Rasa lelahku semakin bertambah, karena
baru tiba di rumah tapi sudah di cerca berbagai pertanyaan dan berbagai perintah dari keluargaku, salah satunya dari Namboruku yang panggil bou, Namboru sebutan untuk adik atau kaka saudara perempuan dari bapak.
“Than, bagaimana barang-barang kamu, sudah bereskan?” tanya bibiku yang baru tiba dari London, ia sengaja pulang ikut mengurus semua persiapan pernikahan kami.
“Belum, bou,” jawabku dengan nada kurang bersemangat.
“ Kenapa belum..!?” kamu yang menikah, Than, kenapa kita yang yang repot sendiri, kamu malah santai-santai,” rutuk bibiku dengan nada kesal mengoceh.
Aku melemparkan tubuhku ke atas ranjangku, aku merasa lemas karena Mikha akhirnya tau rencana perjodohanku, entah siapa yang memberitahukannya.
Tadi baru keluar dari kantor, ia mengirim pesan mengucapkan nada ucapan selamat untuk rencana pernikahanku.
Tadinya, aku yang akan memberitahukan sendiri pada Mikha, tapi ia sudah terlebih dulu tahu dari orang lain membuatku kesal.
Tok..Tok
“Bang, ini aku Ita, boleh masuk gak?”
“Masuklah..”
“Abang ada apa sih..? mukanya kaya gitu bangat. Abang tidak senang dengan acara perjodohan ini? Kalau tidak senang harusnya ngomong dari awal, Mami sama Papi kan sudah mengurus semuanya.”
Anita adikku paling bontot selalu memberi nasehat padaku, walau umurnya jauh di bawahku.
“Gak, aku hanya capek, sana keluar.. ! aku mau tidur.” Mengusir gadis kecil itu dari kamarku, mendengar ocehannya membuat kepalaku bertambah sakit.
“Abang gak macam-macam nanti, kan? Abang tidak melarikan diri nanti ,kan?” pertanyaan beruntun dan suara berisik dari adik perempuanku, membuat kupingku berngiung seakan kepalaku di pukul pakai panci penggorengan, mendengar bibir cerewet itu terus berceloteh, emosiku mulai naik, aku salah satu tipe lelaki yang gampang emosi, apalagi mendengar nasehat-nasehat yang itu-itu saja.
Pak...
Satu bantal guling melayang ke kepala Arnita, matanya melotot tidak terima.
“Berisik..! sana keluar.” Pintaku kesal.
“Iiiih.. dibilangin bukanya didengar malah marah-marah,” ia berdumal kesal dan meninggalkanku, bibirnya manyun.
Ia adik kecilku yang sering bersikap sok dewasa, sering juga menasehati walau umurku jauh lebih tua darinya, itu juga yang membuatku tidak terima demi apapun. Hukumnya dari mana anak kecil memberi nasehat pada orang dewasa, disitulah jiwaku langsung menolak.
Saat ini, badanku rasanya lemas, pikiranku kacau, tanya kenapa? karena Mikha tidak menjawab teleponku, aku tidak mau kehilangannya, ia masih milikku dan akan terus jadi milikku selamanya.
Bolak- balik aku melirik layar ponselku, tidak ada balasan dari pesan WhatsApp yang aku kirim yang datang pesan masuk dari orang yang tidak ku inginkan dari Kinan, ia lelaki yang mau jadi teman saat bersenang-senang, maksudku lelaki yang ada saat aku ada duit saja, jika aku tidak punya uang , ia akan mendadak hilang, teman seperti Kinan tidak di butuhkan di dunia manapun. Karena setiap kali bertemu atau ngajak nongkrong, ia tidak pernah mengeluarkan uang, alias maunya gratisan dan di bayarin .Tapi omongannya tinggi sampai ke langit. Aku tau ia juga mungkin yang memberitahukan perjodohan ku pada Mikha.
Kali inipun begitu, ia mengirim pesan mengajakku ke café tempat kami biasa menghabiskan waktu. lebih baik mendiami orang yang selalu jadi parasit tidak ada untungnya berteman dengan orang seperti itu.
Kring...
Kring...
Tanganku menyambar ponselku, melihat pemanggilnya bernama Mikha, saat itu juga aku langsung menekan tanda jawab berwarna hijau.
“Sayang ,” cercaku dengan panik.
“Aku mau ngomong ama Abang”
“Ok, gue datang.”
Belum juga ia memberitahuku ia dimana, ketemunya di mana, aku sudah terlebih menguncinya dengan kata-kataku.
“Oooke,” nada suaranya terdengar ragu, mungkin ia ada maksud lain. Tapi siapa yang peduli dengan itu, aku hanya ingin bertemu dengannya saja.
Saat itu juga aku merasa tubuhku pulih kembali dan mendadak jiwaku kembali ke tubuhku, semangatku terpacu lagi, aku menyambar kunci mobil di atas nakas.
“Than, kamu mau kemana lagi? Ini sudah malam,” kata wanita paru baya yang tak lain adalah Bibiku.
ia menggantikan Mami untuk mengurus kami selama Mami dikampung untuk mengurus pernikahanku yang akan berlangsung beberapa hari lagi.
“Ketemu teman sebentar saja Bou,” kataku dengan langkah buru-buru.
“Jonathan…! pamali Nak, calon pengantin itu tidak boleh keluar rumah,” Bibiku menasehati ku.
Iya nasehat itu sering aku dengar dari orang-orang yang lebih tua, kalau calon pengantin tidak boleh keluar dari rumah.
Aku juga tau akan hal itu. Siapa yang tidak mengetahui istilah tradisi ‘pingitan’. Hampir seluruh Indonesia juga tau akan hal itu. Calon pengantin dipingit menjelang pernikahan. Tradisi yang mengharuskan calon pengantin tidak boleh keluar jauh-jauh dari rumah.
Bukannya saya mengabaikan tradisi itu, atau petuah itu, tapi ini lebih penting dari apapun, ini urusan hati
Langkah panjangku menuju mobil, sebelum tanganku membuka mobil Porsche cayman berwarna putih itu, lagi-lagi adik kecilku yang satu ini tidak ada kapoknya kena marah olehku. Ia berlari menghampiriku.
“Bang mau kemana lagi? Kita pulang ke kampung besok lusa, baju Abang sudah rapi belum?”
Niatnya memang bagus, tapi kenapa aku merasa ia ngeselin,iya’ karena terlalu cerewet
“Iya gampang, Abang tidak lama ,” jawabku singkat dan mobilku melaju menyusuri jalanan Ibu kota yang kebetulan habis di guyur hujan deras.
Tidak berapa lama, mobil mewah berwarna putih tiba di apartemen Mikha kekasihku, apartemen skyhive Cawang Jakarta Timur, tidak jauh dari rumah keluarga.
Ting
Lift apartemen mengangkut di ku kelantai lima, dimana ruangan yang di huni Mikha.
Ting-tong
Baru sekali di tekan Mikha sudah mendongakkan kepalanya dan menyambut ku dengan senyuman yang manis.
Ia langsung menghamburkan dirinya ke pelukanku, tangisannya pecah. Aku membiarkan menuntaskan perasaanya, membiarkan air dari mata cantiknya membasahi baju bagian dadaku.
“Beb.. apa kamu akan meninggalkanku, apa benar, itu?”
“Tidak, aku tidak meninggalkanmu sayang, percaya padaku, jangan dengar kata orang,” kataku mengusap-usap rambutnya yang berwarna coklat.
“Tapi kamu akan menikah, kan?.” Mata indah dengan pupil berwarna abu-abu menatapku dengan sangat sendu.
“Iya, aku akan menikah bukan berarti meninggalkanmu, kita akan tetap bersama, aku akan tetap milikmu dan kamu akan tetap milikku, aku datang kesini sekalian mau pamit mau menikah dengan wanita pilihan orang tuaku sayang, ia adalah sepupuku di kampung, aku hanya ingin memberitahu, setelah aku selesai melakukan pernikahan, nanti kita akan liburan ke Lombok dan kita akan berselancar lagi di Bali.”
“Apa, aku harus percaya, itu?.”
“Tentu sayang,” kataku mengecup bibir merah milik Mikha.
“Bagaimana dengan keluargamu?”
“Intinya, kamu harus percaya padaku sayang, biarkan aku yang mengurus semuanya, kamu hanya perlu menungguku dengan tenang.”
“Baiklah, aku akan percaya padamu Yayang-Beb,” senyumnya merekah , ujung bibir merahnya saling bertarikan membentuk lengkungan indah di ujung bibirnya membuatku tergoda lagi, ingin rasanya aku ********** sampai habis. Tangannya menggantung di leherku, ia tau yang aku inginkan menempelkan bibir indahnya ke bibirku ritual kami setiap bertemu.
Jam 06:00
Kring...
Kring...
Tanganku meraba benda pengganggu tidurku, aku mengusap layarnya nama adik bawelku pemanggilnya.
“Ck Halo..!”
“Abang dimana?”
“Di rumah teman, sudah.. ah bawel, aku mau mandi,” aku mematikan ponselnya.
Aku menoleh ke sampingku. Mikha masih tidur pulas, tidak ingin menganggu tidurnya, aku turun dari ranjang memungut pakaianku yang berserak di lantai, setelah selesai mandi baru ingat bajuku belum berganti sejak pulang kantor kemarin, tidak mungkin ke kantor dengan pakaian yang itu lagi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
Melia Gusnetty
aiisss...dh biasa celap celup ..kasihan yg jd bini nya...dpt bekas ..tuir lg...😏
2024-03-04
0
Selvin Nurmida Silalahi
jgn maccam" kau Jo
2023-10-20
0
antha mom
aduhh thor kirain nggak berani tidur bareng nyatanya penganut bebas juga ya
2023-04-07
0