Tiara mendekap erat Qiana yang saat ini ada di pangkuannya, tidak mau lepas. Mereka duduk di jok tengah mobil Alpard yang dikendarai Arga sementara Arzan duduk di sampingnya. Saat ini mereka tengah menuju kediaman utama keluarga El Malik. Setelah meyakinkan Tiara untuk bisa ikut dengannya Arzan memilih langsung pulang dan tidak akan kembali ke kantor. Dia masih harus memastikan tentang keamanan dan kenyamanan putrinya bersama orang asing.
Sesekali Arga melirik Tiara dari kaca spion yang berada di atas kemudi. Memerhatikan gadis itu yang selalu menunjukkan wajah berbinar setiap menanggapi celotehan Qiana. Tidak jauh berbeda dengan Riki, Arga merasa tidak asing saat pertama kali melihat gadis berjilbab itu. Pikirannya menerawang, mengingat-ingat di mana dia pernah melihat gadis itu. Sementara Arzan fokus pada tablet yang ada di genggamannya. Beberapa laporan pekerjaan sudah berantai masuk ke emailnya, mengantri untuk diperiksa dan disetujui.
"Bagaimana hasil pertemuan dengan FD Furniture?" Arzan memulai obrolan sambil memeriksa beberapa laporan di tabletnya. Suasana hening, tak ada jawaban dari orang yang ditanyanya. Yang terdengar hanya celotehan Qiana yang dijawab oleh Tiara dengan nada yang cukup pelan. Tiara masih sangat sungkan berada di mobil itu.
"Ga!" Arzan memanggil nama asistennya namun yang ditanya bergeming, fokus dengan jalan yang sesekali matanya melirik gadis yang ada di belakangnya dari kaca spion.
Arzan mengernyit, baru kali ini dia tidak mendapat respon cepat dari asistennya itu. Penasaran, Arzan melirik ke arah Arga dilihatnya pria itu sedang mencuri-curi pandang ke arah belakang.
"Ckk...." Arzan berdecak kesal saat mengetahui jika asistennya itu ternyata tengah mengamati gadis yang bersama putrinya. Arzan mengubah posisi duduknya menyamping, baru saja dia akan menegur asistennya itu tiba-tiba mobil yang ditumpanginya berhenti. Mereka sudah sampai di kediaman utama.
Arga segera turun setelah sampai di halaman rumah bossnya itu, dia benar-benar tidak mendengat pertanyaan bossnya. Arga membukakan pintu untuk sang boss. Setelah memastikan sang boss turun dari mobil dia pun kemudian membuka pintu mobil bagian tengah, membiarkannya terbuka dia pun mundur dua langkah untuk memberi ruang.
Tiara keluar menggendong Qia, anak itu sampai tertidur saat Tiara menceritakan kisah-kisah nabi, Qiana sangat antusias mendengarkan kisah yang baru diketahuinya sehingga berakhir dengan ketiduran di pangkuan Tiara. Dengan sigap Tiara pun keluar dari mobil itu dia sedikit kesulitan berjalan karena tinggi Qiana dengan kakinya yang panjang sedikit menghalangi Tiara saat melangkah.
Arzan mendekat ke arahnya, dia bermaksud mengambil Qiana dari pangkuan Tiara. Tiara yang melihat Arzan menyodorkan tangannya tampak ragu namun ini adalah kesempatannya untuk sedikit meregangkan tangannya yang lumayan pegal karena cukup lama memangku Qiana sejak dalam mobil.
Arzan pun mendekat, dengan jelas dia bisa melihat wajah Tiara dari jarak yang cukup intim. Dia bahkan terlihat kurang fokus dengan tujuan awalnya untuk mengambil Qiana di gendongan Tiara. Tatapannya fokus menatap wajah Tiara, manis ucapnya dalam hati.
'Pantas saja si Arga terus meliriknya' umpatnya dalam hati.
Qiana pun sudah berpindah tangan, Arzan memalingkan wajahnya saat Tiara mendongak. Dia berjalan lebih dulu di depan Tiara, namun pergerakan Arzan kembali mengusik Qiana.
"Kakak, kakak cantik" Qiana mengerjapkan matanya sambil memanggil-manggil Tiara.
"Ini sayang, Kakak di sini" mendengar Qiana memanggilnya refleks membuat Tiara mendekat ke arah Arzan, mensejajarkan langkah mereka.
Kedatangan mereka disambut riuh oleh Nyonya Ratih dan Ina, baby sitter Qiana.
"Sayangnya oma udah pulang, sini sayang sama oma" Nyonya Ratih merentangkan tangannya untuk memeluk Qiana, tapi Qiana menggelengkan kepalanya, dia mengeratkan pelukannya di leher sang papi.
"Ini siapa?" perhatian nyonya Ratih beralih pada sosok gadis berjilbab yang terlihat masih muda itu. Sepertinya umurnya di bawah Ina, pikir nyonya ratih.
"Saya......" Tiara yang hendak menjawab terhenti saat Arga tiba-tiba sudah berada di belakangnya,
"Dia kakak cantik yang dimaksud Qiana Nyonya, hari ini Qiana memintanya untuk memasak makanan yang waktu itu dia makan bersama Qiana jadi kami membawanya ke sini. Perkenalkan dirimu" Titah Arga, dia menyambar begitu saja menjelaskan dengan detil perihal Tiara dan maksud kedatangannya ke rumah itu.
Tiara pun mengangguk tanda mengiyakan apa yang disampaikan Arga, dia mengulurkan tangan ke arah nyonya Ratih untuk memperkenalkan diri.
"Tiara, Nyonya" uluran tangan Tiara pun disambut baik oleh nyonya Ratih.
"Saya Ratih, omanya Qiana. Maaf ya cucu saya jadi merepotkan.
"Tidak nyonya, sama sekali tidak merepotkan" jawab Tiara jujur, namun jawabannya ternyata membuat Arga mencebikkan bibir. Pasalnya di restoran tadi susah payah dia membujuk dan meyakinkan Tiara agar mau ikut bersama mereka. Tiara pun melirik ke arah Arga, dia tahu jika saat ini laki-laki itu tengah menatapnya. Dia pun hanya meringis saat pandangan mereka sejenak bertemu. Interaksi mereka berdua tanpa sengaja tertangkap oleh netra Arzan, dia sedikit mengerutkan keningnya heran dengan asistennya. Sependek pengetahuannya tidak biasanya dia berinteraksi seperti itu dengan orang lain apalagi perempuan.
Tiara segera mengalihkan pandangannya pada Ina, dia pun mengulurkan tangannya pada gadis itu.
"Tiara" ucap Tiara menyebut kembali namanya saat bersalaman dengan Ina.
"Saya Ina, saya pengasuhnya nona Qiana" jawab Ina ramah.
"Kalau begitu mari masuk, kamu jangan sungkan ya" Nyonya Ratna mengajak Tiara masuk, dan diikuti oleh yang lainnya.
Memasuki rumah mewah itu, Tiara seakan de javu. Dia teringat dengan keluarganya. Mengedarkan pandangannya ke setiap sudut dari rumah itu Dulu dia pun memiliki beberapa kemewahan seperti yang dilihatnya saat ini, walau pun tidak semewah di rumah ini. Tapi dulu keluarganya termasuk orang yang serba berkecukupan bahkan berlebih. Namun keadaan yang menimpa sang ayah membuat alur hidup keluarganya berubah seratus delapan puluh derajat.
"Silahkan duduk, Ina tolong kamu beri tahu Bi Asih untuk membuatkan minum dan yang lainnya" Nyonya Ratih memberi perintah pada Ina, hal itu pun mengembalikan kesadaran Tiara dari lamunannya.
"Kakak, ayo ikut aku ke dapur. Aku akan menunjukkan dapur tempat nanti kita memasak" Qiana menghampiri Tiara yang baru saja mendaratkan tubuhnya di sofa empuk yang berada di ruang tengah. Nyonya Ratih sengaja membawa Tiara langsung ke ruangan itu agar bisa lebih akrab.
"Tapi nona harus mengganti baju terlebih dahulu" Ina mengingatkan nona kecilnya itu untuk berganti baju. Saat ini Qiana masih memakai baju seragam sekolahnya.
"Iya sayang, ganti baju dulu ya biar nanti masaknya lebih nyaman Kalau masih pakai baju seragam sekolah, nanti kurang nyaman. Itu kan baju buat ke sekolah" tiara menimpali saat Qiana menunjukkan gelagat enggan untuk berganti baju.
Qiana pun mengangguk, mengerti dengan penjelasan Tiara.
"Tapi Kakak ikut ke kamar aku ya" rengek Qiana. Tiara pun menoleh ke arah Ina dan Nyonya Ratih.
"Iya, boleh. Nanti diantar Mbak Ina ya ke kamar Qianya" Nyonya Ratih mengerti tatapan Tiara. Dia pun menyetujui keinginan cucunya itu.
Qiana menuntun Tiara dan diikuti Ina menuju kamarnya. Sementara Arzan dan Arga mereka menuju ruang kerja untuk membahas perihal pekerjaan yang hari ini dia tinggalkan demi menemani sang putri mencari kakak cantiknya.
Tiara memenuhi janjinya, dia memasak menu yang diinginkan Qiana. Dengan cekatan Tiara bergelut dengan bahan-bahan masakan dan peralatan dapur yang serba mewah itu. Tentu hal ini tidaklah sulit untuk Tiara, meskipun dulu dia berasal dari keluarga berada namun didikan sang ibu begitu kental. Menjadikan Tiara sosok gadis yang mandiri dan bersahaja.
Ibunya selalu bilang jika sehebat apapun seorang perempuan, setinggi apapun pendidikan dan jabatannya dia tetap harus ingat jika tugas utamanya adalah di rumah. Menjadi istri dan ibu yang baik untuk suami dan anak-anaknya. Hal itu membuat Tiara menguasai hampir semua keterampilan yang memang seharusnya dimiliki seorang perempuan. Memasak, mencuci, merapikan rumah bahkan berkebun adalah keterampilan yang selalu diajarkan sang ibu kepadanya sejak dirinya memasuki sekolah dasar. Sehingga ketika Tiara harus jauh dari keluarga, dia sudah cukup mandiri untuk bisa hidup sendiri.
Waktu makan malam pun tiba Qiana yang sudah rapi mandi dan berganti pakaian bersama Ina sudah siap duduk di kursi biasa tempatnya makan bersama keluarga. Qiana mau membantu Tiara memasak, hingga bajunya kotor dan kembali dimandikan oleh Ina. Begitupun Nyonya Ratih. Dia begitu senang melihat apa yang disajikan Tiara.
"Nyonya, saya dapat resep baru dari Non Tiara. Ini langsung dicoba mumpung masih ada master chef nya" bi Asih melaporkan temuan barunya hari ini. Dengan bangga dia menunjukkan hasil masakan yang menurutnya adalah resep Tiara, tentu saja proses pembuatannya pun langsung dibantu oleh Tiara.
"Benarkah? apa itu?" tanya Nyonya Ratih antusias.
"Ini opor ayam Nyonya, tapi cara bikinnya berrrrrbeda. Dijamin rasanya pun luarrrrr biasa" Bi Asih menjawab dengan ekspresi yang membuat semua tertawa. Tiara hanya tersenyum simpul melihat aksi bi Asih.
"Non Tiara memang keren, masih muda tapi sudah pintar masak. Udah pas jadi istri" kelakar Bi Asih semakin menghangatkan suasana. Biasanya, momen makan malam hanya diikuti oleh nyonya Ratih dan Qiana. Tak jarang beliau pun meminta para pelayan di rumahnya untuk menemaninya makan.
Arzan lebih sering makan di luar. Dia selalu pulang larut. Semenjak ditinggal istrinya dia lebih gila kerja, walaupun prioritasnya tetap Qiana. Sesekali makan di rumah jika sang putri yang meminta tetapi berbeda dengan malam ini. Suasana di ruang makan terasa lebih hangat. Kehadiran Tiara di dapur yang bersatu dengan ruang makan itu membuat suasana berbeda. Semua orang di sana menyambutnya dengan baik.
"Bibi jangan berlebihan, biasa aja ko. Opor ayam ya pasti gitu rasanya" Tiara merendah, dipuji karena masakannya enak bukan hal baru bagi Tiara. Teman-temannya selalu bilang jika masakannya sangat enak bahkan bisa diadu dengan masakan di hotel bintang lima sekalipun.
"Coba saya cicipi ya" Nyonya Ratih meraih piring dan sendok yang ada didekatnya, dia pun menyendok kuah opor ayam yang sudah tersaji di atas meja. Dari aromanya beliau sudah bisa menebak jika rasanya pasti enak.
"Eummmm..." nyonya Ratih mengunyah ayam yang terasa sangat empuk dan meresap bumbu itu. Dia kembali menyendok kuah opor ayam dan menyuapkannya.
"Oma, Qia mau" Qiana yang sejak tadi memperhatikan omanya tergiur dengan opor ayam itu, ekspresi yang ditunjukkan nyonya Ratih membuat menelan air liur.
"Ina, panggilkan Arzan dan Arga cepat. Dia harus merasakan enaknya opor ayam ini" mengabaikan permintaan cucunya, nyonya Ratih menyuruh Ina untuk memanggil putra.dan asistennya.
"Baik, Nyonya" Ina pun berlalu menuju ruang kerja tuannya.
"Oma, aku mau" Qiana kembali merengek.
"Iya sayang, iya, maaf oma keasikan sendiri. Habis opor ayamnya enak banget. Kamu pasti suka" Nyonya Ratih mengambil piring dan menyendok opor ayam untuk cucunya.
"Eumm...delicious...." ekspresi yang ditunjukkan Qiana tidak jauh beda dari Nyonya Ratih membuat Tiara tersenyum senang karena masakannya cocok di lidah mereka.
"Sayang, tumis jagungnya juga sudah siap lho..." Tiara mengingatkan gadis kecil itu dengan keinginan awalnya.
"Eummh...iya kakak, aku mau tapi aku mau habisin dulu opor ayamnya, enak" Qiana menjawab dengan mulut yang penuh.
"Putri papi lagi makan apa? lahap banget kayanya. Ko gak nungguin papi sih?" Arzan disusul Arga datang menghampiri sang putri. Dia langsung menginterogasi sang putri yang sedang makan dengan lahapnya.
Berbeda dengan Arzan, aroma masakan yang menusuk di hidung Arga sangat menggugah selera. Sudah lama dia tidak merasakan masakan rumahan, dari aromanya Arga bisa membedakan. Dia pun memundurkan kursi dan duduk di sana. Langsung mengambil perkedel jagung yang berwarna kuning keemasan yang menyita perhatiannya. Sesekali dia pun melirik Tiara dengan pipi merona merah karena baru saja selesai memasak. Dia menata semua hasil masakannya yang terlihat menggugah selera itu di meja makan.
"Sayang, kamu harus makan ini. Ini opor ayam terenak yang pernah mama makan" Nyonya Ratih berbicara pada putranya tanpa mengalihkan perhatiannya dari piring yang kini sudah ditambah nasi.
"Ini juga enak, renyah dan gurih" Arga menimpali, dia kembali memasukan potongan gorengan kedua yang diambilnya ke dalam mulutnya.
Arzan penasaran dia pun duduk dan mengambil piring. Makan malam di mulai, setelah Qiana dengan lantang membaca do'a sebelum makan, momen yang terlewatkan karena saking excitednya nyonya ratih menikmati opor ayam yang awalnya hanya mau mencicipi, namun ternyata bikin nagih.
Tiara turut bergabung bersama mereka, sementara bi Asih dan Ina kembali ke belakang. Mereka menikmati makan malam terpisah, bersama dengan pekerja lainnya di rumah itu. Tiara sengaja memasak dalam porsi besar setelah sebelumnya bertanya ada berapa orang penghuni rumah itu. Semua pekerja pun menikmati masakan yang sama, bi Asih sebagai juru masak di rumah itu sangat antusias memamerkan resep baru yang didapatnya dari Tiara, Ina yang biasanya bergabung di ruang makan karena harua menyuapi Qiana sekarang bergabung dengan pekerja yang lainnya karena Qiana mau makan sendiri. Nani pekerja yang bertanggung jawab di bagian pakaian, Reni dan Bi Anah yang bertanggungjawab terhadap kebersihan dan kerapian di rumah ini, Mang Dodo tukang kebun dan Pak Pendi supir keluarga yang sudah mengabdikan hidupnya sejak Tuan Malik masih ada juga bergabung menikmati makan malam. Tidak lupa Rido satpam yang stand bye di depan pun dikirimi makan malam oleh bi Asih. Mereka semua larut dalam kenikmatan makan malam bersama dengan masakan yang istimewa menurut mereka.
Sementara di ruang makan, semua terdiam. Masing- masing asik menikmati makanannya. Qiana yang biasanya selalu berceloteh kini fokus dengan makanannya. Sesekali kata enak keluar dari mulutnya saat menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya. Dia sampai menambah porsi makannya begitu pun dengan Nyonya Ratih dan Arga. Arzan tersenyum senang melihat putrinya makan dengan lahap baru kali ini dia melihat sang putri begitu bahagia saat makan, dirinya pun sangat menikmati makan malamnya kali ini.
"Jadi kamu bekerja di restoran? sebagai koki?" Nyonya Ratih akhirnya melepas keheningan, dia bertanya pada Tiara sambil tetap menikmati makan malamnya.
"Iya Nyonya, sebelumnya saya bekerja di restoran Insya Allah besok katanya sudah mulai bisa bekerja lagi" Tiara melirik sekilas ke arah Arga dan Tuan Arzan, yang dilirik anteng dengan makanannya. "Tapi buka sebagai koki." jawab Tiara jujur.
"Hah, sebagai apa?" Nyonya Ratih menghentikan makannya, beralih menatap Tiara menunggu jawaban.
"Petugas cuci piring, Nyonya" jawab Tiara lirih.
"Apa?" sontak kekagetan Nyonya Ratih menghentikan aktivitas makan Arzan dan Arga yang kini sedang ditatap tajam bergantian oleh sang ibunda.
"Saya tidak tahu nyonya, Riki yang mempekerjakannya" Arga cepat menjawab, mencari aman. Nyonya Ratih pun beralih pada sang putra.
"Itu bukan urusanku, Mam" jawab Arzan tak kalah membuat Nyonya Ratih semakin kesal.
"Kalau begitu, kakak cantik bekerja di sini saja biar setiap hari bisa masakin Qia" Qiana yang asik menikmati makanannya pun terusik, dia berbicara dengan mulut penuh tumis jagung yang belum dikunyahnya membuat Arzan dan Arga mematung seketika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Ulil
Numero Uno
2023-05-21
2
Ine Kaniawati
Nah...skrg Omanya Qiana yg jatuh hati sm kamu Tiara...
2023-03-18
0
Saras Wati
boleh donk...bagi bagi resep opor ayam nya
2023-02-11
1