Maka pesan saya, kalau datang ke Danau yang indah ini, untuk liburan dan bertamasya maka bersikaplah sopan dan jangan mengotori Danau yang cantik ini, dengan sampah dan perbuatan-perbuatan kotor.
Kapal kami berhenti menurunkan penumpang di Harian, kapalnya berjalan lagi, seorang ibu dan dua anaknya turun lagi di kampung Sipinggan dan terus berjalan lagi, tiba di Nainggolan, satu orang inang-inang atau ibu-ibu menurunkan barang-barang, sepertinya ibu yang satu ini ibu yang berjualan Nasi di dalam kapal.
Hingga akhirnya kapal kami berhenti tempat tujuan Labuhan Pandiangan, kapal menurunkan rombongan keluargaku di pelabuhan kecil yang sederhana di Huta Pandiangan, atau labuhan Pandiangan.
Terlihat tidak jauh dari labuhan Mami melambai kearah kami, dua mobil yang sengaja di bawa ke kampung untuk di pakai mengurus keperluan selama di kampung.
“Selamat datang di Samosir Nathan,” ujar Mami wajahnya terlihat gembira.
Ada banyak keluarga yang menyambut kedatangan kami, ada tiga gadis yang menyambut di labuhan, tiga orang anak remaja dengan wajah malu-malu kucing dan
cengar-cengir saling dorong-dorongan, ingin berkenalan denganku tapi malu, tadinya, aku pikir Netta yang datang menyambut.Ternyata pariban kecilku tidak ikut.
Seorang dari tiga sekawan memberanikan diri menyodorkan tangannya, seorang kulitnya yang paling gelap, orangnya ceria dan humoris juga manis, ia yang duluan paling berani.
“Hai Bang, aku Sina boru tinjak,” ujarnya suara tegas, karena penampilannya juga terlihat tomboy. Ia menyodorkan tangan memperkenalkan diri.
“Oh, Hai Ito,” ucap ku menyambut uluran tangannya.
Berusaha bersikap sopan pada wanita muda yang ikut menyambut kami di Labuhan pandiangan.
“Aku Revina boru Sinaga ,” ujar salah satu anak remaja yang kulitnya lebih putih.
"Iya ito Revina," Menyambut tangannya juga.
Tinggal satu lagi” Aku Wati boru tinjak." Gadis muda yang bernama Wati terlihat manis.
Mataku celengak-celenguk melihat mereka semua, aku tidak melihat Nettania pariban ku wanita yang akan aku nikahi nantinya.
'Kemana dia, Kenapa tidak ikut menyambut calon suaminya?' Batinku bertanya.
Melihat ketiga teman-temannya, aku bisa menggambarkan bagaimana warna kulit Nettania tanpa harus melihatnya langsung.
“Nia, tidak ikut bang, tidak di perbolehkan menemui abang sesuai tradisi, dia di kurung di rumah amang Sittua." ujar Lihasina.
Sittua adalah pelayan di Gereja.
“Oh tidak, aku tidak untuk melihatnya," ujar ku berbohong.
Padahal, biar bagaimanapun aku penasaran, kenapa teman-temannya ikut, dia tidak ikut menjemput.
Melihat sikap ketiga teman-temanya, aku yakin Nettania juga seperti mereka anak remaja pada umumnya, masih polos bersikap ceria dan seharusnya belum saatnya untuk menikah. Tetapi demi Poda oppung atau wasiat kami terpaksa melakukannya.
Tiga mobil terlalu sempit untuk mengangkut kami semua, aku memilih naik ojek untuk membawaku ke atas maksudnya ke kampung Nettania.
“Mi, aku naik motor ojek saja, iya.”
“Bukan motor Than, bilangnya naik kareta.” Mami menunjukkan salah seorang bapak.
Di samosir nama mobil Motor, dan motor dua roda yang biasa kita tau itu di sebut kereta, begitu di samosir di kampung Nettania.
“Aku, mau naik Kreta ke Dolok Martahan, bisa, Tulang?"
“Ke Huta Dolok Martahan jauh Lae 50 ribu mau gak? Kalau mau saya antar.”
“Iya tulang, tidak apa-apa harga segitu.”
Kita sepakat, naik kereta atau motor dan keluarga yang lain naik mobil.
Naik motor sebenarnya lebih menyenangkan karena di sepanjang jalan menuju Huta Dolok Martahan mata kita akan dimanjakan pemandangan yang hijau-hijau dengan sawah sepanjang jalan. Mulai tepi pantai Pemandangan hingga ke Pandiangan atas.
Tanaman padi yang masih hijau karena kami datang di bulan maret, maka katanya musim marbabo( Marbabo: membersihkan rumput dari tanaman padi) Karena di kampung Nettania tanam padi hanya sekali dalam setahun karena pasokan air terbatas dan tidak adanya irigasi yang mengaliri untuk membantu para petani saat itu, hanya mengharapkan air hujan dari langit.
Musim tanam sekitar bulan Desember-januari, bulan segitulah orang kampung menanam padi,
kedatangan kami saat ini bulan tiga, musimnya marbabo.
Terlihat ada beberapa ibu yang sedang bekerja membersihkan tanaman padi mereka di sepanjang jalan yang kami lalui.
Motor Rx king melaju naik keatas arah kampung Nettania .
Motor Rx King akhirnya berhenti di salah satu pinggir jalan. Pohon tua yang sepertinya sudah ratusan tahun berdiri kokoh ditempat aku berdiri, pohon besar menjulang tinggi arah masuk ke rumah Nettania.
Baru tiba para anak-anak dan orang tua datang menyambut kedatangan rombongan kami.
Terlihat juga Paman dan Bibiku, orang tua Nettania datang menyambut kami, senyum dan tawa terpancar dari kedua orang tua itu.
Rumah Nettania di samping rumah kakekku, bapak dari Mami, rumah sederhana berdinding kayu, Nettania delapan orang bersaudara, ia anak yang ketiga dan adik-adiknya juga masih kecil. Tetapi api lagi-lagi ia tidak ada kelihatan.
Hingga kita masuk ke rumah Oppung, jabu rumah atau rumah adat Batak.
Suasana rumah sudah mulai ramai, anak-anak dan perempuan remaja atau anak Naposo terlihat penasaran melihat kedatangan tamu dari Jakarta.
Setelah diadakan acara penyambutan penaburan beras diatas kepala atau sipirni tondi sebagai simbolik menguatkan jiwa atau ruh atau ucapan syukur karena kami sampai dengan selamat.
Setelah selesai adat penyambutan di dalam rumah aku belum melihat Nettania juga. aku penasaran seperti apa nanti reaksinya melihatku, apakah ia juga bersikap seperti teman-teman remaja seperti saat ini? mereka terlihat sangat mengangumi paras wajahku yang tampan? Apa Nettania juga nanti akan cengengesan seperti mereka? Aku semakin penasaran seperti apa wujud aslinya calon istriku.
Aku keluar dari rumah untuk melihat-lihat dan ingin memberi kabar untuk Mikha kekasihku yang tinggal di Jakarta, aku ingin mengabari kalau aku sudah tiba di kampung.
Saat berjalan keluar mencari sinyal, terlihat anak-anak perempuan yang masih remaja itu terus mengikuti ku.
“Netta di rumah yang di bawah bang, apa abang mau menemuinya?” tanya Sina.
“Oh, tidak, aku hanya ingin melihat-lihat saja.”
“Ayo, kami temani saja mau melihat apa? yang di sebelah kanan kampung kami Sidalu-dalu dan di sebelah kiri itu Huta Raja,” kata Wati bertindak seperti Tour Guide, ia selalu menjelaskan semua apa yang aku lihat. Aku hanya mengangguk kurang bersemangat.
Ketiga Teman-teman Netta anak-anak remaja yang ceria, saat kami lagi duduk di Harbangan ni Huta. Tiba-tiba seorang anak remaja teman Nettania datang lagi, dengan nafas terengah-engah seperti habis lari maraton.
“Sin, mana pacar si Netta? aku baru pulang dari ladang mencabut ubi, gak di bolehin oppung tadi aku ikut ke pelabuhan manomu-nomu mereka, (Bahasa batak di terjemahkan ke bahasa Indonesia)
“Ini.. abang itu kak,” Revina boru sinaga menunjukku.
“Holo, perkenalkan nama aku, Betaria sonata nauli boru Lumban raja,” ujarnya bersemangat, ia teman Netta satu lagi, ia memperkenalkan diri. Tetapi namanya panjang seperti rel kereta api.
Dari ketiga temannya, ia sendiri paling unik, rambutnya kriting halus seperti rambut orang Papua, orangnya pendek dan betis kakinya besar seperti pemain bola, ia mengusap-usap telapak tangan ke bajunya, lalu ia menyodorkannya padaku.
Aku tersenyum kecil melihatnya dan menyambut tangannya.
“Hai juga ito, aku Nathan.”
“Kita ber- empat temannya si Netta, temannya sekolah, teman bermain, teman marbada juga,” ucapnya lagi.
Melihat tahi lalat di atas bibi si Betaria aku berpikir dia pasti parbada.
Aku berharap mereka ber- empat meninggalkanku sementara, memberiku waktu sendiri, karena dari tadi pagi aku belum mengabari kekasihku Mikha.
Tetapi ke empat teman Nettania terus mengekor ku kemanapun kakiku melangkah, terpaksa mengurungkan niat menelepon Mikha, aku takut mereka-mereka mengadu ke Mami kalau aku menelepon wanita lain dan takut menambah masalah baru lagi
Keempat teman Nettania menceritakan banyak hal tentang Nettania, melihat mereka berempat, aku bisa langsung tau kalau Nettania pariban kecilku yang akan ku nikahi tidak jauh beda dari keempat temanya, terlihat masih polos dan masih anak-anak .
Teman Nettania: Revina, Wati, Sina dan Betaria. Si Betaria inilah yang paling cerewet dan paling sok tahu. Ia juga masih mau lari-larian seperti anak kecil.
“Hadee ... Apa Nettania akan bertingkah seperti itu,” kataku berucap kecil.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 283 Episodes
Comments
Eva Nova
Huta raja itu itu kampung ayahku. Kami situmorang banyak dr sana..
2024-07-03
1
Buthet Bnd
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 JD teringat sahabat dkampung sewaktu sekolah...marbada dan segalanya sllu kami lakukan dgn hati tulus
2022-09-30
0
Buthet Bnd
Nathan memang kulit kita org Toba kebanyakan hitam manis...akibat dinginnya cuaca......eksotis kah itu namanya tahe?🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-09-30
0