Di sebuah rumah nan mewah tiga lantai, seorang gadis kecil sedang merajuk. Dia tidak mau disuapi oleh siapapun. Sudah seminggu sejak kepergian sang ayah ke negeri Jiran Malaysia dia berperilaku seperti itu. Nyonya Ratih sebagai oma dari gadis kecil itu sudah kehabisan cara membujuknya agar mau sarapan.
Selama putranya berada di negeri orang setiap hari sang putra akan stand bye di depan kamera untuk menemani putrinya sarapan, makan siang maupun makan malam. Jika tidak seperti itu gadis kecil itu pasti akan mogok makan. Seperti pagi ini, Ina sang baby sitter sudah menggunakan berbagai cara untuk membujuk tuan putri agar mau sarapan, begitu pun dengan Nyonya Ratih dia sudah kehabisan cara untuk membujuk cucu tercintanya. Nihil, cara keduanya tak membuahkan hasil.
Semalam putranya menelepon jika pagi ini tidak bisa menemani putri kecilnya sarapan karena harus segera meninjau projek bersama rekan bisnisnya dan akan langsung menuju bandara untuk kembali ke tanah air. Dia berangkat setelah shalat subuh waktu setempat sehingga tidak bisa menghubungi putrinya pagi ini.
"Sayang ayolah, sekarang Papimu mungkin sedang di pesawat, semalam bilang akan pulang hari ini. Nanti siang kita akan bertemu di restoran Papimu" Nyonya Ratih kembali membujuk cucunya agar mau makan.
"Benarkah?" sang cucu seketika berhenti menangis, wajahnya berubah menjadi ceria. Binar bahagia karena akan segera bertemu sang papi terpancar dari matanya. Dia pun akhirnya bersedia sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Semua orang yang menyaksikan drama sang putri di pagi hari pun bernapas lega.
Qiana Nafeeza Malik adalah cucu satu-satunya keluarga El-Malik. Putri dari tuan muda Arzan Ravindra Malik, putra tunggal El-Malik pemilik El-Malik Group. Sang putra adalah pewaris tunggal dari kerajaan bisnis El-Malik Group yang kini telah resmi menjadi presdir di kerajaan bisnis yang bergerak di bidang perhotelan, restoran dan supermarket. Cabangnya menjamur hampir di setiap kota besar di Indonesia.
Sepeninggal ayahnya karena kecelakaan pesawat, El-Malik Grup pun resmi dipimpin oleh tuan muda Arzan dan kerajaan bisnis itu pun semakin berkembang di bawah kepemimpinannya. Saat ini Arzan tengah menangani proyek pembukaan cabang restorannya di Malaysia.
Menjadi single parent sudah dijalani Arzan sejak lima tahun yang lalu. Sang istri Mitha Pradipta harus pergi meninggalkannya karena mengalami pendarahan hebat saat melahirkan buah cinta mereka. Arzan melihat sendiri perjuangan Mitha melahirkan buah hatinya dan langsung tak sadarkan diri sesaat setelah terdengar tangisan bayi.
Arzan panik, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Mitha mengalami pendarahan hebat dan saat itu juga menghembuskan napas terakhirnya. Pesan terakhirnya adalah agar dirinya menjaga bayi yang baru dilahirkan sang istri dan meminta Arzan agar menyayangi dan mencintai bayi itu seperti Arzan menyayangi dan mencintai dirinya.
Sejak saat itu Arzan berjanji untuk menyayangi dan mencintai bayi perempuan yang diberinya nama Qiana Nafeeza Malik. Dia akan menjaganya dengan segenap jiwa dan raga sebagai kenangan paling berharga yang ditinggalkan istri tercintanya. Wanita yang menemaninya sejak kuliah semester pertama hingga dirinya berhasil menyelesaikan pendidikan magisternya di luar negeri. Mitha setia menantinya, hingga saatnya tiba Arzan kembali ke tanah air mereka pun melangsungkan pernikahan.
Sejak saat itu Arzan tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Hidupnya selama lima tahun ini benar-benar dia dedikasikan hanya untuk sang putri dan perusahaannya, selebihnya Arzan abaikan. Tidak sedikit teman atau rekan bisnis perempuan yang mengajukan diri untuk menjadi istrinya dan menjadi ibu sambung dari Qiana, tetapi Arzan selalu menolak dengan alasan sang putri tidak merestui.
Kedekatan Arzan dengan sang putri membuat Qiana hanya ingin selalu bersamanya. Sang Ibu dan baby sitternya adalah orang terdekat selain dirinya sementara dengan yang lain Qiana sangat sulit menerima dan sangat membatasi dirinya. Keadaan putrinya yang seperti itu membuat Arzan kesulitan, dia benar-benar harus bisa memanfaatkan waktu, membaginya dengan tepat antara sang putri dan perusahaan tidak ada yang terabaikan. Dan jelas sang putri lah yang menjadi prioritasnya. Di saat seperti itu Arga sang asisten pribadi sekaligus sahabatnya menjadi orang yang paling bisa diandalkan untuk menghandle semua urusannya di perusahaan.
Sementara di tempat lain...
Seminggu berlalu, Tiara menjalani hari-harinya dengan bahagia. Jam delapan pagi dia sudah berada di restoran, hingga pulang saat restoran tutup. Kuliahnya masih libur, satu minggu ini dia benar-benar gunakan untuk mencari uang. Dia bekerja dua shift sekaligus. Berharap bisa menyicil biaya kuliah yang tinggal satu semester.
"Selamat pagi" Rianti teman seprofesi Tiara datang menyapa, mereka bertemu di ruang khusus karyawan untuk berganti pakaian.
Sejak seminggu yang lalu pertemuan mereka Tiara dan Rianti semakin akrab. Rianti gadis yang supel dan ramah. Berasal dari keluarga biasa membuatnya harus bekerja keras untuk membantu membiayai adik-adiknya. Ayahnya yang bekerja sebagai tukang ojeg online meninggal tiga tahun yang lalu karena kecelakaan.
Sejak saat itu Rianti harus rela menghentikan pendidikannya yang sudah kuliah tingkat satu, dia bekerja membantu sang ibu memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Adik Rianti yang masih sekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama saat ayahnya meninggal lebih membutuhkan biaya untuk keperluan sekolahnya. Rianti lah yang mengalah hingga akhirnya sudah hampir dua tahun dia bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran ini.
Merasa memiliki takdir yang sama, Tiara dan Rianti menjadi lebih mudah akrab. Tiara bersyukur di saat teman-teman yang selama ini selalu bersamanya menjauh, Allah hadirkan sosok yang benar-benar menerima dia apa adanya. Bukankah kita bisa menilai kesungguhan seorang teman saat kita berada dalam kesusahan? mereka tetap ada atau memilih pergi. Teman yang tetap ada itulah teman sejati.
"Pagi" jawab Tiara, membenarkan jilbabnya yang sedikit kusut setelah berganti baju. Dia berganti baju tanpa melepas jilbabnya.
Tiara melihat ada sesuatu yang berbeda dari Rianti, senyum terus mengembang di bibirnya. Sesekali bahkan Rianti berdendang membuat Tiara penasaran dan akhirnya dia pun bertanya menyampaikan keingintahuannya ada apa dengan gerangan.
"Bahagia banget sih, jadi makin cantik deh" Tiara menjawil dagu lancip Rianti yang tengah menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Tiara lebih dulu selesai berganti baju dan siap untuk mulai bekerja. Dia menunggu Rianti yang masih merapikan rambutnya. Menguncirnya tinggi hingga membuatnya lebih leluasa beraktivitas.
"Jelas dong kan hari ini kita gajian" pekik Rianti senang, untung saja di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Pekerja bagian kebersihan dapur menerima upah dari pekerjaannya seminggu sekali. Sesekali mereka pun mendapat tambahan bonus saat pengunjung restoran lebih ramai dari biasanya. Weekend biasanya adalah hari yang melelahkan untuk semua, pengunjung selalu padat di.restoran itu.
"Oya? kok aku bisa lupa ya" Tiara bertanya pada dirinya sendiri.
"Makanya kerja itu inget waktu jangan terlalu khusuk sampe lupa hari kamu mah" ejek Rianti, sejak dia mengenal Tiara sahabat barunya itu selalu bekerja dengan fokus, mengerjakan apa yang menjadi tugasnya tanpa peduli hal lain yang ada di sekitarnya. Tiara hanya tersenyum menanggapi ejekan sahabatnya itu. Pikirannya kini menerawang, merancang rencana apa saja yang akan dilakukannya setelah gajian nanti.
"Ayo, kita eksekusi hari ini. Semangat" Rianti mengacungkan tangannya yang mengepal ke udara, dengan semangat empat lima meraih tangan Tiara agar mengikuti apa yang dilakukannya dan keluar dari tempat mereka berganti pakaian.
"Semangat" Tiara pun mengikuti gerakan yang dilakukan Rianti. Mereka melangkah ke luar menuju tempat mencuci piring.
"Perhatian!" Suara tegas seorang wanita menghentikan aktivitas para pekerja yang baru beberapa menit yang lalu memulai pekerjaannya. Mereka yang terdiri dari tiga orang pegawai laki-laki dan empat orang pegawai perempuan di ruang cuci piring pun menghentikan aktivitasnya. Mencuci tangan dan segera keluar menuju tempat dimana wanita yang tak lain adalah Anggia, penanggung jawab bagian kebersihan di restoran.
"Cepatlah!" Anggia meminta semua pekerja mempercepat langkahnya. Biasanya ada hal penting yang akan disampaikan olehnya jika mendadak menyuruh berkumpul seperti ini.
"Semuanya, dengarkan baik-baik" seluruh pegawai kebersihan yang terdiri dari tujuh orang bagian kebersihan dapur dan enam orang cleaning service telah berbaris rapi sesuai intruksi Anggia, pimpinannya.
"Hari ini boss besar dan keluarganya akan datang dan makan siang di sini. Bersiaplah, pastikan semuanya sempurna. Saya tidak mau ada yang kurang hal kecil apapun. Pastikan semua area restoran bersih dan nyaman, dan kalian" Anggia menunjuk ke arah barisan Tiara
"Pastikan kalian mencuci semua peralatan dapur sangat bersih dan siapkan peralatan makan terbaik untuk boss besar dan keluarganya, mengerti!" Anggia menatap sinis ke arah Tiara, sejak awal dia memang tidak pernah menunjukkan wajah ramah pada Tiara. Tiara hanya mengangguk dengan senyum ramah saat tatapan matanya bertemu tatapan mata Anggia yang tajam.
Menjelang makan siang semua orang tampak sibuk menyiapkan tempat dan lain sebagainya untuk menyambut kehadiran boss besar dan keluarganya yang akan makan siang di restoran ini.
Saat adzan berkumandang, Tiara segera menghentikan aktivitasnya. Melepas sarung tangan yang membungkus tangannya saat mencuci piring. Dia meminta izin untuk shalat lebih dulu dan mereka pun akan bergantian melakukannya.
Selesai shalat Tiara kembali ke pekerjaannya. Kali ini pekerjaannya cukup banyak, ini adalah weekend pantas saja jika pengunjung semakin banyak belum lagi dua mobil Alphard yang terpangkir rapi di area parkiran khusus owner menandakan jika boss dan keluarganya sudah datang.
Di saat Tiara sedang membasuh piring terakhirnya sebelum istirahat, tiba-tiba anak perempuan yang usianya sekitar lima tahunan memegangi pakaian yang digunakan Tiara. Dia meminta agar Tiara menggendongnya, dia bisa mencuci tangan di wastapel tempatnya mencuci piring.
"Adek manis, kalau mau cuci tangan di sana. Di sini mah tempat cuci piring sayang" tunjuk Tiara ke arah wastapel khusus cuci tangan, namun dijawab dengan gelengan kepala oleh si anak.
"Ya sudah, sini Kakak bantu" Tiara pun menggendong anak perempuan itu dan membantu mencucikan tangannya.
"Terima kasih" anak perempuan yamg memang sangat pintar itu pun mengucapkan terima kasih,
"Sama-sama cantik, idih gemes amat deh. Kamu lucu sekali, namanya siapa?"
"Qia, nama aku Qia" jawab gadis itu menjawab dengan tepat pertanyaan Tiara.
"Kalau begitu kamu kembali sama pada keluargamu ya, Kakak mau shalat dulu" Tiara menyuruh Qia untuk kembali ke asalnya, dia menurunkan Tiara agar mau kembali. Tiara yakin jika anak perempuan itu adalah salah satu tamu restoran.
"Kakak mau kemana?" gadis kecil itu malah balik bertanya.
"Kakak mau shalat" jawab Tiara jujur.
"Aku mau ikut" Qia bersikukuh untuk ikut kemana Tiara akan pergi. Tiara mencoba memberikan Qia pengertian, dia takut keluarganya mencari. Tapi Qia tetap pada pendiriannya.
Akhirnya Tiasa pun mengalah, dia membiarkan Qia mengekorinya menuju mushala kecil di halaman belakang restoran itu dan turut melaksanakan shalat. Dia bergiliran dengan Rianti untuk beristirahat. Rianti yang sedang tidak shalat menyuruh Tiara beristirahat lebih dulu. Setelah selesai, seperti biasa Tiara akan memakan makanan bekalnya di taman samping mushala. Nasi putih dengan tumis jagung manis dan telur ceplok menjadi menu makan siang Tiara hari ini.
Tiara sudah berkali-kali menawarkan Qia agar mau diantarkan kembali ke orang tuanya namun Qia bergeming dia malah mengikuti kemana Tiara melangkah. Tiara pun pasrah membiarkan anak kecil itu melakukan apa yang diinginkannya. Qia mengikuti Tiara, bahkan meminta agar Tiara menyuapinya. Mereka pun semakin akrab, Qia menceritakan apa yang dialaminya hari ini di sekolah sambil terus di suapi Tiara. Sesekali kebersamaan mereka dihiasi canda dan tawa. Tiara yang begitu menyukai anak kecil tidak sulit untuknya mengakrabkan diri.
Tiara dan Qia masih terus bercanda, makan siang bekal Tiara sebagian besar sudah berpindah ke perut Qiana.
"Qiana!" suara bariton seseorang menghentikan aktivitas mereka. Sontak Qiana dan Tiara menoleh ke arah sumber suara tersebut. Seorang laki-laki dengan perawakan tinggi, tampan dan tampak berwibawa tengah berkacak pinggang melihat ke arah mereka. Tidak ada senyum ramah yang akan menambah ketampanan pria itu yang ada adalah wajah serius, bahkan rahangnya tegasnya mengeras, wajahnya memerah menahan amarah melihat tajam ke arah Tiara.
"Arga, urus perempuan itu!" serunya pada sang asisten, dia segera memangku Qiana dan pergi meninggalkan Tiara yang mematung, bingung ada apa sebenarnya. Di belakang pria itu banyak orang berdiri dengan wajah tegang, termasuk Anggia yang menatap tajam penuh amarah ke arahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Tatik Tabayy
bgussss, sukaa bgttt
2023-06-02
0
Ulil
nyimak
2023-05-21
1
Ingka
Itu kyknya papanya Qiana ya papi Arzan ? galak amat ya. Ga usah ngegas gitu Pak biasa aja kalee...✌️santuy...ntar kepincut lho sm neng Tiara...
2023-03-18
0