"Kak Bee."
Beeya tersenyum perih kepada Iyan dan Wira sudah membelalakkan matanya.
"O-ow! Kamu ketahuan ... selingkuh lagi dengan dirinya, wanita baru." Wira berdendang seakan mengejek Iyan. Karyawan lain pun ikut menahan tawa karena ulah Wira.
"Wira, buatkan aku hot choco, ya."
Iyan terkejut dengan ucapan Beeya. Wanita yang terlihat lebih kurus itu meminta kepada Wira bukan kepadanya. Padahal, selama ini Beeya tidak ingin dibuatkan minuman atau makanan selain Iyan yang membuatnya.
"Baik, Mbak." Wira menyunggingkan senyum dan mengacungkan jempol."
"Aku tunggu di luar, ya." Beeya meraih tasnya yang tergeletak di lantai dan keluar dari area dapur. Di sana Iyan hanya mematung dan terus menatap punggung Beeya yang semakin menjauh.
"Saya atau Bapak yang mau bikinnya," ujar Wira. Iyan pun menoleh dan menjawab, "dia mintanya sama kamu bukan saya."
Beeya menyandarkan kepalanya di kaca jendela samping mejanya. Menekan dadanya yang terasa sangat sakit. Ponsel Beeya terus berdering, tak sekalipun dia menjawab panggilan itu.
"Mbak, minumnya."
Kedatangan Wira membuat Beeya menyeka ujung matanya dengan sangat kasar. Dia mencoba untuk tersenyum.
"Mau makanan yang lainnya gak?" Beeya hanya menggeleng. Cokelat panas di depan matanya pun belum tentu dia minum.
Iyan hanya bisa menghela napas kasar. Dia yang awalnya bercanda dengan Anggie kini malah terdiam.
"Perempuan itu siapa?" tanya Anggie.
"Anak sahabat Ayah aku." Tanpa memalingkan wajah sedikitpun Iyan menjawab pertanyaan dari Anggie.
Ponsel Anggie berbunyi dan senyum merekah di wajahnya. "Iyan, aku pulang dulu, ya." Iyan tersentak dengan ucapan Anggie.
"Biar aku antar." Iyan yang sudah berdiri pun ditarik kembali oleh Anggie.
"Tidak usah. Aku bisa pulang sendiri."
Iyan hanya mengangguk, pikirannya masih terpecah antara Anggie dan juga Beeya.
"Aku antar ke depan." Iyan pun mengantar Anggie dan melewati Beeya yang tak menoleh sedikit pun kepadanya.
"Hati-hati."
Kata itu yang keluar dari mulut Iyan dan mampu didengar oleh Beeya. "Ya, ini terakhir kalinya aku bertemu kamu."
Beeya bangkit dari duduknya dan meninggalkan uang lembaran merah di bawah minuman yang dia pesan. Namun, tak sengaja mereka berpapasan. Iyan mematung dan memandang wajah Beeya sedangkan Beeya terus melangkahkan kakinya tanpa menghiraukan Iyan. Terlihat jelas Beeya sedang tidak baik-baik saja.
Langkah Beeya terhenti karena dicekal oleh Iyan. Pemuda itu pun sesungguhnya merindukan Beeya.
"Kak," panggil Iyan.
"Aku hanya ingin bertemu kamu, tapi sekarang kamu sudah sangat sibuk. Maaf kalau aku lancang dan melanggar janjiku." Beeya tidak membalikkan tubuhnya. Sekuat tenaga dia menahan laju air matanya.
"Aku janji ... ini pertemuan terkahir kita dan aku akan hilang dari hidup kamu." Beeya melepaskan cekalan tangan Iyan dan berkata. "Selamat tinggal, calon suami."
Calon suami adalah sebutan yang paling Iyan benci, tetapi mendengar sebutan itu sekarang membuat hati Iyan meringis sakit. Tubuhnya kaku dan tak dapat digerakkan. Ketika dia melihat punggung Beeya yang bergetar, dia ingin sekali memeluk Beeya dari belakang.
Sepanjang perjalanan Beeya hanya bisa menangis. Hatinya sangat sakit dengan apa yang tengah dia rasakan.
Sesuai dengan ucapan Beeya, dia tidak pernah menemui Iyan lagi. Dia juga sudah tidak pernah main ke rumah kedua kakak Iyan.
"Mau ke mana?" tanya sang papah ketika Beeya sudah memakai pakaian serba hitam.
"Aku mau ke makam Opa."
"Sendiri?" tanya sang ibu. Beeya hanya mengangguk.
"Papah ikut," pinta Arya.
"Jadwal Papah dan Mamah 'kan Minggu besok bareng bu'de. Bee hanya ingin jalan-jalan sendiri sambil mengunjungi makam Opa."
Anak periang, anak yang menyebalkan menjadi anak yang kalem. Rumah ini seperti kuburan. Tak ada lagi teriakan, tak ada lagi gelak tawa yang keluar dari mulut Beeya.
Melajukan mobil ke arah Karawang seorang diri dengan lagu melow yang menyayat hati. Ada sebuah rahasia besar yang Beeya pendam. Tak dia beritahukan karena dia tak ingin ayahnya jantungan.
Mobilnya sudah terparkir, dia menuju komplek pemakaman sang opa. Setiap mendatangi pemakaman Bhaskara. Beeya akan selalu menangis.
"Opa, boleh gak Bee jadi cucu durhaka. Bee lelah, Opa."
Walaupun cuaca terik, tetapi Beeya masih betah berada di samping makam itu. Dia hanya duduk dengan memandangi makam yang terawat dengan sangat baik.
Seorang pria yang baru saja berziarah ke makam ayahnya pun menghentikan langkahnya ketika melihat seorang wanita yang sepertinya dia kenali. Dia masih ingat betul, makam itu adalah makam pengusaha ternama. Pria itu masih berdiri dan seakan tengah menemani wanita itu di teriknya matahari.
"Dia menangis," bisik sahabatnya yang tak terlihat.
"Ada apa dengan kamu, Kak?"
Ingin rasanya dia mendekat, tetapi egonya sangat besar. Dia menjaga wanita itu dari kejauhan saja. Awan sudah menghitam, wanita itu pun segera beranjak dari duduknya.
"Bee, pulang ya, Opa."
Kalimat yang mampu pria itu dengar dan ketika Beeya berjalan menjauhi makam sang kakek, pria itu bersembunyi. Ketika semuanya aman dia mengikuti Beeya dari belakang.
"Benar. Plat mobilnya punya dia."
Mengawal Beeya dengan menggunakan motor ternyata membuat si pria itu kehujanan. Harusnya Beeya melewati jalan tol, tetapi dia malah memilih jalur biasa. Jadi, bisa pria itu ikuti.
Basah kuyup sampai Jakarta dan ketika mobil Beeya sudah masuk ke dalam rumah pria itu pun memarkirkan motornya dan melanjutkan perjalannya menuju kosan. Padahal, rumah Echa lebih dekat dibanding kosannya.
Tibanya di kosan, dia melihat ada sebuah mobil mewah terparkir di halaman kosan. Kamar kosan Iyan berada di paling pinggir. Di sampingnya kosan Anggie dan di sebelah Anggie kosan seorang wanita yang kabarnya menjadi simpanan pria berduit.
"Suami si Kakak itu kali." Positif thinking. Begitulah Iyan.
Ketika Iyan hendak memasukkan motor, suara setan sangat terdengar jelas membuat Iyan terdiam sesaat. Dia pun menggelengkan kepalanya. "Mentang-mentang hujan," gumamnya seraya bergidik jijik.
Tubuh Iyan sudah terbaring di atas kasur busa, tetapi pikirannya masih berkelana ke sana ke mari. Terutama kepada Beeya. Hatinya seperti terkoneksi kepada wanita itu.
Iyan memilih membuka ponselnya. Dia mencari nomor Anggie. Walaupun kamarnya bersebalahan dengan Anggie, tetapi Iyan lebih nyaman berbicara via sambungan telepon.
Sambungan pertama tidak di angkat, sambungan kedua pun sama. Disambungan ketiga barulah Anggie menjawab panggilan dari Iyan.
"I-iya, Yan." Suara Anggie terdengar ngos-ngosan.
"Kamu kenapa?"
"Enggak kok, a-aku lagi nge-gym."
Namun, di telinga Iyan terdengar suara keciprak-kecipruk sangat jelas. Samar terdengar ada le nguhan seseorang juga.
"Yan, udah ya. A-aku gak kuat."
Sambungan telepon pun Anggie akhiri membuat Iyan mengerutkan dahi. "Apa yang terjadi dengan Anggie?"
.
Sebuah video yang baru saja Beeya tonton semakin membuat mentalnya tertekan. Dia hanya bisa tersenyum tipis dengan air mata yang sudah surut juga hati yang teramat sakit.
"Lakukanlah sesuka hati kamu sampai kamu puas menyakiti aku."
...****************...
Komen dong ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Indrijati Saptarita
waahhh... anggie murahan amat duuhhh..... jangan² lakinya raffa.... bagus lah....
2022-03-23
1
Ana Faqot
. semangat thor
2022-03-23
1
Dilah Mutezz
wah wah kek nya raffa mainin sii anggie nii parah bngett ngerusak hati sma bkin skit dua cewe sekaliguss klo bneran terjadiii....
parahhh bngetttt
2022-03-23
1