Diantara kepulan asap dan debu yang tebal dibekas reruntuhan Perguruan Awan Merah yang berupa lengkungan kawah terlihat sesosok lelaki termenung dan berkali-kali mengelengkan kepala. lelaki itu adalah Eyang Sindurogo sedang memandangi mahakaryanya yang telah dia buat.
Sambil mengelus-elus jengotnya yang telah memutih setiap kali memandang keseluruh penjuru arah mata angin seakan tak mempercayai yang telah terjadi.
"Semua karena takdir....Aku bertemu dengan orang tua itu karena takdir. Aku berjalan dijalan dunia persilatan dengan ilmu yang orang tua itu ajarkan juga karena takdir. Akhirnya aku melangkahkan kakiku ke rumah Demang Tambak yoso juga karena takdir...kemudian kakiku diseret oleh takdir sampai disini juga karena takdir."
Gumam Eyang Sindurogo seakan sedang merenungi perjalanan hidupnya yang tak dia sangka.
"Dan juga karena takdir akan aku cabut nyawamu!"
"Hahaha...Hahaha...Hahaha!"
Dua suara manusia memecah keheningan yang dalam, setelah ledakan menghancurkan kawasan tersebut. Berikutnya kembali dentuman berkekuatan besar mengelegar berturut-turut menghajar dimana Eyang Sindurogo tadi berada.
"BUUUUMMM!!BUUUUMMM!!
Sebelum serangan itu mengenainya dia berjumpalitan di udara yang kemudian disusul serangan jarum beracun terlihat dari warna jarumnya yang menghitam agak kehijau-hijauan susul menyusul mengiringinya.
"Tring! Tring! Tring! Tring!"
Suara jarum beradu dengan sebuah rencong yang bergangang gading berukir yang sebelumnya terselip dipinggang Eyang Sindurogo. Puluhan jarum berhasil dia tangkis dengan cekatan.
"Siapa kalian kisanak tiba-tiba menyerangku seakan aku ada salah dengan kalian."
Bertanya Eyang Sindurogo kepada dua orang yang satu nenek-nenek yang memiliki kuku yang panjang disetiap ujung jarinya dan berwarna hitam menandakan dia adalah ahli dalam penggunaan racun. Kemungkinan yang mengunakan jurus jarum beracun barusan adalah dia pelakunya.
Disebelahnya seorang kakek-kakek yang sangat kurus seakan jerangkong hidup entah praktek ilmu apa yang dilakukan sehingga membuat sekilas seperti kerangka manusia yang berjalan.
"Salah apa salah apa? Matamu tidak melihat apa yang telah kamu lakukan pada padepokan perguruan kami amblas menjadi lengkungan kawah seperti ini."
Si Nenek menjawab pertanyaan Eyang Sindurogo dengan kemarahan yang memuncak.
"Bagaimana kalian menuduh aku yang melakukan? Jangan menuduh tanpa bukti kisanak!"
"Buktinya sudah ada didepan mata kami perguruan kami musnah berubah jadi lengkungan kawah. Dan kau mampu menghindari serangan kami dengan mudah. Tidak mungkin bisa kecuali kisanak berilmu tinggi. Dan kisanak masuk kriteria itu yang mampu meratakan perguruan kami yang besar musnah tanpa bekas." Kakek jerangkong yang kemudian menjawab dengan kewaspadaanya kepada sosok yang ada didepannya. Dia tak mampu mengukur kemampuan Eyang Sindurogo karena dengan mudahnya dia menghindari serangan mereka berdua.
Sengaja Eyang Sindurogo mengulur-ulur waktu untuk menyerap dan mengumpulkan energi chakra karena chakranya benar-benar terkuras akibat jurus ketiga dari Ilmu Tapak Dewa Matahari yang barusan dia gunakan.
"Sepertinya kalian berdua yang dijuluki dua sejoli sesat dua dari bertiga yang disebut sebagai Tetua Sesat."
Eyang Sindurogo tidak menjawab argumentasi kakek jerangkong dia mencoba mengalihkan pembicaraan lain agar lebih lama lagi dia dapat mengumpulkan chakra.
"Hahaha pintar sekali matamu sudah mampu mengenali nama besar kami. Sekarang bersimpuhlah agar kami mencabut nyawamu dengan cepat!"
Si Nenek kembali menyerangnya dengan puluhan jarum beracun berterbangan ke arah Eyang Sindurogo. Tentu saja semua mampu ditangkis oleh jurus rencong yang tergengam ditangannya.
Sebelum mereka melanjutkan pertempuran sayup-sayup terdengar rintihan yang memangil tetua sesat. Sejoli itu sepertinya mengenali suara yang memanggil mereka.
"Seperti Tetua Tengkorak Merah?"
"Ada apa manusia sombong itu memanggil kita?"
Sepertinya diantara mereka ada perseteruan berkepanjangan yang belum terselesaikan.
Sebujur tubuh yang kedua kakinya hangus terbaring menatap kepada mereka berdua seakan meminta pertolongan.
Sebelum mereka melakukan apa yang harus mereka lakukan tiba dari arah belakang sesosok berlari terburu-buru menghampiri mereka berdua. Mereka berdua sudah siap-siap untuk melancarkan serangan tetapi kemudian mereka menghentikan serangan setelah terlihat jelas yang datang adalah Tetua Singa Merah salah satu dari ketiga Tetua Sesat.
"Singa geblek kemana saja kau ini? Apa kupingmu sudah tuli tidak mendengar ledakan keras lihat perguruanmu sekarang sudah menjadi kawah!"
Kamu kebanyakan bermain-main dengan para tumbalmu sampai tak peduli dengan kondisi perguruan."
"Kalian juga kemana kebanyakan bermesraan sampai lupa waktu pulang? Apa tidak pernah berkaca wajah kalian sudah peyot? Apa kalian tidak merasa sudah kadaluwarsa masih saja bermesra-mesraan seperti anak remaja saja?"
"cuuuiiihhh!"
Ujarnya yang disebut Singa itu membalas omelan yang ditujukan kepadanya. Dan disudahi dengan meludahkan ludahnya ke arah dua sejoli itu.
"Setan alas akan aku ludahi wajahmu dan kau akan tau rasa ludah beracunku seperti apa, biar wajahmu yang terlihat muda itu copot tinggal tulang kepalamu."
Kakek Jerangkok hidup segera menengahi pertengkaran dua orang gila yang ada didepannya.
Lelaki yang berotot dan bertampang sangar itu langkahnya tersurut tiga langkah mendengar nenek beracun itu akan meludahkan ludah racunnya ke mukanya. Dia bergidik tidak bisa membayangkan apa yang terjadi bila itu benar-benar dilakukan karena dia sudah tau kehebatan racun nenek satu ini.
"Sudah..sudah? Apa kalian tidak melihat musuh didepan mata? Apa mata kalian tidak melihat apa yang telah dia lakukan terhadap padepokan perguruan kalian yang terpampang didepan mata kalian semua?"
"Ini bukan sembarang pendekar biasa yang bisa melakukannya. Lihat Tetua Tengkorak Merah yang kekuatannya lebih kuat diantara kita bisa dipecundangi jadi seongok daging bakar seperti ini."
Tentu saja Tetua Tengkorak Merah yang disebut seonggok dging bakar, matanya melotot menahan marah tetapi karena sakit disekujur tubuhnya kembali dia merintih menahan sakit.
Tetua Singa Merah terkejut tidak menyadari keberadaan Tetua Tengkorak Merah terbaring didekat mereka.
Diam-diam Eyang Sindurogo mempergunakan waktu yang sempit diantara pertengkaran para tetua sesat dihadapannya dengan tetap waspada menelan pil untuk memulihkan luka yang dideritanya dan mengumpulkan chakra sebanyak mungkin. Karena dia tau waktu berikutnya pertempuran yang membutuhkan stamina yang lebih besar telah menunggu.
"Siapa sebenarnya kau kisanak yang telah menurunkan tanganmu membuat sekte kami menjadi lengkungan kawah seperti ini?"
Tetua Singa Merah baru menyadari dihadapan mereka ada sosok dibalik hancurnya perguruan mereka. Karena kondisi malam walaupun terbantu diterangi bulan purnama tetapi kondisi bekas medan pertempuran sangat kacau balau penuh kepulan asap dan debu tebal.
"Aku Sindurogo, mungkin kalian mengenalku puluhan tahun lalu sebagai Pendekar Tapak Dewa Matahari."
Mereka terkejut dengan kata-kata terakhir tanpa sadar mereka menggumamkan kata "Pendekar Tapak Dewa Matahari" secara hampir bersamaan. Alam pikiran mereka kembali mengulang kejadian-kejadian puluhan tahun silam tentang sepak terjang Pendekar yang berjuluk Pendekar Tapak Dewa Matahari yang telah mengulung berpuluh-puluh golongan hitam seorang diri. Ternyata cerita itu bukan cerita isapan jempol belaka.
"Lalu kesalahan apa sehingga kisanak menurunkan tangan diatas perguruan kami?"
"Aku tidak perlu menjawab tentu kalian sudah tau jawaban apa yang akan aku berikan kepada kalian! Kalau kalian masih kurang paham tanyakan saja kepada ketua perguruan kalian yang kabur setelah melihat penampakan jurusku."
Tetua Tengkorak Merah yang pertama kali mendengus seakan telah dipecundangi Bathara karang karena dia juga tidak menyadari kepergian Bathara Karang. Walaupun dia juga ikut kabur dari jangkauan jurus yang dikeluarkan Eyang Sindurogo tetapi keputusannya telah terlambat sepersekian detik sebelum jurus itu menghantam bumi.
"Aku dengar satu dari sekian alasan Perguruan Awan Merah mengumpulkan tumbal manusia adalah keberadaan diri kalian dan ketua perguruan yang membutuhkan pengorbanan manusia untuk praktek ilmu sesat kalian?"
"Hahaha...Akhirnya ketauan juga ya rahasia yang kita simpan rapat-rapat."
Tetua Singa Merah tertawa mendengar rahasia ilmu sesat mereka yang membutuhkan pengorbanan manusia sudah diketahui orang luar.
"Sepertinya aku harus mengunci mulutmu biar berita ini tidak menyebar."
"Pukulan Dewa Singa Api!"
Pukulan jarak jauh yang berupa bola api yang besar berbentuk seperti kepala singa langsung dengan kekuatan penuh menghajar Eyang Sindurogo. Sepertinya Tetua Singa Merah tidak setengah-setengah menghadapi sesosok yang mengaku-ngaku Pendekar Tapak Dewa Matahari. Apalagi setelah membuat sekte besar mereka musnah seketika.
"Jurus Telunjuk Dewa Mencari Kebenaran!"
"BLAAARRR!"
Dua kekuatan beradu membuat ledakan yang menerangi tempat tersebut. Kekuatan Eyang Sindurogo sudah lumayan pulih. Efek ledakan tersebut tidak membuatnya tersurut satu langkahpun. Berbeda dengan yang dialami Tetua Singa Merah tubuhnya terpental satu tombak bibirnya mengeluarkan darah sepertinya mengakibatkan luka dalam. Dia segera memulihkan tubuhnya dan menelan pil untuk menyembuhkan luka dalamnya.
Si Nenek tidak membiarkan Eyang Sindurogo bernafas serangan jarum beracun segera membuat dia sibuk menangkis kali ini dengan jurus pertama Tapak Dewa Matahari Sepuluh Jari Dewa Menguncang Bumi. Kini serangan jarum itu tak lagi efektif dengan sangat mudahnya.
Jerangkong hidup tidak mau absen serangan arwah penasaran berwujud tengkorak bersenjatakan pedang dengan jumlah tak terhitung melayang seakan awan hitam mengulung melabrak kearah Eyang Sindurogo.
Melihat makhluk astral yang berduyun-duyun seakan gelombang awan hitam menerjangnya Eyang Sindurogo segera memasang kuda-kuda membentuk beberapa kali kode dikepalan tangannya lalu membuat gerakan seolah sedang mengumpulkan chakra dan menyambut serangan yang datang. Hal yang terjadi kemudian seluruh arwah penasaran tersebut seakan terhisap kedalam tangannya semua.
Kakek yang berjuluk Jerangkong dari Jurang Neraka tak menyangka itu terjadi sebelum koleksi prajurit terakota habis dihisap segera dia memangil pasukannya yang tersisa kembali. Dia meruntuk habis-habisan koleksi arwah penasran kebanggaanya hampir habis dihisap semua.
Tehnik yang dilakukan Eyang Sindurogo termasuk dalam tehnik Empat Sage karena Arwah Penasaran adalah salah satu bentuk energi kehidupan tentu saja bisa dia serap dan dirubahnya menjadi kekuatan chakranya.
"Hahaha aku tak menyangka tehnik ini bisa mengolah setan penasaran menjadi chakra yang begitu kuat ..hahahaha."
Eyang Sindurogo merasakan tubuhmya terasa lebih kuat walau hawa kegelapan juga ikut terhisap tetapi masih dalam batas toleransi yang bisa dia atasi.
Mereka bertiga tak menyangka kekuatan musuh yang mereka hadapi diluar dugaan mereka. Semua serangan mereka mampu dipatahkan dengan mudah.
Sebuah serangan gabungan tiga Tetua Sesat melabrak Eyang Sindurogo. Mereka masih penasaran dengan kemampuan manusia yang ada didepannya sepertinya mereka mencoba peruntungan. Dengan serangan gabungan tentu kemungkinan mereka menang akan lebih besar. Mereka membuat strategi baru saat serangan jarak jauh bisa dipatahkan dengan mudah kini mereka memutuskan menyerang dengan jarak dekat
Nenek menyerang dengan Jurus Cakar Seribu Racunnya.
Kakek Jerangkong menyerang dengan tongkat andalannya. Sebuah serangan yang cepat disertai hawa roh penasaran untuk mengecoh konsentrasi lawannya.
Singa Merah menyerang dengan sepasang trisula penebar maut.
Satu langkah sebelum mereka merangsek dengan cepat. Selarik sinar yang datang dengan cepat tak sempat mereka hindari telah membuat tubuh mereka bertiga langsung terputus ambruk semua.
"Aku masih ada urusan dengan tetua sekte kalian, tidak akan kubiarkan dia hidup lebih lama lagi." Tubuh Eyang Sindurogo langsung melesat menghilang dikegelapan malam. Eyang Sindurogo tidak menyadari makhluk yang sedang dia hadapi sejenis dengan Bathara Karang dan justru merekalah gurunya yang mengajari ilmu hidup abadi.
"Setan alas pakaianku yang masih baru dipotong jadi seperti ini!" Suara Nenek merancau memegangi pakaiannya yang rusak bahkan dengan kondisi badannya yang belum tersambung terus saja dia mengomel tentang kondisi pakaiannya yang bagus sekarang jadi jelek telah merusak penampilannya.
"Nenek sinting sambung dulu badanmu yang tak lagi utuh itu."
Kakek jerangkong sepertinya jengah juga mendengar pasangannya mengomel tidak berhenti-berhenti segera dia bangkit dan menyambungkan tubuhnya sendiri.
Singa Merah yang paling akhir tersadar dari matinya segera mencoba menyambung badannya sendiri tetapi sepertinya masih membutuhkan asupan nutrisi berupa tubuh manusia untuk membuatnya kembali seperti semula.
Sepertinya mereka bertiga disebut Tiga Tetua Sesat karena mereka telah mempelajari dan menyatukan ilmu diantara mereka bertiga menjadi gabungan ilmu yang membuat mereka bisa disebut manusia abadi.
Walau tidak semua ilmu mereka pelajari bersama terutama ilmu racun Singa Merah menolak mentah-mentah alasannya dia tidak mau menjadi makhluk mengerikan seperti si Nenek tentu saja alasan itu membuat si nenek murka dan menghajarnya sampai remuk kepala Singa Merah. Pastinya hal itu tidak membuat dia benar-benar mati.
Tetua Singa Merah akhirnya mampu menyambungkan tubuhnya kembali dia yang paling rendah tingkat pencapaiannya dalam pengabungan ilmu yang membuat mereka tidak bisa mati.
Hal pertama yang dia lakukan setelah selesai menyambungkan tubuhnya adalah mendekati tubuh Tetua Tengkorak Merah.
"Apa yang akan kau lakukan Singa sialan?"
Tetua Tengkorak Merah sepertinya menyadari kedatangan Singa Merah bukan niat baik untuk menolongnya. Tetapi kondisinya sudah sangat lemah tak mampu menolong dirinya sendiri.
"Hahahaha tetua senior sepertinya terlalu berprasangka buruk kepada yunior. Tentu saja yunior ingin menyembuhkan Tetua senior. Hahahaha.....Hahaha!"
Tentu saja Tetua Tengkorak Merah dengan kata menyembuhkan adalah menghisap tubuhnya sampai musnah. Segera dia mencoba menyerang ke arah Tetua Singa Merah dengan Ajian Gelap Ngampar andalannya tetapi sebelum itu terjadi dia telah menempelkan tangannya dikepala tetua dan dihisap sampai tak tersisa sama sekali.
"Huahahaha...Huahaha! Ternyata tetua senior sangat baik sekali ke yunior setelah menghisap tubuhnya seakan-akan ada ledakan energi yang luar biasa meluap-luap meminta untuk dilampiaskan. Hahah...Hahaha!!"
"kita harus menghentikan setan tua itu menangkap Bathara Karang."
Mereka bertiga melesat menyusul Eyang Sindurogo yang telah mendahului mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 542 Episodes
Comments
reflis guci
muantab coy
2023-01-26
2
John Singgih
bersatu untuk mengejar eyang sindurogo
2022-02-26
2
Ian Julian
# Randika.. sok tau loe, gak usah banding2in semua punya cara masing2 utk ceritanya
2021-06-14
1