Tepat pukul sebelas siang sebuah mobil alphard berwarna putih memasuki area parkir restoran mewah. Seorang wanita paruh baya lebih dulu turun dari mobil mewah itu disusul seorang perempuan muda yang menggendong anak gadis yang masih berseragam sekolah play group.
Nyonya Ratna sengaja menjemput cucu tercintanya karena langsung akan menuju restoran sesuai janjinya dengan sang putra. Beberapa menit yang lalu Tuan Arzan menelepon jika dirinya sudah sampai di bandara dan akan langsung menuju lokasi.
Qiana dengan riang turun dari gendongan pengasuhnya, dia berjalan lebih dulu dan mendapat sambutan luar biasa dari para pegawai restorannya. Riki sebagai orang kepercayaan sekaligus sahabat Tuan Arzan langsung turun menyambut kedatangan sang tuang putri setelah menerima kabar dari supirnya jika mereka tengah on the way.
Semua orang tersenyum ramah, beberapa staf perempuan bahkan berusaha mencari perhatian sang tuan putri karena tahu dia adalah prioritas utama boss besarnya. Kehadiran Nyonya Ratna yang berada di samping Qiana tak kalah menjadi pusat perhatian. Wanita yang masih terpancar jelas aura kecantikannya itu memang selalu berhasil membuat kagum semua orang.
Selain cantik dan tampak awet muda, Nyonya Ratna juga terkenal ramah dan bersahaja. Dia tidak mau diperlakukan istimewa, tidak canggung untuk menyapa setiap karyawan dan menanyakan keadaan diri dan keluarganya. Nyonya Ratna pun sering turun tangan terlibat langsung mencoba pekerjaan yang dilakukan para karyawan restonya. Penampilannya yang sederhana dan merendah itu semakin membuat karyawannya berprilaku segan.
"Assalamu'alaikum" Nyonya Ratna menyapa semua karyawan yang menyambutnya dengan ramah. Riki yang berada di garda terdepan menyambut nyonya besar pun mengulurkan tangannya untuk bersalaman dan mencium tangan sang nyonya. Riki adalah sahabat tuan Arzan sejak kecil, apalagi orang tua Riki juga masih kerabat jauh almarhum suaminya membuat Nyonya Ratna memperlakukan Riki sama seperti memperlakukan sang putra.
"Wa'alaikumsalam" semua karyawan kompak menjawab dengan senyum ramah membalas sapaan nyonya besar.
"Mama apa kabar?" jeda Riki, menghentikan sejenak langkah Nyonya Ratna setelah mencium tangannya penuh takzim.
"Mama baik, kamu? kemana aja? kenapa jarang ke rumah? Mama kangen loh" Nyonya Ratna menjawab tak kalah ramah, dia memberondong Riki dengan banyak pertanyaan. Menanyakan perihal Riki yang akhir-akhir ini jarang datang ke rumah.
"Maaf Ma, Riki sibuk. Sibuk bersembunyi karena Ayah yang terus memaksa buat cepat nikah" kelakar Riki diiringi tawa renyah, yang membuat Nyonya Ratna pun ikut tertawa dan memukul pelan lengan pemuda yang sudah tampak mapan itu.
"Kamu itu, bukannya seneng disuruh nikah ini malah sibuk sembunyi" Nyonya Ratna menyela tawa Riki.
"Maunya sih Mam, cuman kalau belum ada calon istrinya mau nikah sama siapa? aku masih jomblo Mam" jawab Riki. Mereka terus mengobrol sambil berjalan menuju tempat duduk VIP yang sudah disediakan khusus untuk sang owner.
"Ah mama mah gak percaya kalau kamu belum ada calon. Kalau gak salah terakhir mama lihat kamu jalan dengan perempuan yang berbeda dengan yang waktu ketemu di mall" Nyonya Ratih menyangkal pernyataan Riki yang mengaku masih jomblo padahal dari pantauan Nyonya Ratih Riki beberapa kali terlihat berganti pasangan wanita setiap kali jalan atau hanya sekedar makan siang.
"Hahahaha......" Riki tertawa lepas mendengar pernyataan Nyonya Ratna, beberapa pengunjung bahkan sampai melirik ke arahnya.
"Mama tahu aja kalau aku suka gunta ganti pasangan. Justru itu Mam karena saking banyaknya jadi bingung mau milih yang mana" jawab Riki enteng. Nyonya Ratih kembali melayangkan tangannya menepuk lengan laki-laki yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri.
Di saat Nyonya Ratna akan duduk di tempat yang ditunjukkan oleh salah satu staf restoran, keriuhan kembali terjadi. Kehadiran Tuan Muda yang memasuki pintu utama restoran menjadi pusat perhatian. Beberapa karyawan tampak menyambutnya dengan ramah, Anggia yang juga kebagian menyambut kedatangan tuan muda tak kalah antusias, dengan wajah yang lebih dahulu sudah di touch up khusus dalam rangka menyambut kedatangan sang boss besar. Dia menyambut kedatangan tuan muda dengan ramah. Sayang semuanya hanya mendapat balasan wajah datar sang tuan muda yang selalu tampil cool.
Arzan berlalu begitu saja melewati beberapa karyawan perempuan yang menyambutnya. Dia berjalan menuju tempat dimana terlihat sang ibunda dan Riki sahabatnya berdiri.
"Assalamu'alaikum" Arzan menyapa dengan diiringi salam takzim kepada sang ibu,
"Wa'alaikumsalam" semua serempak menjawab, Arzan mengecup tangan Nyonya Ratih cukup lama. Usapan hangat tangan sang ibu pun hinggap di pucuk kepalanya disusul pelukan yang diberikan sang ibu melepas kangen karena selama seminggu ini tidak bertatap wajah. Ina baby sitter yang mengasuh Qia tak kalah sumringah menyambut kehadiran putra majikannya itu.
"Qia mana Mam?" setelah mengurai pelukannya dengan mamanya, Arzan menanyakan sang putri yang selalu membuatnya ingin cepat pulang. Dia sudah merindukan celotehan putri kecilnya itu. Sudah bisa dibayangkan saat ini sang putri pasti akan merajuk dengan celoteh manjanya karena dia tidak meneleponnya tadi pagi.
Saat Arzan menanyakan sang putri, semua baru teringat jika Qia tidak ada di antara mereka. Ina menjadi orang yang paling panik. Dia mengedarkan pandangannya ke setiap sudut restoran yang terjangkau matanya mencari sosok sang tuan putri, begitupun Nyonya Ratna dan Riki yang tengah beradu tos dengan sahabat sekaligus bossnya. Nihil, sang tuan putri tidak ada dalan jangkauan penglihatan mereka saat ini.
"Tadi nona Qia ada di sini Tuan, tapi ...." Ina menghentikan ucapannya, dia keluar dari ruang VIP yang berdinding kaca tebal itu segera mencari kemana perginya sang tuan putri.
Nyonya Ratna pun tak kalah panik, pasalnya dia pun melihat sendiri jika Qia berjalan di depannya begitu pun dengan Riki dia mencoba menghubungi staf keamanan yang bertugas menanyakan jika Qia keluar area restoran. Hasilnya tak ada satupun petugas keamanan yang melihat sang tuan putri keluar dari area restoran.
Wajah Arzan seketika berubah, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut resto, bersama Riki berjalan ke arah beberapa ruangan dan memasukinya mencari keberadaan sang putri. Semua orang kini sibuk mencari tuan putri. Para staf tak kalah panik, mereka pun berhambur mencari keberadaan sang tuan putri yang tiba-tiba menghilang padahal baru saja mereka melihat jika sang tuan putri berjalan lebih dulu memasuki restoran.
Hampir tiga puluh menit semua orang sibuk mencari Qiana di dalam dan di luar resto. Suasana semakin menegang saat Arzan beberapa kali terdengar mendesah setiap memasuki ruangan karena tidak mendapati sang putri di sana.
"Lo gimana sih Rik, kenapa anak gue sampe hilang gini?" kali ini Arzan bersuara dengan nada sedikit meninggi, Riki yang menjadi sasarannya.
"Sorry bro dia tadi yang paling dulu masuk resto, gue sendiri yang menyambutnya. Mau gue gendong dia menolak dan gue langsung menyalami mama dan mengobrol. Gue gak sadar kalau Qia udah gak ada di sekitar kita" Riki menjelaskan kronologis kedatangan Qia ke resto. Tak ada sahutan apapun dari Arzan dia fokus berjalan ke sana kemari mencari keberadaan sang putri yang diikuti beberapa staf lainnya.
Tibalah Arzan di bagian terakhir ruang yang belum dia masuki, area belakang. Dengan langkah tegas dia berjalan menuju area belakang restoran. Tampak beberapa pengunjung keluar dari mushala selepas melaksanakan shalat dzuhur. Arzan pun memasuki mushala, berharap sang putri berada di sana, nihil. Namun saat dia selesai memakai kembali sepatunya di teras mushala yang cukup luas itu, perhatiannya teralihkan dengan suara tawa seorang perempuan dan anak kecil.
Arzan membalikkan badannya berjalan menuju samping mushala yang terdapat area taman diikuti Riki, Arga dan beberapa staf resto yang lainnya. Betapa terkejutnya dia mendapati sang putri tengah asik bercanda tawa sambil sesekali minta disuapi oleh seorang perempuan berjilbab yang tidak dikenalnya.
"Qiana!" Arzan memanggil nama sang putri dengan berteriak. Kepanikan dan kebahagiaan bercampur saat tahu jika tawa anak kecil itu adalah tawa putrinya. Sontak tawa dua orang yang di hadapannya terhenti, keduanya menoleh ke sumber suara.
"Papi" pekik Qiana tak kalah senang, dia pun turun dari kursi taman dan berhambur memeluk sang ayah. Sementara Tiara hanya tersenyum melihat adegan di hadapannya. Dia meyakini jika laki-laki itu pastilah ayah dari anak gadis yang sejak tadi mengikutinya.
"Arga, urus perempuan itu!" serunya pada sang asisten, dia segera memangku Qiana dan pergi meninggalkan Tiara yang mematung, bingung ada apa sebenarnya. Di belakang pria itu banyak orang berdiri dengan wajah tegang,
Suara Arzan mengembalikan kesadarannya, senyumannya seketika hilang saat mendapati beberapa orang tengah memandangnya tajam. Salah satunya adalah Anggia atasan langsungnya.
"Siapa yang bisa menjelaskan siapa perempuan ini?" Arga yang mendapat tugas langsung untuk mengurus masalah ini mulai bersuara. Riki sudah lebih dulu memasuki restoran mengikuti Arzan.
"Saya Pak" Anggia mengacungkan tangannya, melangkah ke depan tepat berdiri di hadapan Arga.
"Jelaskan!" titah Arga tanpa basa basi, dia memiliki mode yang sama dengan boss besarnya saat bekerja.
"Dia adalah karyawan baru di restoran ini, tepatnya hanya petugas kebersihan di bagian dapur. Saya yang bertanggung jawab atasnya. Maafkan keteledoran saya, saya akan mengurusnya" jelas Anggia penuh hormat, arah matanya menatap tajam pada Tiara.
"Baiklah, kalau begitu urus karyawan kamu" Arga kembali bertitah, dia pun berlalu dari hadapan anggia dan beberapa staf lainnya tanpa sedikit pun melirik ke arah Tiara yang masih mematung di tempatnya. Menyerahkan urusan Tiara sepenuhnya pada Anggia sebagai penanggungjawab.
"Kamu, ikut saya!" setelah Arga berlalu disusul beberapa staf lainnya, tinggallah Anggia dan Tiara yang masih berdiri di area taman mushala. Anggia dengan nada ketus dan wajah tidak bersahabat menyuruh Tiara untuk ikut dengannya. Tiara menurut, masih dalam kebingungannya. Dari kejadian yang terjadi dihadapannya dia tidak mendapat jawaban apapun dari kepenasarannya. Masih menyisakan tanya, ada apa sebenarnya.
Sampai di ruangan khusus yang hanya dihuni Anggia, Tiara berdiri di depan meja dimana Anggia telah duduk di kursi kebesarannya di balik meja itu.
"Kamu ya, dasar tidak tahu diri baru juga bekerja di sini sudah bikin ulah" cecar Anggia, dia memarahi Tiara tanpa memberi kesempatan Tiara untuk bertanya lebih dulu.
"Maaf Bu, saya kurang faham maksud ibu. Sebenarnya apa yang terjadi, Bu?" dengan wajah polosnya Tiara bertanya. Anggia menanggapinya sinis, dia pun sekilas menjelaskan apa yang dilakukan Tiara sudah keterlaluan. Dari penuturan Anggia Tiara menyimpulkan jika dirinya telah lancang menculik gadis kecil yang merupakan putri dari boss besarnya.
"Tapi bu, saya hanya..." ucapan Tiara bermaksud menjelaskan sebagai upaya pembelaan diri terjeda
"Cukup, mulai hari ini kamu saya pecat. Ini adalah hari terakhir kamu bekerja di sini dan ini" Anggia melemparkan surat pemecatan Tiara sekaligus pengantar ke bagian keuangan agar Tiara mendapat haknya selama seminggu ini.
"Kamu bawa ke bagian keuangan, dan segera ganti baju kamu kembalikan ke tempatnya dan tinggalkan restoran ini segera. Saya tidak mau boss besar kembali marah karena kamu masih di sini" Anggia memberi keputusannya tanpa bisa diganggu gugat.
Niat Tiara untuk membela diri pun urung dilakukan, dia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara walau hanya sekedar menjelaskan. Tanpa basa-basi lagi Tiara pun keluar dari ruangan Anggia dengan langkah lunglai. Pikirannya mulau berkecamuk mendapati kenyataan yang dialaminya hari ini.
Baru saja tadi pagi dia membuat planning dengan gaji pertamanya dengan senyum bahagia, dalam hitungan jam semuanya berubah berbanding terbalik. Gaji pertama yang akan dia dapat sekaligus sebagai gaji terakhir karena mulai hari ini dia resmi dipecat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
anisa f
ratih at ratna?? 🤔
2024-03-20
1
Ulil
trus klu boss siape yg mecat 🤔🤔
2023-05-21
1
Asep Nurdin
bukan d pecat tp bakal naik pangkat
2023-05-16
1