semangkok bakso dan satu gelas es teh manis.
Air liur Adira seperti akan menetes kala aroma bakso masuk ke Indra penciumannya. Tanpa ba bi bu Adira langsung menyantap bakso itu dengan lahapnya.
Oh ya, tidak lupa setiap membeli bakso, Adira pasti memesan ketupat juga. Katanya tidak akan kenyang makan apapun bila tidak dibersamai dengan nasi.
Nasiable banget Adira ini.
Amanda dan Lidya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Adira. Tidak lama Kinara datang menghampiri ketigannya dan duduk di kursi kosong sebelah Lidya.
Kinara memperhatikan Adira makan dengan lahapnya seperti belum makan selama tiga hari tiga malam.
Kemudian pandangannya beralih kepada Lidya dan Amanda yang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing.
“Kacang-kacang ....!!!” pekik Kinara tiba-tiba.
Ketiganya langsung menoleh ke arah Kinara dan mengernyit.
“Lo jualan kacang?” tanya Amanda polos yang di angguki oleh Adira dengan mulut penuh bakso seakan mewakili pertanyaan yang ada di kepalanya.
Kinara langsung berdecak sebal. Lidya yang paham pun langsung bereaksi.
“Hahaha Lo udah datang. Ngapain aja di kelas lama banget. Kita udah habis satu mangkok dan satu gelas jus." celoteh Lidya.
“Adira aja udah mau habis tuh bakso sama ketupatnya." imbuh Lidya sambil menunjuk ke mangkok bakso Adira.
Adira dan Amanda langsung paham apa yang di maksud kacang oleh Kinara. Hahaha.
“Sorry ya. Gue lagi menikmati anugerah bakso Pak Slamet. Enak banget soalnya. Lo pesen gih." suruh Adira kemudian.
“Nggak enak tauk di KACANG in...” ucap Kinara kesal.
“Kalo di APEL in enak nggak?” tanya Amanda sambil menarik turunkan alisnya.
“Hahahahaha ...." Ketiga gadis itu pun terbahak. Berbeda dengan Kinara yang mencebik kesal karena terkena ledekan para teman-temannya.
.............,................
Hari senin telah tiba kembali setelah dua hari libur berturut-turut. Namun walaupun sudah dua hari libur, semua seakan kurang. Karena hari senin akan cepat tiba.
Sedangkan menunggu hari Sabtu dan Minggu serasa sangat lama.
Satu harinya berasa dua puluh empat jam. Eh bentar? Ya emang satu hari dua puluh empat jam kan? Gimana si author... CK..
Pengumuman hasil ujian akhir sudah keluar dan sudah dipajang di papan informasi.
Mahasiswa dan mahasiswi berbondong-bondong mengunjungi papan informasi demi melihat hasil kerja kerasnya selama satu semester ini.
Termasuk Adira juga berada di tengah-tengah kerumunan itu. Menyerobot lebih dalam demi mendapatkan apa yang di inginkan.
“Permisi ... Permisi ...." ucap Adira sambil berdesak-desakkan dengan yang lain.
“Huft ... Akhirnya ....” monolog Adira lega setelah sampai di depan papan informasi. Dia pun mulai mencari-cari namanya disana.
“Adira belvina ....” gumam Adira.
“LULUS !!! Yes!!” pekik Adira girang.
Berarti dia akan melanjutkan babak baru kuliahnya. Yaitu semester tujuh.
Di semester ini pastinya akan sangat sibuk dan melelahkan. Tapi Adira menyambut baik hal itu.
Dia segera keluar dari kerumunan dan mencari teman-temannya untuk menanyakan hal yang sama, lulus atau tidak.
Adira celingukan kesana kemari, tapi ketiga sahabatnya tidak terlihat sama sekali batang hidungnya.
Mungkin mereka belum datang. Pikir Adira.
Kemudian Adira memilih pergi ke parkiran. Mungkin teman-temannya ada disana dan baru datang.
Namun nihil, Adira tidak melihat teman-temannya. Kemana sebenarnya mereka semua?
Hari ini memang tidak ada mata kuliah mengingat mereka semua sudah menunaikan tugas akhirnya. Apa mereka tidak datang untuk melihat pengumuman?
Adira akhirnya mencoba menghubungi Lidya. Tidak ada jawaban. Hanya suara operator yang menginterupsi.
Kemudian Adira coba menghubungi Kinara dan juga Amanda. Jawabannya sama, nomor tidak aktif.
Adira merasa dirinya sendirian ditengah keramaian. Akhirnya Adira memilih untuk pulang ke rumahnya.
Mungkin bercengkrama dengan mama papanya setelah lusa pulang dari luar kota akan sangat menyenangkan.
Sesampainya dirumah Adira mencari-cari keberadaan mamanya. Tapi tidak ada. Papanya pasti pergi ke kantor hari ini.
Adira memutuskan bertanya kepada bik Yati dimana mamanya.
“Bik ... Mama kemana ya? Kok nggak ada si?” tanya Adira sambil mengambil buah apel di kulkas lalu mencucinya.
“Keluar tadi, Mbak." jawab bik Yati yang sedang sibuk mengupas udang begitu banyak.
Adira tidak terlalu perduli tentang itu.
“Kemana? Tau nggak, Bik?" tanya Adira lagi yang mulutnya sudah penuh karena mengunyah apel.
“Waaah ... saya kurang tau mbak. Cuma tadi ibu pesen ...." jawab bik Yati menjeda ucapannya.
Adira mengernyit dan bertanya.
“pesen apa ya, Bik?" tanya Adira penasaran.
“Katanya nanti, Mbak disuruh ke....
Ucap bik Yati terjeda karena lupa harus kemana. Namun bik Yati ingat kalau nyonya nya tadi meninggalkan secarik kertas bertuliskan alamat disana.
“CK. kemana, Bik?" tanya Adira tak sabaran.
“Bentar saya ambil sesuatu dulu." ucap bik Yati mencuci tangan dan segera mencari-cari sesuatu di laci dapur.
“Ini Mbak. Ibu tadi nitip ini. Mbak disuruh kesitu katanya.' ucap bik Yati sambil menyodorkan secarik kertas bertuliskan alamat sebuah restoran mewah.
Adira menerima itu dan membacanya. Kebingungan Adira hari ini bertambah banyak. Teman-temannya yang tidak bisa dihubungi, dan mamanya yang bersikap misterius.
Ting.
Adira dapat pencerahan.
Tristan.
Nama itu yang sekarang ada dalam pikiran Adira. Dia akan menghubungi Tristan untuk menanyakan dimana Amanda.
Akhir-akhir ini Tristan selalu memenuhi pikiran Adira. Setelah kejadian disaat hujan hari senin itu, keduanya jadi semakin dekat.
Disaat tidak bisa bertemu, keduanya bertukar pesan. Dan Adira merasakan hatinya menghangat saat Tristan mengirimnya pesan ‘jangan lupa makan’.
Padahal hanya pesan basa-basi yang udah basi.
Tapi bagi adira itu sangat berarti. Ah ... Adira benar-benar merindukannya.
Namun saat nada sambung berbunyi, tidak ada jawaban sama sekali. Mengapa semua orang jadi aneh. Pikir adira dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments