Beeya hanya bisa menatap sedih ke arah Iyan yang sedari tadi masih berdiri menghadap kaca pintu IGD. Biasanya, dia yang akan memeluk tubuh Iyan dari belakang. Dia yang akan menghibur Iyan. Namun, kali ini Beeya seperti tengah diawasi oleh pria di sampingnya dan tidak bisa berkutik sama sekali.
"Yan, Ayah pasti baik-baik saja."
Suara Arya membuat Iyan menoleh. Dia menatap ayah dari Beeya, dia juga melihat Beeya sudah ada di sana. Namun, pemuda itu tetap menunjukkan wajah penuh dengan kepedihan.
"Om Yan-yan!"
Anak perempuan berusia tujuh tahun berlari menghampiri Iyan. Dia memeluk perut Iyan. "Jangan sedih, Engkong pasti baik-baik saja."
Ghea adalah pelipur lara untuk Iyan jikalau dia tengah dirundung duka. Iyan mensejajarkan tubuhnya dengan Ghea. Tersenyum manis ke arah Ghea yang sangat cantik.
"Makasih, ya." Ghea mengangguk dan memeluk tubuh Iyan lagi.
"Tumben kamu alim?" sergah Aksa kepada Beeya. Biasanya Beeya yang akan menempel bagai perangko di tubuh Iyan.
Echa menyenggol lengan adiknya dan matanya memberikan kode kepada adik kembarnya itu. Aksa mengangguk mengerti.
Pintu ruang IGD terbuka, Iyan segera menghampiri dokter yang menangani ayahnya itu.
"Kondisi pak Rion sudah sadar. Dia hanya butuh istirahat." Lega sudah hati semua orang yang mendengarnya. Iyan meminta masuk untuk melihat kondisi sang ayah.
Hatinya perih ketika tubuh ayahnya terbaring lemah dengan selang infus di tangan.
"Ayah."
Rion menoleh dan tersenyum ke arah putranya. Iyan mencoba untuk tidak menangis karena ayahnya tidak ingin memiliki anak laki-laki yang lemah. Mencoba untuk tegar, walaupun hatinya menangis kejar.
"Jangan buat Iyan khawatir." Suara Iyan bergetar, tetapi dia mencoba untuk menahan kesedihan yang ada di hatinya. Dia tidak ingin ayahnya sedih karena kondisi hatinya.
"Ayah sudah tua, Yan." Rion tersenyum simpul ke arah putra bungsunya. Namun, kepala Iyan menggeleng, tidak setuju sebagai ucapan ayahnya.
"Ayah masih muda. Ayah gak boleh tua."
Rion dapat menangkap makna dari ucapan Iyan tersebut. Iyan belum siap ditinggalkan olehnya. Iyan masih membutuhkannya. Rion hanya bisa mengusap lembut kepala Iyan.
"Waktu itu tidak bisa diulang. Kematian itu pasti akan datang." Itulah yang Rion katakan.
Air mata Iyan sudah menganak. Dia menggenggam erat tangan Rion. Menatapnya lekat dengan sorot penuh kepiluan.
"Maka dari itu, Iyan ingin lebih punya waktu luang untuk ayah. Iyan ingin mengukir kenangan yang banyak bersama Ayah."
Hati Rion terenyuh mendengarnya. Matanya pun nanar dan wajahnya berubah sendu.
"Maafkan Ayah, jika nanti Ayah tidak bisa mengantar kamu menuju janji suci pernikahan." Iyan menggeleng dengan cepat.
"Ayah harus menemani Iyan. Ayah harus menjadi wali Iyan. Ayah gak boleh pesimis."
Ingin rasanya Iyan menjerit dengan sangat kencang. Hal yang membuat Iyan sedih adalah kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang. Dia takut, jika nantinya dia diperlihatkan akan kematian orang yang dia sayangi.
Tuhan, jika aku boleh menawar. Lebih baik ambil saja nyawaku terlebih dahulu daripada aku harus kehilangan sosok pelindung seperti Ayah.
.
Iyan dengan telaten mengurus ayahnya seorang diri. Dia benar-benar meluangkan waktu untuk menjaga ayah tercintanya. Dua kakak perempuannya pun dilarang untuk meninggalkan kewajiban mereka sebagai istri.
"Kalau semua pekerjaan Kak Ri dan Kak Echa selesai, baru Kakak ke rumah sakit. Iyan gak apa-apa kok sendiri jagain Ayah. Iyan malah senang."
Hati kedua kakak Iyan mencelos mendengarnya. Ucapan yang Iyan berikan terasa sangat memilukan.
"Yan--"
"Gak apa-apa Kak," potong Iyan terhadap ucapan Echa. Dia memandang wajah kakak pertamanya. "Bilang ke Bang Radit, mau gaji Iyan dipotong pun Iyan gak masalah. Iyan ingin menemani Ayah."
Echa berhambur memeluk tubuh adiknya. Mereka bertiga tengah berada di depan ruang perawatan Rion dengan pintu yang tertutup.
"Pasti kamu takut 'kan?"
Iyan pun mengangguk pelan dan terdengar isakan lirih. Echa semakin mengeratkan pelukannya. Begitu juga dengan Riana yang kini memeluk tubuh dua saudaranya.
"Bukan hanya kamu yang takut, Yan. Kami juga takut." Riana mengusap punggung adiknya.
"Iyan takut, jika waktu Iyan bersama Ayah hanya sebentar. Iyan ingin lebih lama bersama Ayah. Ingin membuat Ayah bangga juga ingin lihat Ayah bahagia seperti melihat Kak Ri dan kak Echa."
Anak yang tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu kini semakin dewasa. Menjelma menjadi pemuda yang tampan dan juga baik hati. Dia menjadi kesayangan kedua kakak perempuannya. Akan menjadi pelindung untuk para keponakannya.
"Ayah pasti akan panjang umur, Yan. Kita sebagai anak harus terus mendoakan kesehatan Ayah dan terus berusaha memberikan yang terbaik untuk Ayah. Kita harus bisa buat ayah bahagia."
Tidak ada anak yang ingin ditinggalkan oleh orang tuanya. Namun, mati itu sudah pasti. Hanya waktunya yang masih menjadi misteri.
"Kamu jangan nangis." Echa menghapus jejak air mata di wajah tampan Iyan. "Kamu adalah pelindung Kakak dan Kak Ri setelah Ayah." Echa menangkup wajah adiknya.
Riana mengusap lembut pipi Iyan dengan mata yang berkaca-kaca. "Maafkan Kak Ri yang jarang punya waktu untuk kamu."
Iyan segera memeluk kakak satu ibu dengannya. Kepalanya menggeleng pelan. "Terus temani Iyan, dan jangan pernah tinggalin Iyan." Riana mengangguk cepat. "Pasti, Yan. Pasti."
.
Sudah tiga hari ini perasaan Beeya tak karuhan. Ingin rasanya dia menemani Iyan di rumah sakit. Menghibur Iyan yang pastinya tengah sedih karena kondisi ayahnya.
Ponselnya berdering, dan sang ayah menghubunginya.
"Iya, Pah."
"Pulang kerja mau ikut Papah dan Mamah jenguk Ayah gak?" Arya bertanya di balik sambungan telepon.
"Ikut, Pah."
Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Pepatah itulah yang menggambarkan perasaan Beeya sekarang. Dia tidak sabar ingin bertemu dengan sang pemuda tampan.
Namun, tak Beeya sangka. Raffa malah menjemputnya. Akhirnya, dia ke rumah sakit bersama Raffa dan kedua orang tuanya lebih dulu menuju tempat Rion dirawat.
Gelak tawa tercipta dari empat manusia yang ada di sana. Keadaan mendadak hening ketika Beeya datang bersama Raffa.
"Malam, Ayah. Gimana kondisinya?" Beeya merasa canggung, apalagi Iyan yang seolah menghindarinya. Iyan sangat tahu diri karena tatapan Raffa sudah sangat berbeda.
"Ayah mah gak pernah sakit. Mereka aja yang lebai." Semua orang pun tertawa, begitu juga Iyan yang hanya menyunggingkan senyum.
"Kenalin nih, calon pendamping anak gua." Arya menepuk bahu Raffa yang disambut senyuman hangat laki-laki yang menjadi pacar Beeya.
"Gua udah tahu." Rion berbicara dengan sangat ketus. Seolah dia tidak merestui hubungan Beeya dengan Raffa.
Iyan yang tengah duduk di samping ayahnya pun beranjak. "Mau ke mana?" Mulut Beeya seakan tidak tahu rem. Padahal, di belakangnya sudah ada hansip bermata elang.
...****************...
Komen ya, biar ceritanya lanjut lagi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Ilah
sedihhh
2022-08-27
0
Epi Tri Wahyuni
lanjut trus Thor biar lancar bacanya🤭🤭🤭🤭
2022-05-24
1
Wiendhiet
Lanjut...
2022-03-16
1