Entah siapa yang telah menyebarkan berita tentang pusaka yang jatuh dihutan lereng Gunung Mahameru. Berbagai perguruan baik dari aliran putih maupun aliran hitam memerintahkan pasukannya menyelidiki kebenarannya.
Kemungkinan desas-desus itu memang sengaja disebar oleh pihak tertentu. Karena semakin keras berita itu berhembus dikalangan dunia persilatan.
Bahkan jagoan dari Gunung Ararat sampai ikut datang. Gunung Ararat ada di suatu daerah yang sangat jauh sekali yang masuk wilayah Kerajaan Turk di Benua Barat. Jagoan itu memiliki nama "Lembu Jahanam". Alasan penamaan itu Karena kepala dari makhluk itu memiliki bentuk seperti kepala seekor sapi.
Tetapi makhluk itu memiliki sebutan lain di negeri asalnya. Sebuah panggilan yang lebih masyur karena reputasinya yang mengerikan, yaitu "Rajanya para iblis". Jagoan golongan hitam yang terkenal dari Benua Barat sampai daratan Benua Tengah. Dia adalah salah satu dedengkot aliran hitam ketua Perguruan Pemuja Dewa Kegelapan.
Datang dengan tunggangannya, sebuah makhluk yang hanya ada dalam mitologi. Makhluk itu sejenis kadal raksasa bersayap, biasa disebut Naga. Makhluk itu memiliki sebutan Naga Berkepala Dua. Memiliki tubuh yang begitu mengagumkan dengan panjang hampir empat belas tombak(ukuran satu tombak setara 3,75 meter).
Dia datang bersama pasukannya yang juga menaiki para naga walau ukurannya lebih kecil. Armada tempur itu berjumlah sekitar dua ratus pasukan. Ukuran naga yang dinaiki para anak buahnya itu berkisar sekitar sembilan tombak.
Perguruan Sembilan Selaksa Racun yang berasal dari negeri champa. Mereka datang dari suatu tempat yang berada sangat jauh diutara Javadwipa. Sepertinya mereka tidak rela ketinggalan dengan perguruan lain. Bersama ratusan murid tingkat atas dan beberapa tetua sekte. Mereka ikut serta mencari kebenaran tentang senjata deva yang jatuh dari langit.
Perguruan Ular Hitam sebagai perguruan beraliran hitam terbesar di Javadwipa justru tidak ikut campur dalam perebutan pusaka dewa yang konon jatuh di hutan lereng Gunung Mahameru.
Suatu hal yang aneh tentunya. Karena itu tidak mencerminkan tabiat ketuanya, Sang Ratu Medusa. Seharusnya dengan tabiatnya yang terkenal rakus itu tentu tidak membiarkan pusaka dewa jatuh ke tangan orang lain.
Perguruan aliran putih yang datang ke gunuh Mahameru bergabung dengan Perguruan Pedang Surga. Mereka membentuk koalisi besar yang dipimpin seorang tokoh aliran putih yang sangat disegani dalam dunia persilatan, yaitu "Dewa Pedang".
Mereka membentuk koalisi besar itu, agar pusaka dewa tidak jatuh ke tangan aliran hitam. Tetapi akibat kejadian itu aliran hitam yang datang menjadi tersinggung. Mereka kemudian membentuk kekuatan tandingan.
Hal yang terjadi kemudian sudah dapat ditebak dengan mudah, pertempuran akhirnya pecah dengan sangat dahsyat. Entah berapa banyak korban di kedua belah pihak yang pasti hutan dilereng gunung Mahameru dibanjiri darah.
Pertempuran itu terjadi setelah empat purnama sejak penampakan cahaya besar yang melabrak hutan di lereng Gunung Mahameru.
Perang pecah terjadi begitu saja setelah dua pihak tidak ada yang mau mengalah. Memang sedari dulu dua pihak itu selalu bersebrangan. Dimanapun mereka bertemu kebanyakan akan berakhir dengan pertempuran. Kedua belah pihak merasa paling berhak mendapatkan pusaka dewa tersebut.
Lebih konyolnya lagi diantara kedua belah pihak yang berperang sama-sama belum menemukan sesuatu yang mereka cari. Jangankan menemukan, mengira-ngira bentuknya seperti apa saja mereka bahkan tidak tau. Setelah satu purnama mereka menyisir hampir seluruh bagian di sekitar gunung Mahameru, akhirnya satu persatu mereka meninggalkan tempat itu.
Sampai mereka semua meninggalkan kawasan hutan itu, mereka tidak menemukan jawaban. Entah siapa yang mengambil pusaka dewa itu? Bentuknya seperti apa? Bahkan mereka juga belum memastikan kebenaran berita yang sudah terlanjur mereka telan mentah-mentah itu.
Dengan berjalannya waktu berita tentang pusaka dewa itu akhirnya hanya dianggab sebagai berita bohong belaka.
Kejadian pertempuran para tokoh dunia persilatan di hutan gunung Mahameru tetap menjadi pembicaraan yang hangat bagi para masyarakat. Seperti saat ini para penduduk yang sedang berkumpul di sebuah warung desa yang berada di kaki gunung Arjuno. Mereka kembali membicarakan kejadian itu dengan penuh semangat.
"Kisanak apakah benar kabar yang barusan kisanak katakan?" Eyang Sindurogo bertanya kepada sekumpulan orang yang sedang berbincang-bincang diwarung.
Sehabis melakukan pengobatan masyarakat sekitar gunung Arjuna Eyang Sindurogo memutuskan beristirahat di warung. Biasanya di tempat itu para penduduk berkumpul dan juga bersenda gurau, setelah seharian lelah di sawah.
Eyang Sindurogo dikenal oleh masyarakat sebagai tabib. Sebenarnya para penduduk itu sedikit kaget dengan kedatangannya, sebab sudah lebih dari lima purnama mereka tidak melihatnya datang ke desa mereka untuk memberikan pengobatan.
"Tentu saja berita itu benar paman tabib. Banyak saksi mata yang melihat. Bekas pertempuran mereka juga masih bisa dilihat! Menyisahkan kehancuran di beberapa bagian hutan. Mayat-mayat juga banyak yang langsung dikubur disana."
Dia sejak kejadian di hutan lereng gunung Mahameru tidak pernah turun gunung. Sebab setelah kejadian itu dia meninggalkan tempat pertapaannya yang berada di sekitar gunung Mahameru. Kemudian dia kembali ke padepokannya di gunung Arjuna.
Setelah dia sibuk membesarkan dan mengurus bocah yang dia temukan didalam benda yang jatuh dari langit. Selama lima purnama dia terus mengurus anak itu tanpa pernah turun gunung.
Sehingga segala kejadian yang menjadi pergunjingan penduduk tidak dia ketahui sebelumnya. Setelah mendengar cerita dari penduduk, Eyang Sindurogo mulai tertawa sendiri.
"Hahahahaha...! Dasar gendheng! Orang gila mereka semua! Apa namanya kalau bukan tidak waras? Mereka merebutkan barang yang tidak ada, bahkan sampai bunuh-bunuhan!"
"Hahahahaha....wong edan kabeh(orang gila semua)!"
Kemudian dia keluar dari warung dan membatalkan niatnya untuk beristirahat. Dia memilih kembali melanjutkan perjalanan sambil tertawa sepanjang jalan. Seorang anak terlihat tertidur di dalam gendongannya.
Para penduduk memandang dengan perasaan aneh dengan perilaku Eyang Sindurogo.
"Sudah lama tidak terlihat Tabib itu sekarang tingkahnya bertambah aneh?"
'Lihat! Sedari tadi tertawa-tawa sendiri sehabis mendengar ceritaku! Apanya yang lucu coba dari peristiwa berdarah yang aku ceritakan tadi?' Bisik salah satu penduduk kepada teman yang berada disebelahnya.
"Iya kelakuannya semakin lama semakin bertambah aneh. Bayi siapa yang sedang dia gendong tadi?" Sahut lelaki brewok didepannya.
"Entahlah anak siapa? Memang agak janggal. Mungkin saja itu anak kerabatnya." Jawab pemilik warung sambil melayani pembelinya.
"Memang pernah kamu lihat dia punya kerabat. Teman saja tidak punya. Setahu saya kerabatnya hanya hewan-hewan buas. Hahahaha...!" Sahut teman lainnya yang badannya jangkung.
"Dia kan tinggal dihutan. Mana ada orang waras mau tinggal sendirian ditengah hutan yang begitu angker." Jawab orang yang pertama kali bercerita tentang peperangan di hutan Gunung Mahameru.
"Entahlah anak siapa? Tetapi lebih baik jangan mencari penyakit dengan petapa itu nanti jadi runyam urusannya." Kembali pemilik warung berusaha mengingatkan.
"Jika bukan karena dari awal kedatangannya untuk mengobati penduduk mungkin sudah dilarang masuk desa. Lihatlah bajunya begitu kumal! Apa tabib ini tidak pernah berganti baju?" Si Jangkung membalas dengan sedikit sewot.
"Eee... Jangan salah Sugino walaupun bajunya terlihat kumal tetapi bau badannya harum seperti bau aroma rempah-rempah kadang seperti bau aroma kayu cendana."
"Heleh! Kamu min..paimin...kamu memihak tabib itu karena anakmu sudah ditolong bukan?" Jawab si Jangkung yang dipanggil Sugino bertambah sewot.
"Tentu saja lah Sugino! Pasti aku memihak orang yang sudah menolong anakku. Selain itu tabib itu juga tidak meminta bayaran bahkan tidak mau dibayar sepersenpun. Memang kamu Sugino! Tiap ada orang minta tolong pinjam duit dua perak minta baliknya tiga perak. Dasar rentenir kampret!"
"Jaga mulutmu Paimin!" Si jangkung berteriak sambil berdiri. Kali ini dia naik darah dibilang rentenir.
"Huuusss! Sudah..sudah...! Hati-hati dengan mulut kalian semua! Apa kalian tidak mendengar tabib itu bukan orang biasa! Itu orang sakti mandraguna! Kabarnya setiap naik dan turun gunung dia menaiki Harimau sangat besar. Setiap keluar dari hutan Arjuno, Harimau sebesar sapi itu sudah menunggunya untuk mengantar dia kembali naik keatas gunung." Tegur temannya yang bertelanjang dada
Sepertinya dia sudah mulai jengah dengan pembicaraan orang-orang yang menyudutkan Eyang Sindurogo. Sebab sampai sekarang dia masih merasa berhutang budi pada tabib tersebut. Berkat pertolongan tabib itu istrinya yang habis melahirkan bisa terselamatkan.
"Iya itu benar makanya sudah aku bilang tidak usah campur tangan urusan orang lain. Nanti hidupmu yang sudah susah itu, menjadi bertambah susah. Jangan pernah macam-macam dengan orang seperti itu. Bisa runyam urusannya nanti!" Si pemilik warung khawatir juga mendengar penjelasan orang yang bertelanjang dada. Apalagi kadang Eyang Sindurogo sering mampir ke warungnya untuk beristirahat sambil mengobati orang-orang yang meminta tolong.
**
Eyang Sindurogo telah berjalan cukup jauh dari desa. Kini dia tidak lagi menyembunyikan kekuatannya, dia segera melesat cepat terbang melewati pepohonan. Bahkan terbang semakin tinggi.
"Sudah aku duga dari awal, jika aku tidak segera meninggalkan gunung Mahameru, pasti akan membahayakan thole ini." Sambil melesat terbang dia memandang wajah bocah yang terlelap dalam gendongannya.
Lelaki yang terlihat seperti berumuran separuh baya itu terus berbicara sendiri. Agaknya dia kepikiran dengan cerita yang didengar dari para penduduk sewaktu di warung barusan.
Sebelum peristiwa pergerakan besar-besaran dari berbagai sekte dunia persilatan terjadi. Sesungguhnya Eyang sindurogo telah memperkirakan, jika masalah seperti itu pasti akan terjadi.
Setelah beberapa saat dia sudah sampai di sebuah rumah batu di dekat lereng gunung, tepatnya didekat daerah di lereng gunung Arjuno yang berada tidak jauh dari tempat yang disebut cemoro sewu.
Anak yang digendong kemudian ditidurkan dalam ayunan yang dia buat dengan sederhana.
Dia memandangi wajah lucu bocah yang baru berumur sekitar lima purnama sejak dia temukan itu. Terlihat dia tersenyum memandang wajah lucu bocah yang masih pulas dalam tidurnya.
"Aku masih mengingat saat aku menemukanmu ngger." Kening bocah itu dia cium beberapa kali dengan penuh kasih sayang.
"Malam itu aku sedang bersemadhi saat merasakan aura kekuatan besar yang mengiringi kedatanganmu!"
"Malam itu hujan cukup deras dan diiringi petir yang menggelegar berkali-kali. Aku masih mengingat saat itu."
"Tidak terasa ternyata itu sudah terjadi lima purnama yang lalu. Aku tidak mengetahui siapa orang tuamu dan juga asalmu. Apalagi tanggal kelahiranmu."
"Untuk mengingat akan kehadiranmu yang penuh keajaiban dan juga kejadian yang membuat dunia persilatan bergejolak dengan begitu hebat, aku akhirnya mendapatkan calon nama yang tepat untukmu ngger!"
"Nama itu aku ambil ketika dirimu datang ke dunia ini yang melesat jatuh dari langit. Aku masih mengingat saat itu. Kamu datang diawal purnama pertama dalam candrasengkala atau penanggalan bulan, yaitu bulan Suro."
"Selain itu, petir terus menggelegar mengiringi kedatanganmu yang datang dengan tidak wajar itu. Karena itu, aku berpikir nama panggilan untukmu yang tepat adalah "SURO BLEDEK".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 542 Episodes
Comments
reflis guci
cerita yg sangat bagus
2023-01-25
2
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐
Tetap semangat Thor 💪💪
2023-01-22
1
◄⏤͟͞✥≛⃝⃕💞༄⍟Mᷤbᷡah_Atta࿐
Jooosssssss...!! 👍👍
2023-01-22
1