Kehidupan baru yang dijalani Tiara berubah seratus delapan puluh derajat. Sebagai nyonya rumah yang sah di rumah ini Tiara mendapatkan beberapa perlakuan istimewa dari orang-orang di sekitarnya, termasuk Arga.
Berkali-kali Tiara meminta semua orang yang ada di rumah itu bersikap seperti biasanya tapi mereka selalu menolak karena sungkan jika harus bersikap sama seperti sebelumnya.
Sebuah kesepakatan secara tidak tertulis sudah terucap dari lisan Arzan, dengan gamblang dia memberikan batasan-batasan keberadaan Tiara sebagai istrinya. Tanpa sepengetahuan putri dan Maminya Arzan membuat aturan yang benar menurutnya.
"Jangan bermimpi untuk bisa tidur denganku"
"Kamu tidak lebih dari sekedar pengasuh untuk Qiana, jadi jangan pernah berharap lebih"
"Aku menikahimu karena permintaan putri dan ibuku, sampai kapanpun istriku hanya satu yaitu Mitha"
"Huuh" Tiara hanya bisa mengeluarkan nafasnya kasar setiap kali mengingat perkataan Arzan padanya di malam pertama mereka.
"Dia pikir hanya dia yang merasa terpaksa menerima pernikahan ini, aku juga terpaksa tahu" umpatnya kesal sendiri, Tiara menyelesaikan tugas hariannya dengan menggerutu pagi ini.
Meskipun hanya pengasuh yang berkedok istri tapi Tiara selalu melaksanakan kewajibannya dalam memenuhi keperluan Arzan. Tiara akan bangun sebelum subuh melaksanakan rutinitasnya di penghujung malam sampai subuh menjelang. Setelah shalat subuh Tiara membaca ayat-ayat suci dan buku-buku mata kuliahnya. Tepat pukul lima dia akan membangunkan Qiana dan mengajarinya shalat subuh.
Pakaian Arzan akan terlebih dahulu Tiara siapkan di tempat ganti baju yang ada di kamarnya, setelah itu barulah dia membantu persiapan Qiana untuk bersekolah dan menyiapkan sarapan mereka. Rutinitas baru yang Tiara jalani selama seminggu menjadi nona muda di kediaman El-Malik. Tak jarang Mami Ratna melarangnya untuk mengerjakan tugas rumah, tapi Tiara selalu punya alasan yang tepat mengapa dia melakukannya.
"Sayang, bagaimana kuliah kamu?" Mami Ratna yang sedang menikmati sarapan memulai pembicaraan di meja makan besar itu. Seperti biasa Tiara masih sibuk mengondisikan Qiana, memastikan dia makan dengan benar dan menghabiskan sarapannya.
"Masih magang Mi, sudah baru dua minggu" Tiara melirik ke arah Arzan yang anteng menikmati sarapan paginya.
" Di perusahaan mana kamu magang?" tanya nyonya Ratna penasaran.
"Di...di...." Tiara kembali melirik Arzan yang sepertinya tidak terganggu dengan obrolannya dengan nyonya Ratna.
"Di kantor pusat El-Malik Grup, Mam" jawab Tiara cepat.
"Hah? jadi kamu magang di perusahaan suamimu sendiri? tapi kenapa Mami gak pernah lihat kalian berangkat bersama? harusnya kalian kan bisa berangkat bersama kalau tujuannya sama" Mami Ratna kembali mengungkapkan keheranannya.
"Saya kan mengantar Qiana dulu Mam, jadi baru ke kantor setelah mengantar Qiana" jelas Tiara memberi alasan.
"Oh iya Mami faham. Baguslah kalau kamu magang di perusahaan suamimu jadi bisa dipermudah dan dipercepat. Mudah-mudahan kuliahnya cepat selesai. Jadi nanti bisa lebih fokus ke Qiana dan segera memberinya adik" Mami Ratna mengucapkan kalimat itu dengan ekspresi biasa, dia bahkan terlihat gembira mengatakan itu.
"Uhuuk...." pernyataan Mami Ratna sontak membuat Arzan terbatuk, dia menghentikan aktivitas makannya dan segera menerima gelas yang disodorkan Tiara.
"Kamu kenapa?" Mami Ratna bertanya dengan polosnya melihat reaksi sang putra. Arzan hanya melirik sekilas tanpa berniat menjawab.
"Aku sudah selesai. Sayang, kamu mau berangkat sekarang?" Arzan mengalihkan topik pembicaraan, dia beralih bertanya pada sang putri yang juga tampak sudah selesai dengan sarapannya.
"Iya Daddy...tapi aku mau berangkat dengan Mommy" Qiana meraih tangan Tiara yang sudah mau beranjak untuk membereskan bekas makan Qiana yang disuapinya.
"Iya, sayang. Sebentar ya, Mommy bereskan dulu ini dan menyiapkan bekal makan siang kamu" jawab Tiara menjelaskan apa yang akan dilakukannya sebelum mengantar Tiara. Dia masih punya waktu satu setengah jam sebelum jam kantornya dimulai.
"Mommy, jangan lupa minuman kesukaan aku" sahut Qiana mengingatkan.
"Iya sayang, sudah disiapkan" Tiara pun melakukan tugasnya dengan cepat, dia harus segera mengantar Qiana sebelum pukul setengah tujuh jika tidak ingin terjebak macet. Dia bahkan belum menghabiskan sarapannya.
Melihat interaksi antara Tiara dan Qiana, Nyonya Ratna tersenyum bahagia. Setelah kehadiran Tiara rumahnya terasa semakin hidup. Pemandangan Qiana yang belajar dibimbing Tiara, Tiara yang menyuapi Qiana, memandikan dan mendandani gadis kecil kesayangannya itu menjadi pemandangan indah setiap harinya untuk wanita paruh baya yang masih tampak muda dan cantik itu.
"Kamu lihat Arzan, Qiana sangat mendambakan kehadiran sosok seorang Ibu. Kehadiran Tiara benar-benar sudah memberi warna baru di hidupnya, sudah seharusnya kamu banyak berterima kasih pada Tiara" Nyonya Ratna berbicara setengah berbisik di samping Arzan. Dia mengingatkan sang putra agar bisa memperlakukan Tiara lebih baik lagi.
Selama seminggu ini Nyonya Ratna mengamati perilaku putranya yang sama sekali tidak ada perubahan, masih dingin dan minim ekspresi. Pernah beberapa kali Nyonya Ratna menanyakan perihal perlakuan sang putra langsung kepada Tiara namun Tiara hanya menjawab jika Arzan memperlakukannya dengan baik dan Nyonya Ratna tidak percaya begitu saja.
Selama ini mereka memang tidur di kamar yang sama, tapi sepertinya belum pernah terjadi apa-apa antara mereka, begitulah pemikiran nyonya Ratna saat ini. Dan dia akan terus mencari cara agar sang putra bisa memperlakukan menantunya itu lebih baik lagi. Nyonya Ratna berharap sang putra perlahan dapat membuka hatinya untuk wanita lain. Tidak hidup selamanya dalam angan bersama Almarhumah istrinya.
"Ayo sayang kita berangkat sekarang?" Tiara menenteng kotak bekal untuk Qiana yang kini telah menjadi putrinya. Dia pamit pada ibu mertuanya tidak lupa juga dia mengulurkan tangannya diikuti oleh Qiana yang turut melakukan hal yang sama.
"Hati-hati di jalan ya kalian" ucap nyonya Ratna setelah menerima uluran tangan Tiara dan Qiana.
"Aku langsung ke kantor ya Bu, Insya Allah nanti Qiana ditemani Mbak Ana di sekolah" ujar Tiara sebelum pergi.
"Iya, selamat bekerja sayang semoga harimu menyenangkan" Nyonya Ratna melambaikan tangannya pada Tiara dan Qiana yang semakin menjauh.
"Daddy, aku mau berangkat" Qiana lebih dulu mengulurkan tangannya kepada Arzan, tidak lupa usapan di kepala dan ciuman di kening Qiana Arzan lakukan.
"Saya pamit, Tuan. Setelah mengantar nona Qiana saya akan langsung pergi ke perusahaan" Tiara berbicara pelan sepeninggalnya Qiana dan Ana yang sudah lebih dulu menuju mobil yang akan mengantar mereka.
"Heumm, lakukan apa yang biasa kau lakukan. Ingat kita hanya suami istri di rumah dan di hadapan keluarga saja" Arzan menerima uluran tangan Tiara yang dibumbui dengan kata-kata pedas dengan nada yang ketus.
"Baik Tuan, Tuan tidak usah khawatir saya tahu posisi saya" tanpa menatap sang pemilik tangan, Tiara menjawab pernyataan Arzan sambil menganggukan kepala. Dia pun berlalu meninggalkan Arzan menuju mobil yang akan mengantarkan Qiana dan dirinya. Arzan menatap punggung Tiara yang semakin menjauh.
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Patrish
semoga Tiara dekat dengan cowo klient Arzan... biar tahu rasa dia
2024-03-27
1
candra rahma
keterlaluan si arzan
2023-02-27
1
Suyatno Galih
mau sampai kapan bertahan seperti itu lue arzan, ujung2 nya lue sendiri yg berjongkok di lutut Tiara, terus muka lue Tarok dmn
2023-02-22
1