“Ini untuk kamu Netta,”
“Haa!? tidak usah Bang nanti Bou marah-marah,”ia menolaknya.
“Pakailah, jangan beritahu sama
Mami,” pakai diam-diam.
Netta masih memanggil Mami Bou walau sudah jadi menantunya, kalau harusnya ia panggilnya Inang, tapi ia tidak melakukannya.
“Kalau Bou tau, takutnya kena marah juga,” wajahnya terlihat jadi ragu.
“Sudah pakai saja, nanti jangan kasih tau.”
“Tidak usah deh Bang, nanti jadi masalah besar lagi, aku tidak mau ribut-ribut,” Ia benar-benar menolaknya, dalam lubuk hatiku paling dalam ada rasa bersalah pada Netta Istriku.
Aku sangat salut dengan sikapnya yang baik dan hati yang kuat, kuat menerima omelan bahkan cacian dari Mami.
“Beneran kamu tidak mau? aku sudah beli ini,”
“Tidak usah Bang, baterainya saja dulu, masih bisa dipakai,” Netta menolak Ponsel yang aku beli, ia lebih memilih mengganti baterai ponsel lamanya.
“Mba ganti saja casingnya,” karyawan wanita ber wajah manis itu ngelihatin kami berdua bergantian dengan Netta.
“Kenapa tidak jadi ponselnya mbak? itu keluaran terbaru.” Wanita berkerudung hitam itu berusaha membujuk Netta. “Ada abangnya yang bayarin ini.”
“Tidak tahu ini istri saya tidak mau,” aku melirik Netta, wajahnya terlihat biasa saja, beda dengan tatapan mbak counter nya menatap Netta, dengan mata melongo saat aku sebut ia istriku, ia lagi-lagi menatap Netta dan aku saling bergantian, aku paham apa yang di pikiran wanita itu, hal itu juga yang tadi Netta katakan menyuruhku tadi agar tetap di mobil.
Aku masih memperhatikan Netta, otakku berpikir keras apa ia melihatku tadi?
Hanya itu yang mengisi otakku.
“Sudah mba, ini sudah kelihatan baru lagi.”
“Bayar pakai kartu bisa ,mbak?”
“Bisa mas.”
Memberikan kartuku yang di gunakan Mikha, jika wanita itu belanjanya puluhan juta , istriku hanya dua ratus ribuan.
Wajahnya terlihat sangat tulus dan senang, walau hanya nominal sekecil itu.
“Kita pulang. Ayo! nanti Bou bisa marah.”
Dalam mobil, Netta terlihat sangat sibuk, matanya menatap layar ponselnya, ia sibuk membalas chating yang masuk.
Aku semakin gelisah , aku ingin bertanya tapi aku ragu karena ia terlihat sangat sangat sibuk.
“Dimana alamat Dokternya, Ta?.” Hanya ingin memulai obrolan.
“Abang malah nanya alamatnya yang duluan sih, orang bertanya dulu bagaimana hasil pertemuannya dengan Dokternya dong?,”
“Oh, iya kataku buru-buru meralat omonganku.
“Ini Dokter sudah memeriksaku, tinggal Abang.”
“Terus bagaimana kalau Mami bertanya?”
“Bilang saja kita sudah ke sana, tadi aku sudah jelaskan sama Dokternya, ia maklum.”
Baru juga tiba di depan pintu, tapi Mami sudah menunggu, jantung ini semakin berdetak tidak beraturan.
“Lama bangat kalian pulang?”
“Iya, Mi macet,”
“Bagaimana?”
Belum juga kami duduk sudah ditagih,
“Kata Dokternya baik-baik saja, Bou.”
“Terus apa lagi katanya?”
“Tidak ada Bou.”
“Terus, kalau semua bilang tidak ada masalah, kenapa kalian belum punya anak?”
“Mami, sudahlah kami capek terus menerus didesak. Mami, pernikahan kami juga baru juga satu tahun, banyak kok Mi puluhan tahun menikah belum punya anak,” aku gerah juga Mami terus –terus mendesak kami.
“Tidak, saya khawatir sama si Netta, Mami yakin ini yang rusak, kamu bisa gak tidak usah kuliah dulu, kuliahmu itu hanya menghabiskan duit,” Mami menekan Netta.
“Mi, bisa jangan bolak-balik membahas itu lagi, waktu itu kita sudah membahasnya,kan.”
“Mami tidak mau kerja kerasmu hanya untuk kebutuhan dia, kemarin aku juga lihat kamu juga ada tas baru?”
Aku menatap Netta, ia hanya diam, tidak membantahnya, ia hanya menjawab seperlunya.
“Itu tas aku iya ampun, Mi, aku lihat tas Netta yang mau kuliah sudah robek, aku ada tas yang tidak di pakai lagi jadi di kasih sama Netta, masa hal itu juga, Mami urusin sih,” Kak Eva wanita yang pengertian, di rumah ini hanya kak Eva yang selalu membela Netta.
Sedangkan adikku Arnita selalu kambing hitam, apapun yang salah di lakukan Netta, ia selalu mengadu sama Mami.
“Iya harus! saya urusin jugalah Eva, kamu bagaimana, saya tidak mau uang keluarga saya terbuang sia-sia.”
“Mami bicara seperti itu seakan Netta orang lain,” kata Kak Eva.
“Sudah dong Mi, jangan menekannya lagi, biarkan ia dan suaminya yang mengurus kehidupan rumah tangga mereka.”
Ia selalu bersikap dewasa dan rendah diri, kakakku berprofesi sebagai kepala perawat di salah satu rumah sakit Kristen di daerah Jakarta Timur, pembawaannya selalu tenang dan dewasa, Ia menyukai Netta karena menurutnya Netta wanita yang kuat, Netta sering sekali menjaga anaknya yang masih bayi, jika ia ada shift jaga malam.
“Ia belum bisa di harapkan menjaga keuangan suaminya yang ada nanti di habiskan di kasih ke Eda ke kampung
(Eda: ipar perempuan atau istri dari abang atau adik laki-laki)
“Itu lagi di bahas, pusing aku lihat si Mami ini, tadi,kan kita bahas soal hasil pemeriksaan Dokternya, jadi merembet kemana-mana, satu tahun yang lalu kita sudah membahasnya Mi.”
“Mami tidak akan berhenti mengungkit semuanya, jika ia belum melahirkan anakmu…! Mami tidak akan berhenti mengungkit kalau saya memberikan sinamotnya dulu banyak. Tapi kamu diam-diam juga mengirimi uang pada mertuamu di kampung dan kamu juga harus menyekolahkannya di sini, Iya ampun leherku langsung tegang memikirkannya, habislah nanti duit ku hanya untuk keluargamu, aduh… aduh,” katanya memegang lehernya yang tiba-tiba mengeras.
“Makanya Mami jangan terlalu memikirkan semuanya,” kak Eva dengan sigap mengeluarkan alat-alat kesehatan miliknya dan memeriksa mami.
“Sana Than, kalian naik saja,” kata kak Eva.
“Jangan, jangan naik dulu. Mami belum selesai bicara, Mami harus tau biar Mami tidak sakit kepala terus-terusan, Mami mau tanya pada Netta apa kamu tidak bisa menunda kuliahmu dulu supaya kamu fokus pada rumah tanggamu?”
“Saya akan mengurus dua-duanya, Bou,” wajah Netta menunduk wajah itu benar-benar terlihat sangat lelah.
“Bagaimana kamu akan mengurusnya jika kamu begitu, yang ada kamu hanya akan menghabiskan uang suamimu dan kamu akan memaksanya bekerja keras lalu diam –diam kamu akan mengirim ke kampung, kamu pikir saya tidak tahu?”
“Itu tidak benar Bou, kami tidak pernah kirim uang diam-diam.”
“Jangan membantah kau, kamu pikir saya tidak tahu, Haa?”
Mami mengamuk lagi, ia melemparkan tempat tissue kearah Netta, aku tidak tau harus berbuat apa lagi.
“Mi, saya sudah bilang, kan, itu inisiatif aku yang ingin bantu Nantulang( mertua), pusing bolak-balik bahas itu lagi, Ayo Ta, kita naik dengerin Mami sampai pagi akan bolak-balik bahas itu lagi, Intinya hari kita sudah ke Dokter sesuai permintaan Mami, jadi jangan marah lagi. Tunggu dan bersabarlah.” Kataku menaik tangan Netta masuk ke kamar kami.
Bersambung.
KAKAK TERSAYANG JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR DAN PENDAPAT KALIAN DI SETIAP BAB DAN JANGAN LUPA JUGA
LIKE, VOTE DAN KASIH HADIAH SEBANYAK-BANYAKNYA IYA
JANGAN LUPA MAMPIR KE KARYA BARU IYA KAKAK
Baca juga.
- Pariban Jadi rokkap( Baru)
-Aresya(Baru)
-Turun Ranjang(Baru)
-The Curet king( Baru)
-Cinta untuk Sang Pelakor (Tamat)
-Menikah dengan Brondong (ongoing)
-Menjadi tawanan bos Mafia (ongoing)
-Bintang kecil untuk Faila (ongoing
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
Medy Jmb
Masih perawan, gimana mau hamil
2023-07-14
0
Lince Nainggolan
kok bgt namboru sama maen ??
bilang dong klo maenmu tuh msh virgin
2023-04-29
0
Mia Miana Zhianipar
ini ni yg buat aku takut nikah, takut jumpa mertua macam ini,
menntu nya udah baik selalu salah di mata mertua😭😭😭
2022-10-26
0