Iyan menghembuskan napas kasar ketika mendengar permintaan sang ayah. Dia tidak bisa menolak, tetapi dia juga tidak ingin mengganggu Beeya.
"Ya udah, nanti Iyan hubungi Kak Bee." Rion pun mengangguk.
Selama perjalanan menuju kampus. Iyan terus memikirkan perihal permintaan sang ayah. Hembusan napas yang berulang keluar dari mulut pemuda tampan itu. Pikirannya tidak fokus pada penjelasan dosen.
Di parkiran, Iyan mengambil ponselnya. Dia mencari kontak pesan Beeya. Iyan pun akhirnya memberanikan diri untuk mengetikkan sesuatu.
"Kak Bee, disuruh ke rumah sama Ayah. Katanya Ayah kangen."
Pesan itu hanya ceklis satu. Iyan sangat yakin jika nomor ponselnya diblokir. Dia mencoba menghubungi dengan panggilan biasa, tetap saja tidak tersambung.
"Cinta bisa merubah segalanya," gumamnya.
Iyan segera naik ke motor dan melajukan motornya langsung menuju kafe. Kehadiran Iyan akan disambut oleh para karyawan yang lain. Iyan memang manager, tetapi dia selalu memposisikan dirinya menjadi seorang karyawan. Tidak ada jarak antara dirinya dengan karyawan biasa.
🎶
Aku hanya memanggilmu ... Ayah
Di saat ku kehilangan arah
Dua bait lagu yang diputar di kafe membuat Iyan menghentikan aktifitasnya. Hatinya sakit, hatinya perih.
🎶
Kau tak pernah lelah
Sebagai penopang dalam hidupku
Kau berikan aku
Semua yang terindah
Iyan meninggalakan dapur dan naik ke lantai atas di mana harusnya dirinya berada. Terlalu sakit mendengar lagu tersebut. Dia merasa ada sesuatu yang sudah berada di ujung tanduk.
Dia membenamkan wajahnya di atas meja dengan air mata yang mengalir deras. Iyan tidak pernah serapuh ini. Iyan tidak pernah secengeng ini. Namun, jika menyangkut ayahnya dia akan menangis sangat keras. Kekuatannya roboh seketika. Pria yang memberikannya kasih sayang tulus. Pria yang mengajarkannya banyak hal, juga menyayanginya dengan sangat besar. Dia benar-benar tidak sanggup jika harus kehilangan penopang tubuhnya itu.
Setelah lelah menangis, Iyan teringat akan sesuatu hal. Dia membuka ponselnya kembali dan ternyata masih sama seperti siang tadi. Ceklis satu. Hembusan napas kasar keluar dari mulutnya lagi.
Iyan memilih untuk pulang lebih awal dan meminta ijin kepada Abang dan kakaknya terlebih dahulu. Dia akan pergi ke rumah Beeya. Menemuinya secara langsung dan meminta perempuan pendek itu untuk berkunjung ke rumahnya.
Tibanya di rumah Beeya, Aryalah yang menyambut kedatangan Iyan. Dia mempersilakan Iyan masuk.
"Pa, Kak Bee ada?" tanya Iyan.
Dahi Arya mengkerut mendengar pertanyaan Iyan. Kenapa Iyan tidak tahu keberadaan Beeya? Bukankah dua anak itu adalah bestie forever.
"Emang kamu gak tahu kalo Beeya lagi ke Malang sama Raffa?" Bebylah yang membuka suara.
"Malang?" ulang Iyan dengan wajah terkejut.
"Iya. Katanya seminggu mereka di sana. Sekarang baru hari keempat mereka berada di sana." Iyan hanya tersenyum mendengarnya.
Mendengar Kota Malang membuat hatinya merasa dikhianati. Bagaimana tidak, Malang adalah Kota impian mereka berdua untuk melakukan healing. Namun, waktu yang selalu bentrok membuat mereka harus menunda lagi dan lagi kepergian mereka ke Kota Batu tersebut.
"Ya udah kalau begitu. Iyan pamit pulang." Iyan pun mulai bangkit dari duduknya.
"Emangnya ada apa, Yan?" tanya Arya.
"Ayah ingin bertemu dengan Kak Bee." Iyan masih bisa melengkungkan senyum di hadapan Arya dan Beby. "Iyan pulang ya, Mah, Pah."
Pemuda tampan itu pulang dengan memendam kecewa di dada. Bukan karena Beeya bersama Raffa, tetapi karena Beeya melanggar janjinya untuk pergi ke Malang hanya bersama dengannya.
Iyan melangkahkan kaki menuju kamar sang ayah. Dia seakan merasa gagal karena tidak membawa Beeya ke rumah untuk menemui sang ayah.
"Yah, Kak Bee sama Bang Raffa lagi ke Malang. Tiga hari lagi mereka baru kembali ke Jakarta."
Iyan berucap pelan karena ayahnya sudah terlelap dengan damainya.
"Iyan janji, Iyan akan membawa Kak Bee setelah pulang dari Malang." Pemuda itu mengecup kening ayahnya dan menaikkan selimut hingga ke dada.
.
Pagi ini wajah ayahnya terasa sangat berseri membuat hati Iyan bahagia.
"Ayah tampan sekali," puji Iyan.
"Kakak pun melihatnya seperti itu," timpal Echa.
Rion tersenyum dan berkata, "hubungi Riana, Ayah ingin sarapan dengan formasi lengkap."
Echa menatap suaminya juga menatap Iyan. Hati tiga anak ini tengah berdegup sangat cepat mendengar ucapan dari ayah mereka.
"Cepat hubungi!" titah Rion lagi.
"Mbak, tolong tambah makanan untuk sarapan pagi ini. Keluarga Riana akan datang."
Echa menghubungi Riana dengan tubuh yang bergetar. Dia benar-benar takut. Tidak biasanya ayahnya seperti ini. Sudah beberapa malam Echa bermimpi hal yang menyeramkan.
Awalnya Riana menolak. Pada akhirnya Riana pun mau dan dia bersama kedua anaknya juga suaminya datang ke rumah ayahnya untuk sarapan bersama.
Bibir Rion terus melengkungkan senyum yang bahagia. Inilah hal yang sering dia rindukan. Anak-anaknya sudah besar dan memiliki kehidupan masing-masing.
Ketakutan Echa dan juga Iyan sirna sudah karena ayahnya benar-benar bahagia menikmati sarapan bersama yang sangat jarang terjadi. Bercengkerama bersama lima cucu juga dua menantu durhaka. Gelak tawa meleburkan segala pikiran buruk yang memutari kepala mereka.
Iyan berangkat kuliah, kelima cucunya pun berangkat sekolah. Echa dan Radit akan berangkat bekerja juga. Hanya ada Riana sekarang ini.
"Kamu bukannya pulang."
Riana menatap tajam ke arah ayah yang mengusirnya dengan terang-terangan.
"Itu mulut kapan manisnya sih, Yah?" tanya Riana. Dia bukannya marah malah memeluk tubuh Rion dengan sangat erat.
"Maafin Ri. Ri, jarang jenguk Ayah," sesalnya.
"Kamu mah emang anak durhaka," canda Rion. Bibir Riana pun mengerucut mendengar candaan ayahnya. "Bercanda," ucap Rion.
"Ri ingin terus memeluk tubuh Ayah. Merasakan kehangatan yang selalu Ayah berikan untuk Ri." Riana rindu momen seperti ini. Riana rindu pelukan hangat ayahnya, bermanja dengan ayahnya.
"Sekarang kamu sudah punya suami yang bisa kamu peluk setiap hari. Putra putri yang membanggakan. Jadilah istri dan ibu yang hebat untuk mereka. Jadilah istri yang berbakti kepada suami. Ayah sangat-sangat bahagia melihat kamu memiliki keluarga yang sempurna." Riana tersenyum dan tangannya semakin melingkar erat di pinggang Rion.
Cukup lama mereka berdiam, tak ada suara yang keluar.
"Ri, ketika Ayah tiada, tolong jaga adik kamu. Sayangi dia, cintai dia dan jadilah sosok ibu dan ayah untuknya."
Tubuh Riana menegang mendengar ucapan ayahnya. Dia menatap sendu ke arah sang ayah yang terlihat memucat.
"Kamu adalah saudara satu ibu dengan Iyan. Jaga Iyan, sayangi Iyan, dan berikan kasih sayang yang tulus untuk Iyan agar dia tidak merasa sendirian."
"Ayah." Suara Riana bergetar, kepalanya menggeleng dengan air mata yang menganak.
"Bukan hanya Ri yang akan menjaga Iyan, kita semua akan menjaga Iyan dan mendampingi Iyan. Ayah, Kak Echa dan juga Ri," balasnya dengan suara yang sangat berat. "Ayah gak boleh berbicara seperti itu," larang Riana. "Ayah pasti panjang umur."
Rion tersenyum, tangannya mengusap lembut kepala Riana. "Jaga Iyan, ya."
Perlahan mata Rion terpejam.
...****************...
Komen dong
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Yus Nita
, 😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2024-10-31
0
Ilah
😭😭😭😭😭😭😭
2022-08-27
0
Riyanti Riri
😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2022-06-04
0