Gunung Arjuno bagi penduduk sekitar adalah gunung yang sangat kramat. Menurut cerita, gunung itu dijaga sembilan wujud Rhaksasa dan satu ular yang sangat besar saking besarnya katanya badan ular itu mampu melingkari gunung Arjuno.
Meskipun dipenuhi cerita yang berbau mistis dan menyeramkan, sebenarnya gunung itu memiliki pemandangan yang sangat indah sekali.
Apalagi diwaktu pagi hari, di saat matahari akan terbit dari timur serasa berada dikhayangan. Dengan ketinggian hampir 1000 tombak maka pemandangan yang disuguhkan sungguh memanjakan mata.
Disebelah timur terpampang gunung gunung berapi yang menjulang antara lain gunung Bromo,gunung Mahameru. Disebelah selatan hampir berdekatan dengan gunung Arjuna adalah gunung Welirang.
Salah satu alasan Eyang Sindurogo memilih gunung Arjuna untuk menjadi tempat dirinya mendirikan padepokan, adalah karena keindahan alamnya.
Alasan lain, adalah kepadatan energi alam yang dimiliki gunung Arjuna. Kondisi kepadatan energi alam seperti yang dimiliki gunung Arjuna, adalah kondisi alam yang sangat susah dicari. Karena akan sangat membantu perkembangan praktik kemajuan tenaga dalam seseorang.
Kondisi alam itu juga sangat membantu Suro berlatih ilmu Kanuragan. Sejak dia berlatih tehnik Kundalini dan di sambung dengan ilmu tenaga dalam Dewa Matahari hal yang di lakukan adalah secara terus menerus melatih dua kemampuan itu.
Sejak mempelajari tehnik Tapak Dewa Matahari untuk menghimpun tenaga dalam kini dia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Walaupun dari tehnik kundalini, dia baru mampu membuka chakra manipura.
Tetapi kondisi itu tidak mematahkan semangat Suro, sebab tubuhnya yang unik dapat menghimpun tenaga dalam melalui jalan lain, yaitu menyerap chakra dari sinar matahari.
Dia berlatih tehnik Tapak Dewa Matahari cukup lama agar dapat mengendalikan dengan baik. Tepatnya dia berlatih hingga mahir setelah melewati latihan selama tiga tahun. Saat itu dia telah berumur delapan tahun. Tetapi kondisi tubuhnya seperti anak umur belasan. Mungkin setara dengan anak umur empat belasan tahun.
Setelah umur Suro genap berumur sembilan tahun dengan tubuh seperti anak yang sudah berumur lima belasan tahun, Suro kembali dilatih oleh gurunya dengan tehnik lain.
Ilmu yang diajarkan itu bernama ilmu tenaga dalam empat Sage. Dengan ilmu itu Suro mampu menyerap energi alam yang ada disekitar tubuhnya. Dengan didukung ilmu itu peningkatan kekuatan tenaga dalamnya meningkat drastis.
Apalagi kondisi alam disekitar padepokan yang ada di gunung Arjuna memiliki kepadatan energi alam yang sangat bagus. Hal itu semakin membuat tenaga dalam Suro bertambah kuat.
Tehnik penyerapan energi empat sage adalah tehnik yang sangat rahasia. Inti tehnik ini adalah pengambilan chakra langsung dari alam mengikuti kanda atau unsur alam yang terkandung di dalam inti kekuatannya.
Keunikan dalam tehnik sage ini berlawanan dengan tehnik kundalini. Jika sebelumnya orang yang memiliki banyak unsur alam dalam kanda, akan lambat kemajuan praktik tenaga dalamnya, tetapi jika dengan ilmu empat Sage justru akan mempermudah dirinya menyerap energi alam.
Setiap unsur alam yang dimiliki seseorang, diibaratkan sebuah pintu. Jika memiliki lebih dari satu pintu tentu saja akan membuka kesempatan untuk meningkatkan daya serap semakin lebar.
Seberapa besar energi alam yang mampu diserap tergantung dari ketersedian dan kepadatan energi alam ditempat tersebut.
Selama berlatih semua tehnik tenaga dalam, Suro juga terus dilatih dengan tehnik pertarungan. Sesorang yang melatih adalah jagoan terkuat Benua Timur, yaitu gurunya sendiri.
Tentu saja sebuah pengalaman yang bahkan hampir tidak dimiliki seorang murid terbaik dari suatu perguruan besar sekalipun. Kecuali tentu saja jika yang melatih adalah oleh guru besarnya langsung.
Mencari pengalaman tempur dengan lawan latih tanding yang selevel Eyang Sindurogo, tentu bagi seorang murid perguruan besar mimpi yang paling indah. Sebab satu kali latih tanding dengan Eyang Sindurogo setara dengan berlatih sendiri selama satu purnama.
Melakukan latih tanding dan melakukan beberapa kali penyerapan chakra dengan tiga tehnik sekaligus sebuah cara yang tidak biasa. Mungkin jarang ada yang bisa melakukannya atau hampir tidak ada.
Kegiatan sehari-hari yang dilakukan Suro hanya berlatih dan berlatih terus, kecuali karena hal-hal tertentu yang membuat dia harus berhenti berlatih, seperti tidur, makan atau belajar membuat obat.
Seperti saat ini dia sedang mempersiapkan untuk latih tanding dengan gurunya. Dia terlihat sedang menghimpun tenaga dalam. Dari kejauhan eyang Sindurogo mengawasi sambil duduk bersila diatas besar. Dia terus mengawasi muridnya itu menyerap kekuatan matahari, anergi alam dan menghimpun tenaga dalam melalui tehnik Kundalini.
"Aku tak mengira dalam hidupku yang selalu dalam kesunyian akhirnya akan hadir seorang bocah, meski bukan anak kandungku sendiri. Tetapi telah berhasil mewarnai hidupku."
"Di awal aku merasa janggal dengan kehadiran bocah ini. Tetapi berjalannya waktu justru membuat aku bertambah menyayanginya. Perkembangan bocah ini selalu membuat aku penasaran. Karena pertumbuhan dan juga bakat yang dimiliki tidak seperti anak lainnya."
"Selain itu rasa bakti dan hormatnya yang ditujukan kepadaku, semakin membuat aku menyayanginya seperti anakku sendiri."
Dia semakin betah menikmati waktu bersama Suro bledek. Hal itu membuat dia kembali mengingat perasaan yang tidak ingin kehilangan seseorang yang disayangi. Dan alasan itu juga yang membuat dia semakin menyayangi Suro.
Pandangan mata eyang Sindurogo masih terpaku pada tubuh Suro yang sedang mencoba menghimpun chakra melalui tehnik Tapak Dewa Matahari. Dia hendak menyerap sinar matahari yang mengenai tubuhnya yang sedang bertelanjang dada.
Dia melakukan hal itu sejak tadi pagi hingga matahari mendekati tegak lurus diatas kepala.
"Sekarang waktunya latihan tempur Thole!"
Suro yang mendengar perintah gurunya dia segera membuka matanya.
"Nuwun inggih eyang guru!"
Segera setelah itu mereka berdua terlibat dalam pertarungan.
Eyang sindurogo melayani setiap serangan yang mematikan dengan kekuatan maksimal yang mampu dikerahkan suro, seperti tidak merasakan kelelahan apalagi cidera. Bahkan dia melayani cukup dengan satu tangannya.
Setelah matahari sudah condong ke barat sekitar tiga tombak, latihan mereka berhenti.
"Suro, stelah latihan ini kamu akan eyang ajak ke perpustakaan pribadi eyang."
"Nuwun inggih eyang." Suro menjura ke arah eyang Sindurogo.
"Ini agar pengetahuanmu bertambah dan juga untuk memperlancar kemampuanmu membaca."
"Sendiko dawuh eyang!" Suro kembali menjura ke arah sosok guru, lelaki yang sangat dia hormati dan dia cintai setulus bakti seorang anak kepada ayahandanya.
Karena apa yang dilakukan bocah yang masih polos itu tidak dibuat-buat. Dia memang sangat menghormati sosok gurunya itu.
"Bagaimana dengan kitab Saudi angin yang aku berikan kepadamu beberapa hari yang lalu apakah sudah rampung kamu baca?" Eyang Sindurogo bertanya ke arah muridnya yang berjalan beriringan dengannya. Tujuan yang akan mereka tuju adalah sebuah tempat yang oleh mereka disebut padepokan. Walaupun sebenarnya itu hanyalah sebuah batu besar yang sengaja dibentuk menyerupai sebuah rumah dan dijadikan mereka untuk berteduh dan sekaligus menjadi tempat tinggal mereka dihutan.
"Nuwun inggih eyang, Suro sudah selesai membacanya."
"Bagus, itu baru muridku yang selalu membuat eyang bangga."
Mereka berdua terus berjalan menelusuri jalan setapak dihutan sekitar gunung Arjuna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 542 Episodes
Comments
ciru
cakeep
2023-07-13
2
John Singgih
suro sang murid kebanggaan eyang sindurogo semakin berkembang pesat
2022-11-12
3
putra
hh
2022-10-03
2