Hari yang ditunggu Qiana pun tiba, pagi ini gadis kecil yang selalu ceria dan semakin semangat sejak kehadiran ibu sambungnya itu sudah bangun lebih pagi. Setelah bersama melaksanakan shalat subuh berjamaah bersama sang mama, Qiana tak henti-hentinya melakukan muraja'ah surat An-Naba untuk dibacakan hari ini di atas pentas.
Tiara tersenyum melihat antusiasnya putri sambungnya itu dalam menghafal Al-Qur'an, kebanggaan membuncah di hatinya memiliki anak sambung yang begitu penurut dan selalu bisa diajak bekerja sama. Tiara merapikan semua perlengkapan sekolah Qiana, mengecek kembali dan memastikan semuanya lengkap tidak ada yang tertinggal satu pun.
"Sayang, kalau sudah selesai muraja'ahnya kamu cek lagi tas sekolahnya ya takut kalau ada yang kurang, mommy sudah memasukan semua perlengkapan belajarmu hari ini ke dalam tas" Tiara mengusap lembut kepala Qiana yang masih berbalut mukena dan duduk di atas sajadahnya, Qiana pun mengangguk, Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam.
Tiara pun keluar dari kamar Qiana melangkah menuju kamarnya bersama Arzan. Dia melihat suaminya itu masih tertidur pulas di atas kasur empuknya, seluruh tubuhnya di tutupi selimut dan tidur dalam keadaan tengkurap.
Tiara terlebih dahulu mengambil bantal dan selimut bekasnya tidur yang sudah dilipatnya rapi di atas sofa kemudian memasukkannya ke dalam lemari. Dia pun mendekati ranjang tempat suaminya tidur, pelan dia memanggil namanya.
"Tuan, tuan Arzan" Tiara beberapa kali memanggil nama Arzan, namun nihil sang empunya nama sepertinya masih asik di dunia mimpinya.
Tiara pun tak kehabisan akal, dia mengguncang tubuh Arzan dengan cukup keras sehingga timbullah pergerakan pertanda Arzan mulai terbangun.
"Ada apa?" tanyanya menyipitkan mata, menyesuaikan netra yang baru saja terbuka dengan nyawa yang masih belum terkumpul.
"Sudah siang Tuan, waktu subuh sudah hampir habis" jawab Tiara pelan.
"Hah, kenapa kamu tidak membangunkan aku dari tadi?" dia duduk seketika, kaget setelah melihat jam menunjukkan pukul setengah enam kurang.
"Sudah saya bangunkan dari tadi, sejak subuh, tapi tuan sepertinya begitu lelap" jelas Tiara membela diri, dia pun membalikkan tubuhnya hendak meninggalkan Arzan yang masih duduk bersandar di atas tempat tidurnya. Namun, dengan sigap Arzan meraih tangan Tiara agar tidak meninggalkannya.
"Mau kemana? tanyanya masih dengan suara serak khas bangun tidur.
"Eh...saya mau ke dapur tuan, menyiapkan sarapan" jawab Tiara gugup, dia menatap tangan yang dicekal dipegang oleh Arzan.
"Sebentar" Arzan menarik Tiara hingga gadis itu terjatuh ke atas tempat tidur tepat di hadapan Arzan, tubuh mereka bahkan hampir tak berjarak. Arzan menggenggam erat tangan Tiara seakan takut jika Tiara akan kabur.
Arzan menatap Tiara dengan lekat, wajahnya sudah merona karena sikap Arzan yang semakin berani padanya. Ingin sekali Tiara menolak, tapi dia sadar jika Arzan sangat berhak atas dirinya. Pernikahan mereka sah di mata agama dan hukum, walau pun tidak banyak orang yang tahu tapi dirinya sudah halal untuk Arzan. Tiara semakin menundukkan pandangannya dia tak kuasa menahan debaran kencang di dadanya karena tatapan suaminya yang sejujurnya membuat dirinya jadi salah tingkah.
"Tuan, saya harus menyiapkan sarapan" Tiara berbicara pelan, berusaha keluar dari situasi ini.
"Ada pelayan yang akan menyiapkannya" jawab Arzan enteng.
"Tapi nona Qiana hanya ingin makan masakan yang saya siapkan" Tiara masih berusaha menghindar dengan alasan yang dipikirnya masuk akal dan bisa diterima Arzan.
"Dia harus terbiasa dengan masakan pelayan karena mulai saat ini mommynya punya kewajiban lain yaitu mengurus daddynya" jelas Arzan dengan tatapan yang semakin dalam, dia meraih dagu Tiara agar menatapnya. Mata mereka bertemu, Tiara semakin merasakan dadanya berdetak begitu cepat.
Blushh.....rona merah sudah merubah wajahnya, mendengar perkataan Arzan jika mommynya punya kewajiban lain yaitu mengurus daddynya membuat pikirannya tak menentu, benaknya bertanya mungkinkah jika Arzan sudah mulai menerimanya sebagai istri?, pikir Tiara.
"Tuan, subuh sudah hampir habis" Tiara kembali mengalihkan fokus dengan tema pembicaraan lain,
"Heumm, aku tahu. Tapi sebelum aku bangun aku mau kamu melakukan sesuatu" pintanya dengan nada serius, membuat Tiara sedikit takut dengan permintaan suaminya.
"Tuan, saya..." cup tiba tiba ucapan Tiara terhenti karena Arzan tiba-tiba mengecup bibirnya.
"Tuan" ucap Tiara dengan mata membulat, jantungnya berdetak lebih cepat. Pikirannya tidak menentu, dia seolah berada di bawah alam bawah sadar setelah mendapat serangan ciuman yang tiba-tiba dari Arzan. Tak berdaya, tak mampu menepis atau menghindar semuanya terjadi begitu cepat membuatnya semakin merasakan kegugupan.
"Mulai saat ini jangan panggil aku tuan, aku suamimu bukan majikanmu" ucapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia pun beranjak dari tempat tidurnya, melangkah menuju kamar mandi menghindar dari Tiara karena merasa malu dengan tindakan yang baru saja dia lakukan secara tiba-tiba itu.
"Apa maksudnya tadi, dia menciumku? aaaaa......kenapa hatiku jadi berdebar begini sih? apakah dia sudah menganggapku benar-benar istrinya sekarang? gumam Tiara pelan setelah Arzan terlihat memasuki kamar mandinya. Tiara meraba bibirnya, untuk pertama kalinya merasakan bibirnya bersentuhan dengan bibir lain, lawan jenis yang jelas sudah halal untuknya tapi sungguh semuanya membuat perasaan Tiara tak menentu, dia memegang dadanya memastikan keadaannya baik-baik saja.
Tiara sudah berada di ruang makan bersama Qiana dan Mami Ratna, dia menyuapi Qiana tanpa menoleh ke arah Arzan saat suaminya itu datang. Arzan pun terlihat menghindar, hubungan mereka kembali canggung.
"Aku sudah selesai, hari ini ada rapat penting" Arzan pun pamit kepada sang ibu dan putri tercintanya, tanpa menoleh ke arah Tiara dia menerima uluran tangan Tiara saat dirinya hendak pergi.
Tidak hanya Arzan yang pergi ke kantor lebih awal dari biasanya, setelah mengantar Qiana ke sekolahnya dia pun buru-buru memesan ojek online untuk pergi ke kantor tempatnya magang. Acara pentas Qiana akan dilakukan siang nanti, Tiara berjanji akan meminta izin kepada atasannya dan datang pada putri acara sambungnya itu.
Sesampainya di kantor semua orang tampak sibuk, Danis memanggil Tiara yang baru keluar dari lift.
"Ayo cepetan, pertemuannya akan segera di mulai, semua jajaran direksi sudah berada di ruang rapat dan kita juga harus segera ke sana sebelum Tuan Arzan datang.
Dengan cekatan Tiara pun membawa file-file yang akan dibutuhkan manajernya, dia sudah mempersiapkannya dari kemarin hingga hari ini sudah siap untuk dipresentasikan dalam rapat besar ini.
Danis dan Tiara memasuki lift yang akan membawa mereka ke lantai paling atas yang merupakan tempat pertemuan penting itu. Saat lift terbuka ternyata di dalam sudah terdapat Arzan dengan Arga asistennya dan dua orang yang sepertinya tamu di perusahaan itu namun tampak akrab dengan Arzan. Dua orang yang bersama Arzan pun tak kalah terkejut saat melihat gadis di hadapan mereka. Cantik, pikir mereka berdua. Sangat jarang pekerja di kantor yang berpenampilan seperti Tiara, pakaian muslimah yang longgar dengan jilbab yang lebar namun terlihat elegan dan berwibawa.
"Bro, kapan lo mau nikah lagi? bukankah ini sudah terlalu lama? di dalam lift yang terdiri dari enam orang itu salah seorang pria yang terlihat akrab dengan Arzan bertanya padanya.
Suasana hening, Arzan tidak langsung menjawab pertanyaan rekannya itu, Arga pun melirik Tiara yang tepat berada di sampingnya bersama Danis. Dari pantulan dinding lift Arzan dapat melihat dengan jelas bayangan Tiara dengan wajah yang tampak biasa saja saat ada temannya bertanya seperti itu.
"Belum kepikiran" jawab Arzan memalingkan wajahnya, Tiara pun menunduk mendengar jawaban Arzan. Arga dengan jelas melihat perubahan wajah Tiara saat itu, dia pun merasa iba.
"Cepatlah menikah, mau aku carikan?" pertanyaan rekannya Arzan ternyata tidak cukup sampai di sana.
"Eh tapi waktu itu aku pernah melihatmu bersama Qiana dan seorang gadis berhijab. Aku sempat mengira jika kalian adalah keluarga kecil yang bahagia. Apakah dia pacarmu, sudah beralih haluankah seleramu?" tanya rekan Arzan yang satunya lagi dengan nada mengejek, Tiara semakin menundukkan kepalanya. Dia pun penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Arzan yang ternyata dijawab dengan gelengan kepala oleh Arzan.
"Lalu dia siapa? aku lihat begitu akrab dengan Qiana" tanya rekannya itu masih penasaran dengan gadis yang pernah dilihatnya bersama Arzan dan tampak akrab dengan Qiana.
"Dia..." ucapan Arzan terjeda, sekilas dia kembali melirik Tiara yang berdiri di belakangnya dari pantulan dinding lift yang terlihat masih menundukkan kepalanya.
"Dia hanya pengasuh Qiana" kalimat itu begitu saja lolos dari mulut Arzan, dia berkata dengan begitu lantangnya tanpa memikirkan keadaan hati Tiara yang saat ini tentu saja dapat mendengar dengan jelas semua yang dikatakan Arzan tentang siapa dirinya dan posisi apa yang ditempatinya di mata Arzan.
Deg....tiba-tiba ada sesuatu yang terasa menghantam hatinya, Tiara bahkan tak mampu menahan air mata yang tiba-tiba menggenang di matanya. Kepalanya semakin menunduk berharap genangan air mata itu segera surut dari matanya. Dia tak ingin terlihat lemah, semua yang didengarnya hari ini cukup menjadi alasan untuknya sadar diri dan semakin menjaga hati untuk tidak semakin terjerumus pada rasa yang hanya akan membuatnya sakit.
Kecewa? pasti. Tiara sangat kecewa, ternyata perlakuan Arzan beberapa hari ini tidak ada artinya sama sekali dalam hati Arzan. Buktinya, hingga saat ini dia masih menganggapnya hanya sebagai pengasuh putrinya.
"Sudahlah Tiara, jangan memaksa sainganmu adalah masa lalunya" batin Tiara kembali menegakkan kepalanya, berusaha tegar seolah tidak terpengaruh dengan kenyataan yang baru saja didengarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Reza Esfan
he 5x, Azran ntar bucin habis2an kpd Tiara, baru nyaho
2023-09-29
1
candra rahma
jaharanya si arzan
2023-02-27
0
Suyatno Galih
memang bener2 ya arzan gak punya hati, Tiara pergi baru nyahooo lue
2023-02-22
1