Melinda keluar dari kamarnya karena ingin mencari udara segar diluar. Ia memilih menuruni anak tangga daripada menggunakan lift yang memang sudah disediakan.
“Selamat malam, Nona muda!” sapa salah satu pelayan yang berpapasan dengan Melinda.
Melinda mengangguk kecil dan tersenyum ramah kepada pelayan yang menyapa dirinya.
“Tadi pagi Tuan muda benar-benar gagah ya, bagaimana jika tadi aku yang tenggelam dan pingsan. Apa mungkin Tuan muda akan membawaku di pangkuannya?”
Melinda tak sengaja mendengar pembicaraan para pelayan. Entah kenapa, ia tersenyum mendengar kenyataan bahwa Raka lah yang membawanya dengan cara memangku dirinya meskipun Raka duduk di kursi roda.
“Kau sedang berdiri disini?” Raka tiba-tiba muncul dan membuat Melinda terjatuh ke depan.
Raka tertawa melihat tingkah Melinda yang tubuhnya seperti kertas melayang jatuh.
“Apakah kamu memang se-ceroboh ini? Lihat tubuhmu saja seperti kertas begini, apakah tinggal disini tidak cukup membuatmu gemuk?” Raka menatap tajam ke arah Melinda yang masih berada di lantai.
Melinda tak membalas semua perkataan yang menyudut pada ukuran tubuhnya. Ia beranjak dari jatuhnya dan berdiri sambil menundukkan kepalanya.
“Apa kau masih sakit?” tanya Raka karena Melinda tak membalas perkataan tajam darinya.
“Tidak, Mas Raka,” jawab Melinda tanpa mengangkat kepalanya.
Raka mengangkat sebelah alisnya dan meminta Melinda mendorong kursi rodanya menuju halaman depan rumah.
“Berhenti disini, dan buatkan aku kopi!” perintah Raka.
“Baik, Mas raka.”
Melinda menghela napasnya dan terus melangkahkan kakinya menuju dapur. Untuk pertama kalinya, ia akan membuatkan kopi untuk calon suaminya itu.
“Selamat Malam, Nona muda!” Beberapa pelayan yang masih ada di dapur menyapa Melinda.
“Apa ada yang ingin Nona muda cari?” tanya salah satu pelayan dengan sangat sopan.
“Aku kemari ingin membuat kopi untuk Mas Raka, bolehkah aku memakai dapur ini sebentar?” tanya Melinda.
“Nona muda tidak perlu se-sopan itu kepada kami, kami akan membantu Nona muda membuatkan kopi untuk Tuan muda!”
“Tidak usah, aku sendiri yang akan membuatnya,” tolak Melinda dan mengambil cangkir.
Para pelayan mengiyakan apa yang dikatakan oleh Melinda dan bergeser menjauh. Namun, tetap berada di dapur barangkali Melinda butuh bantuan mereka.
“Biasanya Mas Raka suka kopi seperti apa?” tanya Melinda menanyakan selera kopi calon suaminya.
“Tuan muda menyukai kopi dengan sedikit gula,” jawab pelayan.
Melinda mengangguk mengerti dan mengikuti apa yang dikatakan oleh pelayan.
Sebelum meninggalkan dapur, Melinda mengucapkan terima kasih kepada pelayan.
“Wah, Nona muda kita ini sangat baik dan ramah. Lain halnya dengan nyonya Indri yang sombong dan angkuh,” salah satu pelayan mulai membuka suara tentang sikap Melinda dan Indri yang sangat berbanding terbalik.
“Untuk ke depannya, kita harus lebih menghormati Nona muda. Aku tidak sabar menunggu hari dimana Nyonya Indri pergi selama-lamanya dari rumah ini.”
“Ya, kamu benar. Kalau Nyonya Indri datang kemari, aku merasa rumah ini dipenuhi roh-roh jahat yang bergentayangan.”
Melinda datang menghampiri Raka dan meletakkan secangkir kopi di meja dekat Raka duduk di kursi rodanya.
“Ini Mas Raka kopinya,” ucap Melinda tanpa berani menatap mata Raka.
“Hmmmm..”
Raka mengangkat sebelah alisnya sembari melirik ke arah kopi buatan Melinda. Kemudian, Raka kembali fokus pada layar ponsel miliknya.
Melinda masih berdiri di dekat Raka tanpa berani untuk duduk di kursi kosong itu. Melinda takut jika Raka tak menyukai sikapnya dan melakukan hal yang aneh seperti tadi pagi.
Raka melirik sekilas ke arah kursi yang kosong dan memerintahkan Melinda untuk duduk. Raka tidak ingin Sang kakek lewat dan melihat Melinda hanya berdiri mematung tanpa duduk di kursi.
“Malam ini dingin ya Mas,” ucap Melinda mencoba mencairkan suasana.
“Jangan sok akrab denganku. Kamu cukup duduk dan diam!” tegas Raka.
“Maaf, Mas Raka,” balas Melinda.
Raka meletakkan ponsel pintarnya dan mengambil secangkir kopi yang dibuat oleh Melinda.
Lumayan juga kopi buatan wanita menjijikan ini. (Batin Raka)
Tanpa sadar, Raka tersenyum tipis ketika merasakan kopi yang dibuat oleh Melinda.
“Tugasmu kedepannya buatkan aku kopi di pagi hari, siang dan malam!” perintah Raka tanpa menoleh ke arah Melinda.
“Baik, Mas Raka,” balas Melinda dan merasa lega karena ternyata Raka menyukai kopi buatannya.
Dari kejauhan, Almer memperhatikan Raka dan Melinda yang tengah duduk berdua di teras depan rumah.
Almer berpikir bahwa cucunya sudah mulai membuka hati dan menerima calon cucu menantunya.
Bagus cucuku, teruslah seperti ini dan kakek akan mempercayakan semuanya kepada kamu. (Batin Almer)
Almer yang tiba-tiba ingat mengenai Dina yang jatuh pingsan bergegas menghampiri Melinda untuk memberitahukan bahwa Melinda dan Raka harus pergi berkunjung ke rumah orang tua Melinda.
“Cucu menantu!” panggil Almer.
Melinda menoleh ke arah sumber suara dan terkesiap ketika melihat Almer yang sudah berada di dekatnya.
“Iya, Kakek,” balas Melinda.
“Malam ini kamu dan Raka pergilah mengunjungi Ibumu!” perintah Almer.
“Ibu?” Melinda sedikit bingung mendengar perintah dari Almer.
“Maksud Kakek ibu tiri mu, Melinda. Kakek mendapat kabar bahwa Ibu tiri mu jatuh pingsan,” terang Almer.
Raka mengernyitkan keningnya mendengar kata Ibu Tiri. Perlahan ia mulai mengetahui kehidupan Melinda yang ternyata memiliki Ibu tiri.
“Hanya kami berdua?” tanya Raka memastikan.
“Iya, hanya kalian berdua saja. Kakek masih ada urusan penting yang harus diselesaikan malam ini,” jawab Almer yang tentunya perkataannya hanya kebohongan belakang.
Almer ingin keduanya semakin dekat dengan begitu, Almer bisa tenang jika dikemudian hari pergi meninggalkan cucunya seorang diri yang tak lain dan tak bukan adalah Raka Arafat.
“Oke, hanya kita berdua saja,” ucap Raka sambil menekan kata kita berdua.
Almer kembali masuk ke dalam rumah meninggalkan Raka dan Melinda yang masih berada di teras depan rumah.
Raka belum juga pergi dari tempat tersebut, ia masih duduk santai sembari menikmati secangkir kopi.
“Mas Raka, aku pamit ke kamar ya!”
“Nanti,” ketus Raka.
Melinda mulai kesal dengan sikap dingin Raka kepadanya. Akan tetapi, Melinda memilih diam dan menuruti keinginan Raka.
“Aku sudah selesai, sekarang bawa aku ke kamar!” perintah Raka dingin.
“Baik, Mas Raka.” Melinda beranjak dari duduknya dan membawa Raka pergi ke kamar.
Tak ada pembicaraan dari keduanya, sampai akhirnya Raka tiba di kamarnya.
“Sekarang kamu boleh pergi. Ingat! Kamu harus berdandan secantik mungkin agar keluargamu tak berpikir kamu disini disiksa!” perintah Raka.
“Baik, Mas Raka. Kalau begitu, aku permisi.”
Melinda kembali menutup pintu kamar Raka rapat-rapat dan kemudian, berlari secepat mungkin menuju kamarnya.
Melinda bingung harus berdandan seperti apa, karena sebelumnya ia tidak pernah merias diri.
“Bagaimana ini? Aku harus memakai pakaian seperti apa? Yang dikatakan Mas Raka benar, aku harus tampil cantik agar mereka tidak menghinaku.”
Melinda bingung memilih pakaian seperti apa untuk dikenakannya ketika mengunjungi Ibu tirinya itu.
TBC 💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Hyuna❤️Aditya
semangat melinda... caayyoooo
2024-06-04
0
Ani Ani
biarritz kan aja separate nyatak guna tak kenang budi
2023-12-19
0
🍁ˢ⍣⃟ₛ Angela❣️
pakailah pakaian yang sopan Melinda buat Raka terseponA
2023-12-13
0