Sabtu pun tiba, seperti biasa sebelum subuh Tiara sudah bangun dan memulai melaksanakan rutinitasnya.
"Mommy, minggu depan ada festival anak shaleh di sekolahku. Aku mau tampil di atas pentas, kata Bu Guru aku harus sering berlatih" Qiana menyampaikan agenda semester sekolahnya saat Tiara tengah bersiap membantu Qiana memakaikan baju untuknya bersiap pergi ke sekolah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pembelajaran di sekolah Qiana dilaksanakan hari Senin sampai Jumat dan untuk hari Sabtu digunakan untuk pengembangan diri siswa sesuai minat dan bakatnya. Pada semester ini Qiana mengambil ekstrakurikuler Tahfidz Qur'an dan bela diri, semenjak Tiara sering mengajarinya menghafal Al-Qur'an, Qiana semakin tertarik untuk menjadi penghafal Al-Qur'an.
"Iya sayang, kamu mau menampilkan apa?" tanya Tiara lembut sambil menyisir rambut putri sambungnya itu, mereka masih berkutat di kamar Qiana.
"Aku mau hafalan surat An-Naba Mom, sekarang sudah hafal tiga puluh ayat tinggal sepuluh ayat lagi, kata Bu Guru Qia pasti bisa kalau belajarnya rajin dan sering mura...mura...."
"Muraja'ah sayang, muraja'ah itu mengulang hafalan agar tidak lupa, bisa dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain untuk membantu mendengarkan hafalan kita" jelas Tiara,
"Nah itu, aku mau sama Mommy muraja'ahnya" rengek Qiana dengan manjanya.
"Iya, sayang....mulai besok kita tambah jadwal hafalannya ya, sebelum tidur dan sesudah shalat subuh. Biasanya kalau menghafal setelah shalat subuh lebih mudah diingat dan akan susah lupa, makanya Qianya bangunnya jangan kesiangan ya" Tiara mencubit ujung hidung Qiana yang menurutnya sangat menggemaskan. Dia pun memakaikan kerudung pada putri sambungnya itu setelah sebelumnya mengucir rambut panjang Qiana.
"Siap Mommy, Qia akan jadi anak penurut" Qiana bergaya dengan mengangkat tangan kanannya dan ditempelkan di kening sebelah kanannya, hormat pada Tiara.
"Good job, anak shaleh" Tiara kembali mencubit ujung hidung mancung putri sambungnya itu. Mereka pun tertawa bersama dan bergandengan tangan keluar dari kamar untuk menuju ruang makan.
Tanpa sepengetahuan keduanya, lama Arzan berdiri di balik pintu kamar putrinya yang sedikit terbuka, dengan jelas Arzan menguping perbincangan dua wanita beda generasi itu. Ada sesuatu yang membuat hatinya menghangat, lagi-lagi hatinya berbisik jika dirinya terpesona dengan semua perlakuan Tiara pada sang putri, namun egonya masih terlalu tinggi untuk mengakuinya. Segera ia menepis rasa kagumnya pada Tiara, dan kembali meyakinkan dirinya jika hatinya hanya untuk Mitha Pradipta, almarhumah istrinya.
Setelah mengantar Qiana ke ruang makan dan memastikan putri sambungnya itu sarapan dengan benar, Tiara bergegas menuju kamarnya dengan Arzan.
Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, mencari keberadaan suaminya yang sudah tidak ada di atas pembaringan dan suara gemericik air menandakan jika suaminya sedang berada di kamar mandi.
Segera Tiara menyiapkan pakaian untuk suaminya, semalam dia mendengar Arzan bertelepon dengan Arga jika hari ini dia akan mengunjungi beberapa restoran miliknya untuk memantau keadaannya secara langsung. Tiara pun menyiapkan pakaian yang tidak terlalu formal untuk dipakai sang suami hari ini.
Setelah menyiapkan pakaian, Tiara bergegas keluar dari ruang ganti baju dan segera merapikan tempat tidur sang suami. Ranjang king size yang tampak nyaman itu belum pernah sekalipun dia tidur di sana, hampir menjelang satu bulan pernikahannya dengan Arzan, sofa menjadi tempat tidur Tiara selama ini.
Ceklek.... pintu kamar mandi pun terbuka, sekilas Tiara melirik namun segera kembali memalingkan pandangannya. Dia melihat Arzan keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya. Dengan jelas dia melihat dada bidang sang suami yang tanpa cela itu, ada debaran yang tiba-tiba menyergap di dadanya.
Arzan pun sedikit terlihat salah tingkah, sejenak dia mematung di depan pintu kamar mandi melihat Tiara yang kembali sibuk merapikan tempat tidurnya. Dia pun berlalu menuju ruang ganti baju. Senyuman tipis terbit di bibirnya saat melihat pakaian yang sudah disiapkan Tiara.
Tiara yang sudah lebih dulu siap untuk berangkat bekerja pun menunggu Arzan keluar dari ruang ganti dia ingin memberi tahu sekaligus meminta izin untuk bekerja hari ini. Tas gendong yang berisi mukena dan biasanya bekal makan siang pun sudah dia tenteng di punggungnya.
"Eheumm" Arzan berdehem untuk menghilangkan kecanggungan setelah keluar dari ruang ganti dia masih mendapati Tiara tengah duduk di sofa di kamarnya.
"Tuan, hari ini saya mohon izin untuk bekerja dan akan langsung menuju restoran setelah mengantar nona Qiana ke sekolah" Tiara berbicara tenang, dia menatap Arzan dengan tatapan datar menunggu jawaban yang akan diberikan suaminya itu.
"Kamu masih bekerja?" Arzan bertanya heran, dia baru menyadarinya.
"Iya Tuan, saya masih bekerja" jawab Tiara tanpa mengalihkan pandangannya, dia menunduk menghindari tatapan suaminya.
Arzan menatap Tiara, bingung mau berkata apalagi. Di satu sisi dirinya ingin sekali mencegah Tiara untuk bekerja sebagai tukang cuci piring di salah satu restorannya, tetapi di sisi lain dia ingat perkataannya sendiri jika dia akan membiarkan Tiara melakukan apa yang biasa gadis itu lakukan.
"Pergilah!" akhirnya kata itu yang keluar dari mulutnya.
"Terima kasih Tuan" Tiara membalikkan tubuhnya untuk segera keluar dari kamar itu.
"Tunggu" suara Arzan kembali menghentikan langkah Tiara yang sudah memegang handle pintu, dia pun berbalik kembali menghadap suaminya.
Arzan melangkah mendekati Tiara, jarak mereka semakin dekat. Jantung Tiara bahkan tiba-tiba berdetak lebih cepat dari sebelumnya, aroma maskulin tubuh suaminya tercium begitu jelas di indra penciumannya, selangkah dia mundur dan punggungnya langsung terbentur ke dinding membuatnya tak bisa menghindar lagi saat Arzan melangkah semakin mendekatinya.
"Jaga perilakumu, jangan sampai berdekatan dengan laki-laki lain. Ingat kamu sudah bersuami" Arzan berbisik di telinga Tiara, membuat gadis itu mematung. Lidahnya kelu tak mampu mengucap sepatah katapun, pikirannya melayang entah kemana. Tiara hanya mengangguk patuh mendengar apa yang dikatakan suaminya itu.
Arzan pun membuka pintu dan dengan segera keluar lebih dulu dari kamarnya. Sejenak dia berdiri sebelum menuruni tangga, menetralkan kembali detak jantungnya yang berdetak cukup cepat pagi ini.
Tak jauh berbeda dari Arzan, Tiara pun masih mematung di dalam kamar. Pikirannya mereka ulang adegan yang baru saja terjadi, dirinya bergidik ketika mengingat jika suaminya itu berbicara tepat di telinganya dengan jarak tubuh mereka yang begitu dekat.
"Apa maksud kata-katanya tadi? ada apa dengannya?" gumam Tiara pelan.
Dia pun segera tersadar dan beristighfar, Tiara menarik nafas panjang dan berusaha menetralkan kembali perasaannya.
Tiba di ruang makan, Tiara menaruh tas yang sudah digendongnya sejak dari kamar. Dia mengambil piring untuknya memulai sarapan. Sekilas dia melirik sang suami yang tampak menikmati sarapannya.
"Hari ini mau ke resto?" Mami Ratna tiba-tiba bertanya, Tiara menghentikan aktivitasnya bingung mau menjawab karena tidak tahu sang mertua bertanya pada dirinya atau suaminya.
"Iya Mam, sudah lama aku tidak mengecek langsung keadaan resto, hanya beberapa yang akan aku kunjungi. Selebihnya Arga yang akan menghandle" jawab Arzan menjelaskan agendanya hari ini,
"Baguslah, Mami hari ini ada janji dengan Tante Ratih, katanya Hasna akan segera dilamar dia meminta mami untuk membantu segala persiapannya" Mami Ratna pun menjelaskan rencana kegiatannya hari ini.
"Sayang, hari ini kamu bekerja?" Mami Ratna beralih pada Tiara, di menatap menantunya dengan penuh kelembutan.
"Iya Mam, setelah mengantar Qiana aku langsung ke tempat kerja" jawab Tiara mengatakan kegiatan yang akan dijalaninya hari ini.
"Baiklah, hati-hati di jalan ya. Mami kemungkinan akan pulang malam. Ratih ingin semuanya selesai hari ini, lusa acaranya kita semua harus hadir ke sana" Arzan mengangguk, Mami Ratna mengakhiri sarapannya dan mengecup puncak kepala Qiana. Arzan pun mengecup pipi sang Mami yang kemudian beralih ke Tiara dan memeluknya erat.
"Hati-hati, Mami" pesan Tiara saat dia mengantar sang mertua memasuki mobil yang sudah menunggunya dengan sopir pribadinya.
Tiara kembali masuk ke dalam rumah, dia sudah selesai dengan sarapan dan akan mengajak Qiana untuk segera berangkat. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti karena Arzan menghadangnya.
"Tuan, ada yang bisa saya bantu?" Tiara tersentak, kaget dengan Arzan yang tiba-tiba ada di hadapannya. Tidak ada kata-kata yang terucap dari bibir Arzan, dia hanya memperhatikan dengan lekat wajah Tiara yang saat ini begitu dekat dengannya.
"Tuan" Tiara kembali memanggil Arzan, dia mundur dua langkah untuk menghindari getaran hati yang tiba-tiba bergetar sangat cepat.
"Ikut aku!" Arzan melangkah ke ruang kerjanya dengan menuntun tangan Tiara, Tiara kaget melihat tangannya yang digenggam erat oleh Arzan. Perasaannya semakin tak menentu, untuk pertama kalinya laki-laki itu menyentuhnya.
"Tapi Nona Qiana?" tanya Tiara melihat ke arah ruang makan mencari keberadaan anak sambungnya itu.
"Dia akan berangkat dengan Ana dan sopir" jawab Arzan tanpa menoleh dia terus berjalan ke arah ruang kerjanya menuntun Tiara yang tampak kerepotan mengikuti langkah kaki Arzan.Tiara pasrah, dia mengikuti kemana suaminya itu membawanya.
Memasuki ruang kerja Arzan yang tampak luas dan rapi, Tiara mengedarkan pandangannya. Terdapat lemari dengan deretan buku yang begitu rapi, meja kerja dengan kursi kebesaran yang terlihat begitu nyaman. Sebuah sofa dengan meja kecil di depannya melengkapi ruang kerja yang bernuansa abu itu semakin terlihat nyaman.
"Duduklah, aku butuh bantuanmu" titah Arzan setelah mereka memasuki ruangan itu. Arzan mengambil laptopnya, menyalakannya. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard mencari beberapa file yang dibutuhkannya. Arzan menyodorkan laptop itu ke pangkuan Tiara.
"Tolong periksa dokumen itu, aku merasa ada sesuatu yang salah tapi aku tidak tahu apa itu" Arzan menunjuk layar laptopnya, laporan dari orang kepercayaannya yang menangani beberapa usaha hotelnya. El-Malik Grup adalah perusahaan yang bergerak di berbagai lini bisnis, Arzan bahkan memiliki banyak saham di banyak perusahaan yang dikelola oleh orang-orang kepercayaannya.
"Baik Tuan" tanpa menunggu perintah selanjutnya, Tiara menerima laptop itu. Matanya begitu fokus pada layar laptop yang ada di hadapannya. Memeriksa setiap detail laporan itu. Jari-jarinya menari dengan lincah di atas keyboard, membuka halaman baru untuknya mencatat dan mengcopy apa yang ditemukannya.
Arzan memerhatikan semua yang dilakukan Tiara tanpa sedetikpun mengalihkan pandangannya. Dalam hatinya ada kekaguman untuk perempuan yang sudah hampir satu bulan menjadi istrinya itu, tatapannya beralih kepada wajah Tiara yang tampak semakin serius mengerjakan tugas yang diberikan olehnya. Sesekali keningnya tampak mengerut, terkadang matanya pun menyipit bahkan tak jarang dia menggeleng-gelengkan kepalanya membuat Arzan menerbitkan senyum di bibirnya merasa terhibur dengan tingkah Tiara.
Dua jam berlalu, Tiara meregangkan otot tangannya dengan bebas. Dia lupa jika saat ini dia tengah berada di ruang kerja suaminya dan setiap gerak geriknya diawasi oleh suaminya itu.
"Selesai?" suara Arzan mengagetkan Tiara yang sedang melakukan peregangan, gerakannya terhenti tiba-tiba.
"Tuan maaf, saya pikir anda tidak berada di sini" Tiara menundukkan kepalanya karena malu, Arzan hanya tersenyum merespon ucapan Tiara tanpa berniat menjawabnya.
"Saya sudah selesai memeriksanya, ada beberapa catatan yang sudah saya buat terkait kekeliruan laporan ini" Tiara berbicara tanpa menatap Arzan, pandangannya kembali fokus pada layar laptop yang ada di pangkuannya. Arzan pun mendekat, dia duduk di sofa tepat di samping Tiara mendengarkan semua yang Tiara paparkan terkait penemuannya.
Arzan geram ternyata dari beberapa laporan yang diterimanya ada indikasi korupsi di bagian pengelolaan hotel. Wajahnya berubah menjadi lebih serius, mengamati semua catatan hasil temuan Tiara.
"Ini tidak bisa dibiarkan!" ucap Arzan marah, Tiara yang berada disampingnya menoleh membuat Arzan seketika merubah ekspresi wajahnya. Dia sadar sudah membuat Tiara tidak nyaman.
Sejenak suasana ruang kerja itu hening, tapi pandangan Arzan terus tertuju pada wajah Tiara yang dilihatnya dari samping. Tiara masih fokus menyimpan file catatannya dalam laptop Arzan.
"Sudah selesai, mau dimatikan atau?" ucapan Tiara terjeda karena saat menoleh pipinya langsung bertabrakan dengan pipi Arzan yang begitu dekat dengannya. Keduanya membeku Tiara hendak berdiri namun Arzan menahannya, dia bahkan menaruh kepalanya di bahu Tiara.
"Biarkan seperti ini sebentar saja, aku lelah" Arzan memejamkan matanya, sementara Tiara pasrah, membiarkan Arzan melakukan apa yang ingin dilakukannya. Sekuat tenaga dia menahan debaran dada yang semakin tidak terkendali, untuk pertama kalinya mereka berada dalam posisi begitu intim. Meskipun kepala Arzan yang bersandar di bahunya terhalang hijabnya tapi Tiara tidak bisa memungkiri ada gelenyar aneh yang merambah ke seluruh tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Kanaya yasmine
agak lain si arzan ini
2024-03-30
1
Patrish
"Tuan.. "..... tengil amat kamu boz
2024-03-27
1
Ulil
tiara pingin ku cinta ne dng arga looo
2023-05-21
1