Mendekati hari pernikahan, Melinda disibukkan dengan berbagai macam kegiatan yang membuatnya benar-benar lelah.
Beberapa pakaian harus ia kenakan untuk memilih pakaian dan gaun yang mana yang cocok untuknya.
Para pelayan serta yang lainnya terlihat bahagia ketika membantu Melinda menyiapkan ini dan itu. Namun, berbeda dengan Melinda yang merasa sangat sesak ketika akan menjadi seorang istri dari pria yang sama sekali tidak ia cintai.
Akibat dari ulah Sang Ayah, ia terkena batunya dan dialah yang menanggung semua penderitaan itu. Belum lagi Raka yang setiap hari dan setiap saat membuat kerikil-kerikil kecil bertebaran di hatinya karena ucapannya yang sangat menyakitkan.
“Calon pengantin kenapa merenung?” tanya Almer yang tiba-tiba datang.
Melinda dengan cepat mengubah mimik wajahnya menjadi ceria karena tak ingin mengecewakan Almer yang hampir tiap hari terlihat bersemangat untuk menjadikannya cucu menantu yang sah di mata hukum dan agama.
“Apa yang sedang Melinda pikirkan?” tanya Almer mencoba mencari tahu alasan dari kemurungan Melinda.
“Melinda tidak memikirkan apa-apa, Kek. Hanya saja....”
“Hanya saja apa? Coba katakan kepada Kakek!”
“Sebenarnya Melinda memiliki seorang sahabat...”
“Lalu?” Potong Almer penasaran dan ingin mengetahui inti dari ucapan Melinda.
“Bolehkah Melinda mengundang sahabat Melinda, Kek?” tanya Melinda ragu-ragu takut tidak diperbolehkan oleh Almer.
“Tidak boleh,” jawab Almer singkat.
Melinda menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan dengan begitu berat. Ia sudah tahu jawabannya dan masih bertanya.
Almer tersenyum melihat reaksi Melinda, Almer sebenarnya tidak sungguh-sungguh menolak keinginan Melinda yang ingin mengundang sahabatnya.
“Kakek hanya bercanda saja, Melinda mau mengundang siapapun boleh-boleh saja. Asal jangan membuat keributan di pernikahan kamu dan Raka, mengerti?”
“Mengerti Kek, Melinda mengucapkan banyak terima kasih kepada Kakek,” jawab Melinda dengan begitu semangat.
“Jangan terlalu sering mengucapkan terima kasih, ya sudah. Kakek akan pergi ke kantor, sebentar lagi suamimu datang.”
“Masih calon suami, Kek,” ucap Melinda membetulkan perkataan Almer.
“Iya, dua hari kemudian kalian bukankah sudah sah?” tanya Almer yang tak bisa ditolak oleh Melinda.
Almer pun pergi meninggalkan Melinda yang kembali sibuk memilih gaun pengantin yang akan ia kenakan.
Selang beberapa menit, Raka Arafat datang bersama sekretarisnya yang selalu siap mendorong kursi rodanya kemanapun ia mau.
Sebenarnya, Raka bisa membeli kursi roda yang menggunakan tombol tanpa harus di dorong oleh sekretarisnya atau siapapun.
Hanya saja, Raka tak suka jika jemari tangannya sibuk yang menurutnya membuang-buang waktu saja.
Entahlah, hanya Raka dan Tuhan saja yang tahu.
“Selamat datang, Tuan muda!” sapa mereka yang tentu saja mengenal sosok Raka Arafat.
“Kalian boleh pergi!” perintah Raka yang dimaksud olehnya adalah pergi dan biarkan ia bersama calon istrinya.
Melinda tersenyum canggung pada Raka yang terus menatap tajam pada dirinya. Rasanya, untuk berada di dekat Raka selalu membuat napas Melinda terasa sesak.
“Apakah kau senang?” Raka masih sama dinginnya seperti pertama kali Melinda datang ke rumah.
“Kenapa Mas Raka bertanya seperti itu?” tanya Melinda yang tak berani menatap mata Raka.
“Aku datang kemari untuk memperingatkan mu masalah pernikahan kita. Jangan pernah bersikap selayaknya suami dan istri diantara kita, tugasmu setelah kita menikah adalah menjadi pelayan ku,” tegas Raka untuk mengingatkan Melinda, barangkali Melinda lupa tentang peringatannya.
“Mas Raka tenang saja, aku pun terpaksa menerima pernikahan ini karena untuk menebus kesalahan Ayah dan....”
“Cukup! Aku tidak ingin kau beralasan soal Ayahmu si pencuri itu, akkhhh! Melihatmu berpakaian gaun seperti ini membuatku jijik.”
Setelah mengatakan hal itu, Raka pergi bersama sekretarisnya yang dari tadi berada diantara Raka dan Melinda.
Melinda menatap sedih ke arah Raka yang perlahan menjauh dari pandangannya.
“Bisakah Mas Raka jangan mengatakan kata-kata jijik itu kepadaku? Aku tahu Mas Raka membenciku. Tapi, bisakah jangan dilontarkan kepadaku secara langsung?”
Melinda menangis dalam balutan gaun pengantin, ia berharap agar penderitaannya segera berakhir.
Namun ia sadar, penderitaannya akan segera dimulai setelah ia dan Raka resmi menjadi sepasang suami istri.
Melinda segera menghapus air matanya dan memanggil para pelayan untuk membantunya melepaskan gaun pengantin yang akan menjeratnya seumur hidup.
“Nona muda mau gaun pengantin yang mana?”
“Yang ini saja,” jawab Melinda.
Melinda kemudian mengambil tas selempang kulit miliknya yang dibeli oleh Almer dan bergegas kembali ke rumah dengan menggunakan ojek. Baginya, ojek lebih cepat dan lebih murah dibandingkan kendaraan roda empat.
Gadis 20 tahun itu tak peduli dengan pandangan pelayan-pelayan butik yang terus memperhatikan dirinya dari dalam butik yang dilapisi kaca.
Sesampainya di depan gerbang, Melinda langsung memberikan uang tunai sebesar 50 ribu dan bergegas masuk ke dalam rumah.
“Astaga!” Melinda terkejut mendapati Almer yang tengah duduk di ruang tamu.
Almer yang tengah sibuk dengan koran ditangannya pun tak kalah terkejut ketika melihat calon cucu menantunya pulang seorang diri tanpa adanya cucunya itu.
“Kemana Raka?” tanya Almer.
Melinda bingung harus beralasan apalagi di depan Almer.
“Mas Raka sedang....”
“Sedang bekerja maksud kamu?” tanya Almer memotong ucapan Melinda yang jelas-jelas hanya alasan agar cucunya itu tidak dimarahi olehnya.
“Kamu selalu menyembunyikan sikap buruk calon suamimu, kedepannya Kakek tidak ingin mendengar alasan seperti ini. Sekarang berisitirahat lah! Nanti malam keluargamu akan datang untuk makan malam.”
Melinda mengiyakan dan bergegas pergi ke kamar.
Selang beberapa menit, Raka tiba bersama sekretarisnya.
“Raka! Berapa kali Kakek peringatkan kepadamu, perlakukan cucu menantuku sebaik mungkin. Kalau saja, Kakek melihat kamu tidak harmonis, semua warisan Kakek tidak akan jatuh ke tangan kamu,” tegas Almer pada Raka yang baru saja tiba.
Raka mengepalkan tangannya dan terpaksa mengiyakan apa yang dikatakan oleh Kakeknya itu.
Rasanya, ia ingin sekali mengusir sekaligus menendang Melinda jauh-jauh dari rumah itu.
Semakin hari Kakek semakin menyayangi wanita menjijikan dan materialistis itu.
Sebenarnya, apa yang istimewanya dari dia! Sampai-sampai kakek mengancam ku seperti ini. (Batin Raka)
“Bawa aku ke kamar sekarang!” perintah Raka pada sekretarisnya.
Almer geleng-geleng kepala melihat kelakuan cucunya yang begitu keras kepala.
“Sampai kapan cucuku ini keras kepala seperti ini? Ya Tuhan, tolong beri aku kesabaran sedikit lagi untuk menghadapi Raka,” ucap Almer dan kembali fokus untuk membaca berita di koran.
Di dalam kamar, Raka melemparkan jas kerja miliknya ke sembarang arah. Ia pun melemparkan dasi yang melingkar indah di kerah kemeja miliknya.
“Kau sebagai pria, apakah menurutmu dia terlihat spesial?” tanya Raka pada sekretarisnya.
“Dia? Maksud tuan muda adalah Nona muda? Kalau dari sudut pandang saya, Nona muda cukup cantik,” jawab Reza apa adanya.
Raka bertambah kesal mendengar jawaban dari sekretarisnya. Bagaimana bisa sekretarisnya itu memuji Melinda dengan begitu santainya.
“Apa kau mau ku pecat? Aku menanyakan apakah menurutmu dia terlihat spesial, dan bukannya apakah dia terlihat cantik,” ketus Raka dan memerintahkan sekretarisnya, Reza. Untuk segera pergi dari hadapannya.
To be continued
Like 💖 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Hyuna❤️Aditya
lanjutkan
2024-06-13
0
Hyuna❤️Aditya
bodoh bgt si raka...
2024-06-12
0
Ani Ani
lelaki bodoh
2023-12-19
0