Berkali-kali Beeya menghubungi Iyan, tetapi tak pernah Iyan jawab sama sekali. Iyan malah menolak panggilannya.
"Pah, coba telepon Kak Echa," pinta Beeya yang sudah memerah matanya.
Telepon Arya pun tak Echa jawab. Itu permintaan dari Iyan. Untuk saat ini Iyan tidak ingin diganggu oleh siapapun.
Beeya tetap tidak ingin beranjak dari rumah besar itu. Dia ingin bertemu dengan kakak dari Iyan. Dia merasa bingung kenapa Echa, juga tiga keponakan Iyan tak menjawab sambungan telepon darinya.
.
"Kamu beneran mau tinggal di sini?" Echa benar-benar tidak tega melihat adiknya tinggal di sebuah kontrakan kecil seorang diri. Mengingatkannya pada masa kecilnya bersama sang ibu.
"Iya, Kak. Lagian Iyan sendiri doang kan di sini. Palingan juga Ken dan Juno yang bakal nginep," sahut Iyan.
"Perihal Beeya," ucap sang kakak. "Papah juga tadi telepon."
Iyan tersenyum ke arah sang kakak, tangannya masih memasukkan baju ke dalam lemari plastik.
"Kak Bee sudah punya Bang Raffa. Terlihat Bang Raffa juga sangat menyayangi Kak Bee. Biarkan mereka bahagia, Iyan gak mau dicap perusak hubungan mereka."
Hati Echa teramat sakit mendengarnya. Dia tahu ada yang tengah adiknya sembunyikan.
"Kamu merasa ditinggalkan oleh Beeya?" Iyan terdiam. Kemudian, dia mengangguk pelan.
"Mungkin sudah suratan dan jalannya seperti ini."
"Udah, jangan bikin Iyan sedih. Iyan laki-laki, dia harus mandiri. Dia juga gak boleh lemah. Semua masalah harus bisa dia selesaikan sendiri. Bukan begitu, Iyan?" Pemuda itu pun tersenyum seraya menganggukkan kepala ke arah Abang iparnya.
"Om, bolehkan aku main ke sini?" tanya Aleesa.
"Tentu, tapi jangan bawa cowok ke sini," canda Iyan.
"Kalau bawa cowok langsung laporin ke Kakak, Yan. Biar Kakak pelintir kuping mereka." Ketiga anak Echa pun mengerucutkan bibir mereka sedangkan Iyan tertawa terbahak-bahak.
Selepas kepulangan sang kakak dan keluarganya, Iyan menatap figura kecil di atas lemari plastik. Senyum pedih Iyan terukir.
"Ayah, ijinkan Iyan pergi dari rumah sejenak. Biarkan Iyan menenangkan hati Iyan yang masih terlalu sakit karena kepergian Ayah yang tiba-tiba."
,
Suara deru mesin mobil terdengar. Beeya segera berlari ke luar rumah dengan mata yang sembab.
"Kak," panggilnya ketika Echa baru saja keluar mobil.
Echa menghela napas kasar ketika melihat wajah Beeya. "Bee, mohon Kak."
Echa merangkul pundak Beeya dan membawanya masuk. Terlihat Beeya benar-benar sedih.
"Tolong mengerti Iyan ya, Bee," pinta Echa. "Dia butuh waktu sendiri. Ini hal yang paling menyakitkan untuk Iyan," tutur kakak dari pemuda itu.
"Ketika Iyan membutuhkan hiburan, dia malah sendirian. Mungkin, itu yang membuat hati Iyan lebih sakit," lanjutnya lagi.
Beeya hanya menunduk dalam dengan air mata yang mengalir deras. Dia benar-benar merasa bersalah. Ini salahnya kenapa dia selalu takut pada Raffa.
Keesokan harinya sepulang Beeya kerja dia segera menuju Moeda kafe. Dia berharap Iyan ada di sana. Dia ingin berbicara berdua dengan Iyan.
"Wira, Iyan ada?" Beeya segera masuk ke dapur kafe dan menghampiri salah satu karyawan kafe di sana.
"Gak ada. Dari semenjak ayahnya meninggal Pak Manager belum masuk kerja."
Beeya hanya mematung mendengarnya. Iyan benar-benar menghindarinya. Rasa bersalah semakin bersarang di hati Beeya.
Dua Minggu sudah Beeya tidak bisa bertemu dengan Iyan. Semua keluarga Iyan seakan merahasiakan keberadaan Iyan darinya juga papahnya. Beeya memutuskan untuk tidak masuk kerja hari ini. Dia ingin stand by di kafe. Dia yakin, Iyan sudah masuk kerja.
Benar dugaannya, Iyan memarkirkan motornya dan segera masuk ke dalam kafe. Namun, dia tidak seriang biasanya. Pelan-pelan Beeya mengikuti Iyan ke dalam dan dia melihat Iyan naik ke lantai atas untuk meletakkan tasnya. Tangan Beeya menekan gagang pintu. Ketika Iyan menoleh, Beeya sudah berhambur memeluk tubuh pemuda yang sangat tampan itu. "Maafkan aku."
Tidak ada reaksi apapun dari Iyan. Dia memasang wajah datar nyaris tanpa ekspresi.
"Kak, aku hanya gak ingin pacar kakak selalu salah paham sama aku. Aku butuh ketenangan, Kak."
Beeya mengurai pelukannya ketika mendengar alasan yang keluar dari mulut Iyan. "Kakak pernah bilang, ingin punya pacar atau pendamping yang posesif. Tuhan menjawab doa Kak Bee."
"Pokoknya gua itu pengen punya pacar yang posesif yang selalu dekat dan jagain gua di manapun gua berada. Gak kayak lu! Cuek dan dingin."
Beeya teringat akan ucapannya ketika dia marah kepada Iyan perihal Iyan yang tidak peka dan terlalu cuek kepadanya
"Udah ya, Kak. Ijinkan aku sendiri dulu. Aku tidak ingin beban pikiranku semakin banyak," ucap Iyan. Dia berlalu begitu saja meninggalakan Beeya.
Kecewa, itulah yang dirasakan Iyan. Ketika dia membutuhkan teman, Beeya seakan menghilang. Sedangkan dirinya akan selalu ada ketika Beeya tengah bersedih. Sepele memang, tetapi ini menjadi hal berarti untuk Iyan.
.
"Udah ya, Fa. Aku capek kalo kamu terus-terusan bahas Iyan, Iyan dan Iyan. Sebelum aku mengenal kamu, aku lebih dulu mengenal Iyan. Anak yang memang udah aku anggap seperti adikku sendiri," terangnya dengan sedikit emosi.
"Kamu itu pacar aku, Bee. Mana ada sih cowok yang akan diem aja ketika melihat pacarnya sama cowok lain." Raffa tak kalah emosi. "Ingat Bee, kamu gak boleh melanggar janji kepada Kakek kamu. Kamu akan menikah dengan aku!"
"Terserah, Fa! Terserah!"
Beeya segera meninggalkan Raffa yang sudah marah kepadanya. Ini adalah pertengkaran yang kesekian kalinya terjadi di hari yang sama. Itu berawal karena Beeya yang terus mengejar maaf dari Iyan. Raffa cemburu dan merasa diabaikan oleh Beeya.
Sudah hampir sebulan Beeya mengejar maaf dari Iyan. Namun, Iyan seakan terus menghindar dari Beeya.
Hari ini dia memutuskan untuk datang ke kosan Iyan. Dia sudah mengintili Iyan dari seminggu yang lalu. Kosan kecil nan sepi, di situlah tempat Iyan berada saat ini. Beeya masih setia menunggu Iyan hingga jam sebelas malam. Kedua tangannya sudah memeluk tubuhnya dengan wajah yang memucat. Sebuah motor berhenti tepat di kosan Iyan. Lengkungan senyum di bibir Beeya terukir. Dia menghampiri Iyan walaupun tubuhnya sedikit gemetar.
"Iyan."
Tangan Iyan yang tengah membuka kunci pintu terhenti. Dia segera menoleh ke asal suara. Matanya melebar ketika melihat Beeya yang sudah pucat dengan rambut yang basah. Ya, satu jam yang lalu memang hujan. Beeya yang berteduh di teras sempit kontraknya Iyan tetap terciprat air hujan.
"Kak Bee!"
Untung saya Iyan berhasil menangkap tubuh Beeya yang lemah. Sangat jelas wajah pucat Beeya di mata Iyan. Dia segera membawa Beeya masuk dan diletakan di kasur yang biasa dia tiduri.
"Aku buatkan teh hangat dulu, ya." Tangan Iyan dicekal oleh Beeya ketika dia hendak berdiri.
"Maafkan aku." Suara pelannya membuat hati Iyan sakit. Dia menatap intens wajah Beeya yang terlihat penuh penyesalan. Akhirnya, Iyan pun mengangguk.
"Aku buat teh hangat dulu, ya. Biar badannya enakan." Beeya menggeleng dan semakin menarik tangan Iyan hingga dia pun terjatuh dan berbaring di samping Beeya. Tangan Beeya memeluk tubuh Iyan dengan begitu erat seakan dia tidak membutuhkan teh hangat melainkan pelukan hangat.
Tanpa Iyan sadari bibirnya melengkung. Sudah lama pelukan ini tidak dia rasakan. Dia kehilangan sosok wanita yang manja.
.
"Ingat ya, Fa. Jika, terjadi apa-apa dengan Beeya nyawa kamu yang akan menjadi taruhannya."
...****************...
Komen dong ...
Sepi banget deh🤧
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Ani Sumarni
lanjut bikin penasaran aja
2022-03-20
2
Avanisa
nangis
2022-03-19
1
Indrijati Saptarita
lanjuuuuuuuuutttt..... kasihan iyan...
2022-03-19
1