Sudah dua hari Tiara berada di rumah nenek imah, setelah resmi dipecat dari restoran tempatnya bekerja Tiara belum mendapatkan pekerjaan baru. Saat ini dia tengah mempersiapkan diri karena besok adalah hari pertama dia kembali kuliah. Tekadnya bulat untuk menyelesaikan kuliahnya tahun ini dan bisa mengikuti wisuda sesuai impiannya.
Tiara sedang menghitung uang hasil bekerjanya selama seminggu. Dia belum memberi tahu nenek imah jika dirinya diberhentikan dari pekerjaannya.
"Satu juta dua ratus lima puluh ribu" dia menyelesaikan hitungan uangnya dan memasukkannya ke dalam kotak yang terkunci sebagai tempatnya menabung.
"Masih perlu banyak untuk membayar uang semester" gumamnya lirih, harusnya jika dia bekerja lembur dalam dua bulan ke depan akan bisa mengumpulkan uang untuk membayar biaya kuliahnya. Semua sudah Tiara perhitungkan, namun rencana yang sudah disusun apik itu tiba-tiba hancur dalam hitungan detik karena peristiwa yang sama sekali tidak pernah terlintas di benaknya akan terjadi.
"Aku harus cari kerja kemana lagi? besok kuliah sudah mulai, dimana lagi bisa dapat kerjaan paruh waktu dengan gaji lumayan seperti itu" Tiara bingung sendiri, terpekur dia memikirkan perjalanan hidupnya. Jika selama ini kalau butuh uang dia tinggal menelepon sang ibu atau ayahnya dan dalam hitungan menit langsung masuk ke rekeningnya sesuai permintaan. Kini dia benar-benar harus berusaha sendiri.
"Ya Allah, tolong aku" ucapnya lirih.
Sementara di kediaman mewah keluarga El-Malik, saat ini seorang gadis kecil kesayangan keluarga itu tengah merajuk. Qiana ingin makan siang dengan tumis jagung manis dan telur ceplok. Menu yang dia makan beberapa hari yang lalu dengan Tiara.
Asisten rumah tangga yang bertugas memasak pun menyiapkan menu sesuai permintaan sang tuan putri. Tetapi lagi-lagi Qiana merajuk karena rasa masakan yang saat ini dimakannya berbeda dengan waktu itu. Asisten rumah tangga iti pun mengulangi masakannya sesuai intruksi sang tuan putri, namun hasilnya tetap sama. Rasa masakan itu beda di lidah tuan putri.
Arzan bingung harus membujuk sang putri dengan cara apa. Dia menghentikan semua aktivitasnya di kantor saat mendapat telepon dari sang ibu bahwa anaknya tidak mau makan dan menangis, segera meluncur ke kediamannya. Arzan melihat ke arah sang ibu yang sama-sana bingung dengan kemauan cucunya siang ini.
"Pokoknya aku mau balik ke restoran papi, aku mau makan sama kakak cantik di sana" pekik Qiana di sela tangisnya, membuat Nyonya Ratih dan Arzan mengernyit heran.
"Kakak cantik?" kompak keduanya bertanya.
"Iya kakak cantik, dia yang nyuapin aku sama jagung dan telor ceplok, rasanya enak. aku mau lagi Papi..." rengek Qiana tidak peduli dengan raut wajah papi dan omanya saat ini yang semakin heran mendengar penjelasan Qiana.
"Restoran mana sayang?" Arzan kembali bertanya, sejujurnya dia sudah melupakan peristiwa beberapa hari yang lalu di salah satu restorannya.
"Restoran Papi ..." Qiana kembali berteriak menjeda tangisnya yang semakin sesenggukan.
"Iya, iya sayang, restoran papi" jawab Arzan cepat, dia tidak mau membuat sang putri kembali marah.
Arzan menoleh ke arah ibunya meminta petunjuk restoran mana yang dimaksud Qiana. Ada lima restoran milik Arzan yang berada di Bandung. Arzan benar-benar tidak ingat restoran mana yang didatangi putrinya dan bertemu dengan kakak cantik yang dimaksud putrinya itu.
"Mungkin maksud nona restoran yang kita kunjungi waktu tuang pulang dari luar negeri" Ina sang baby sitter menimpali.
"Kakak.....kakak cantik, aku mau kakak cantik" Qiani kembali menangis, kali ini dengan memanggil nama kakak cantik yang tidak diketahui siapa namanya, misterius.
"Iya sayang kita akan menemui kakak cantik, kamu jangan nangis lagi ya, capek. Lihatlah matanya sudah bengkak begini" Arzan kembali merengkuh sang putri, dia paling tidak bisa melihat putrinya menangis seperti ini. Bayangan sang istri saat menghembuskan nafas terakhirnya kembali datang menghampiri. Tak jarang diapun turut meneteskan air mata jika sudah seperti itu.
"Janji ya Pi" Qiani menghentikan tangisnya, dia mengacungkan jari kelingkingnya untuk ditautkan dengan jari kelingking Arzan, tanda jika apa yang Arzan ucapkan akan dia tepati sebagai janji.
"Iya sayang, papi janji" tak ada pilihan, Arzan meladeni keinginan sang putri, melakukan hal yang sama mengangkat jari kelingking dan menautkan dengan jari kelingking sang putri tercinta.
Arzan membatalkan semua janjinya siang ini, Arga sampai kelimpungan karena harus membatalkan janji temu Arzan dengan orang-orang penting secara tiba-tiba. Permohonan maaf pun dilayangkan atas ketidaknyamanan ini. Arga sudah memahami jika Arzan akan menjadikan putrinya prioritas utama, dia rela kehilangan proyek bermiliyar-milyar hanya demi memenuhi keinginan sang putri. Cinta Arzan untuk Qiana bahkan lebih besar daripada cintanya pada Almarhumah istrinya.
Sesampainya di restoran Arzan langsung menuju ruangan Riki, memasuki pintu restoran yang terbuka otomatis saat dia hendak memasukinya menggendong sang putri dan diikuti Arga sang asisten yang menyusul masuk setelah memastikan mobilnya terparkir dengan baik. Riki, sahabat sekaligus orang kepercayaannya untuk mengurus restoran itu tidak mengetahui jika bossnya akan datang. Kedatangannya mengagetkan beberapa karyawan yang tidak tahu jika sang owner akan berkunjung ke sana,
"Assalamu'alaikum" tanpa mengetuk pintu Arzan langsung memasuki ruangan itu. Riki yang sedang anteng di depan layar komputer memeriksa setiap laporan yang masuk dari karyawan yang bertugas menjadi penanggung jawab di setiap bagian dari restoran itu pun terhenyak, tidak menyangka boss besarnya akan datang mendadak seperti ini, tidak seperti biasanya. Biasanya sang asisten akan memberi tahunya jika tuan muda akan berkunjung ke restoran.
"Wa'alaikumsalam. Tuan, benarkah ini anda?" Riki menyapa dengan formal, saat ini masih jam kerja, Riki tidak mau disebut tidak profesional menjalankan tugasnya.
"Ckk ..."Arzan berdecak. " Saat ini aku tidak sedang menjadi tuanmu, bersikaplah biasa. Aku ingin meminta bantuanmu, putriku membutuhkannya" jelas Arzan menyampaikan tujuan kedatangannya.
Riki mengerutkan kening, menatap lekat gadis kecil yang kini berada di pangkuan Arzan. Terlihat matanya sembab karena habis menangis.
"Anak cantik keponakan omm kenapa?" Riki mencoba menyapa Qiana yang murung dan berwajah cemberut tidak seperti biasanya, dia mengusap kepala Qiana yang masih berada di pangkuan ayahnya.
"Aku mau kakak cantik" jawab Qiana dengan nada sedih, sisa isak tangis masih terdengar jelas dari suaranya.
"Kakak cantik?" Riki balik bertanya, dia tidak faham siapa yang dimaksud Qiana dengan kakak cantik itu.
"Wanita yang bermain dengan Qiana di taman mushala saat dia dikabarkan hilang" Arga menimpali. Dia ingat jika pertemuan Qiana dengan kakak cantik yang dimaksud anak itu terjadi saat dirinya sempat menghebohkan seisi restoran karena dikabarkan hilang nyatanya dia sedang bermain dengan kakak cantik itu.
"Tiara?" tanya Riki memastikan.
"Gue tidak tahu siapa namanya dan dari mana asalnya, hanya yang pasti gue minta lo suruh dia datang sekarang juga ke ruangan lo. Gue gak mau Qiana ngamuk lagi saat dia terbangun. Setelah tadi ditanyai Riki, tiba-tiba terdengar dengkuran halus nafas Qiana, rupanya gadis kecil yang cantik itu sudah terlelap di pangkuan sang ayah karena lelah sudah menangis dalam waktu yang cukup lama.
"Kenapa emangnya?" Riki penasaran dengan maksud perkataan Arzan, dia duduk di sofa tepat berhadapan dengan tuan muda itu. Menatapnya heran, tumben-tumbennya dia menanyakan karyawannya. Dia pun bertanya dengan senyum yang dikulumnya.
"Lo gak denger tadi Qiana mau bertemu dia?" sentak Arzan mulai kesal karena Riki yang bertanya dengan nada meledek namun dengan nada pelan, di pangkuannya masih ada Qiana yang baru saja memejamkan matanya.
Bukan tanpa alasan Riki menanyakan hal itu. Jarang-jarang Arzan menanyakan seorang wanita, selama ini dia sangat menjaga jarak dengan makhluk Tuhan yang satu itu. Arzan juga tidak mengizinkan Qiana sering berinteraksi dengan orang lain, itulah sebabnya dia bersikap seolah marah saat mengetahui Qiana bersama orang asing.
"Oke..oke..oke.., woles Boss. Gue akan minta staf buat manggil dia" sahut Riki panik.
"Wid, tolong kamu masuk ke ruangan saya" Riki menghubungi bagian personalia di restoran itu untuk datang ke ruangannya.
Arzan melihat putrinya yang tertidur lelap di pangkuannya. Perlahan dia pun beranjak menuju ruang yang disekat lemari tinggi sebagai pembatas, ruang yang terdapat sebuah single bad tempat yang biasa digunakan Riki atau dirinya beristirahat saat berkunjung lama ke restoran itu. Arzan pun menidurkan Qiana di atas bed dengan perlahan.
Tok...tok..tok...
"Masuk!" Riki memerintahkan stafnya masuk setelah terdengar suara ketukan pintu.
"Maaf Pa, ada yang bisa saya bantu?" Widia, staf bagian personalia yang tadi dihubungi Riki pun datang dan bertanya kebutuhan Riki memanggilnya.
"Kamu tahu pegawai yang bermain dengan Qiana beberapa hari yang lalu?" Riki langsung to the point menanyakan maksudnya.
"Iya Pa, dia Tiara. Pegawai baru di bagian tim kebersihan. Waktu itu Bapak sendiri yang menginterviewnya, kebetulan saya sedang cuti" terang Widia mengingatkan.
"Ya, saya ingat. Sekarang tolong kamu panggil dia ke mari" titah Riki.
"Maaf Pak, saya mendapat laporan dari Anggia jika pegawai itu sudah dipecat" Widia menyampaikan ajuan yang disampaikan Anggia ke bagian personalia beberapa hari yang lalu yaitu mengenai pemecatan Tiara karena telah berperilaku yang merugikan perusahaan.
"Apa maksud kamu? kenapa dia dipecat? dan kenapa saya tidak tahu?" Riki kembali memberondong Widia dengan banyak pertanyaan, Arga yang saat itu sedang duduk di sofa hanya menyimak perbincangan antara Riki dan stafnya.
"Apa kamu bilang?" Arzan yang baru keluar dari ruangan tempat dirinya menidurkan Qiana pun bertanya memastikan.
Deg...Widia terkejut melihat kedatangan Arzan yang tiba-tiba. Raut wajah serius yang ditunjukkan Arzan menambah ketakutan Widia.
"Ma...maaf Pak, saya hanya menerima laporan sesuai pengajuan. Di sana tertulis alasan jika yang bersangkutan jelas melanggar aturan yang ada di restoran ini" Widia kembali menjelaskan sesuai fakta yang didapatnya.
"Siapa yang bertanggung jawab atas pegawai itu?" Arga yang sejak tadi diam dan hanya mendengarkan akhirnya bersuara. Dia sudah melihat gelagat yang tidak baik dari bossnya, saatnya dia harus turun tangan. Arzan menjatuhkan tubuhnya kasar di atas sofa, terlihat ada kekesalan di wajahnya.
"Ang..Anggia Pak, dia yang bertanggung jawab urusan kebersihan" jawab Widia gugup.
Tuut....."Anggia, ke ruangan saya sekarang" Riki dengan cepat bertindak, dia menghubungi Anggia melalui saluran telepon di atas meja kerjanya tanpa menunggu lagi. Suasana semakin tegang, Widia tidak berani beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri saat ini.
Tok..tok...tok...
"Masuk!"
"Permisi Pak, ada yang bisa saya bantu?" Anggia memasuki ruangan sang manajer dengan tenang, dia belum menyadari keberadaan orang-orang di ruangan itu.
Deg....tiba-tiba jantungnya terhenyak saat melihat sosok yang tengah duduk di sofa, Tuan Muda Arzan, boss besar yang terkenal dingin dan tegas. Selama dia bekerja di sana, belum pernah melihat tuan muda itu tersenyum ramah pada karyawannya.
"Kamu memecat pegawai kebersihan itu?" Riki langsung pada pokok permasalahannya.
"Maksud Bapak?" Anggia masih belum faham arah pembicaraan atasannya itu.
"Waktu kejadian hilangnya nona Qiana, aku menyuruhmu mengurus gadis itu. Kamu bilang kamu yang bertanggung jawab atas gadis itu" Arga menjelaskan, waktu itu memang dia yang menangani masalah itu.
"Oh maksud Bapak Tiara? iya Pak saya sudah pecat dia, apa yang dilakukannya sudah keterlaluan. Percobaan penculikan nona Qiana sudah tidak bisa ditolerir" Anggia berkata dengan menggebu-gebu.
"Kamu sudah memastikan tuduhan itu?" tanya Arga mulai mengintrogasi Anggia. Dia merasa jika tindakan Anggia keterlaluan dengan memecat pegawai itu, saat itu dia hanya meminta ingin agar Anggia memberikan peringatan saja. Saat melihat gadis itu sebenarnya Arga merasa tidak asing dengan wajahnya, tapi dia terlalu sibuk untuk mengingat dimana pernah bertemu gadis itu.
"Iya Pak, gadis seperti dia sudah pasti melakukan itu pasti karena uang. Saya rasa tindakan saya sudah benar sebagai upaya preventif agar tidak terjadi lagi hal serupa. Sejak pertama kali bekerja dia memang sudah menunjukkan gelagat aneh" Anggia kembali membenarkan tindakannya.
"Maksud kamu?" Riki penasaran dengan maksud ucapan Anggia.
" Iya, Pak dia suka tebar pesona sama para pegawai, Pak Doni sampai suka ke belakang untuk melihat dia" Anggia menjelaskan sesuai hasil pengamatannya, Dono adalah staf yang menangani bagian pelayanan. Dia bertugas di depan, memastikan pengunjung yang datang mendapatkan pelayanan yang memuaskan.
"Rik, lihat cctv hari itu!" Arga mengambil keputusan, sementara Arzan masih setia mendengarkan perbincangan tentang gadis itu.
"Laptop pun sudah berpindah ke atas meja di depan sofa tempat Arzan duduk, Riki dan Arga pun duduk berdampingan di sofa yang sama dengan Arzan. Dengan seksama mereka memperhatikan setiap adegan yang ada di rekaman video itu. Begitu pun Widia dan Anggia yang berdiri di belakang mereka.
Arzan menghela napas, dari semua rekaman tidak ada satupun adegan yang menunjukkan jika gadis itu akan menculik putrinya. Bahkan Qianalah yang terlihat mengganggu gadis itu saat bekerja namun dengan sabar gadis itu melayani putrinya.
Berpindah ke rekaman selanjutnya, area luar dan dalam mushala. Terlihat sang putri yang memaksa ingin ikut ke mushala. Dia pun turut meminta gadis itu membantunya berwudhu dan memakaikan mukena saat sudah berada di dalam mushala, mereka pun melaksanakan shalat berjamaah. Nyessss, ada sesuatu yang membuat hati Arzan tiba-tiba merasa sejuk saat melihat adegan itu, Qiana menyalami gadis itu dan mencium punggung tangannya dibalas dengan kecupan di kening Qiana yang membuat putrinya tersenyum bahagia.
Rekaman ketiga di area taman. Arzan melihat gadis itu sepertinya sedang membujuk Qiana agar kembali ke dalam tetapi Qiana keukeuh dengan pendiriannya, dia terus memegang ujung baju gadis itu. Terlihat gadis itu mengeluarkan kotak bekal makannya, dia melihat ke arah Qiana yang menatap makanan itu dengan dalam. Gadis itu pun menyuapi Qiana dengan lahap bahkan dirinya sendiri pun tidak jadi makan karena Qiana yang minta terus disuapi.
Arzan menarik napas dalam, melihat semua adegan itu membuatnya merasa bersalah. Begitupun dengan Arga dan Riki, mereka menoleh ke arah Anggia dengan wajah pias setelah melihat semua rekaman itu dengan tatapan yang tajam.
"Cari gadis itu sekarang, pastikan sebelum Qiana bangun gadis itu sudah berada di sini" Arzan memerintah dengan suara tegas, dia pun beranjak dari tempat duduknya. Melangkah menuju ruangan dimana putrinya tidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Ulil
big boss kok d lawan
2023-05-21
2
Ingka
Nah..kan..Tiara pasti kamu dicari lg..Qiana sdh jatuh cinta sm kamu. Pasti papi Arzan bakal nyari kamu krn Qiana yg minta..apa yg ngga dikabulkan sm papi Arzan bwt Qiana ? Lama2 nanti Papi Arzan malah yg jatuh hati sm kamu Tiara... huhuy...😁
2023-03-18
1
Suyatno Galih
nahhh kau Anggia, panik gak panik gak ya panik lah. kebakaran bulu ketek lue
2023-02-22
1