Jamilah mendongak saat menyadari seseorang sedang melindunginya dari tetesan air hujan menggunakan sebuah payung.
" Mas" lirih Jamilah saat melihat wajah Bramasta.
" Kenapa kamu selalu menyiksa diri dengan hal yang belum tentu terjadi?" Kenapa Sayang?" tanya Bramasta lalu berjongkok dan memeluk Jamilah.
" Kenapa kamu ada di sini,kamu belum sepenuhnya pulih?"
" Aku tidak peduli dengan sakitku,yang penting bagiku itu kamu" jawab Bramasta.
" Ayo kita pulang" ajaknya lalu membantu Jamilah untuk berdiri.
Jamilah melangkahkan kakinya dengan perlahan,baru beberapa langkah dia berhenti karena rasa sakit yang menjalar di kakinya.
" Pelan-pelan saja" ujar Bramasta.
Jamilah tersenyum kemudian kembali berjalan,baru beberapa langkah dia kembali berhenti.Bramasta melambaikan tangannya kearah mobil,lalu mobil itu pun menghampiri mereka.
" Ayo"
Bramasta membantu Jamilah masuk ke dalam mobil,baru kemudian dia duduk di sampingnya.Mobil melesat menembus derasnya hujan dan gelapnya malam.
" Kenapa kita kembali ke benteng?" tanya Jamilah.
" Benteng?" Bramasta tidak mengerti maksud benteng yang dikatakan oleh Jamilah.
" Iya,rumah tempat kita sembunyi" jawab Jamilah.
" Rumah kita yang lama sudah hancur,jadi untuk sementara waktu kita tinggal di benteng dulu" jelas Bramasta.
Mobil mulai memasuki pekarangan rumah lalu berhenti tepat di pintu masuk.Bramasta turun dari mobil lalu menggendong Jamilah hingga masuk ke kamarnya.
" Lain kali tidak perlu menggendongku,aku bisa berjalan sendiri" kata Jamilah.
" Kalo kamu berjalan sendiri,bisa-bisa besok pagi kamu baru sampai ke kamar ini" balas Bramasta.
" Ganti bajumu" titah Bramasta sambil memberikan baju lengkap dengan ********** pada Jamilah.
" Jangan lihat" kata Jamilah.
" Kenapa tidak boleh,jika mau ada Bramasta junior di sini aku harus melihatnya" goda Bramasta sambil mengusap perut datar Jamilah.
" Iya sih,tapi aku malu Mas" kata Jamilah.
" Apa,Mas?" Boleh lah" ujar Bramasta.
" Cepat berbalik" pinta Jamilah.
" Tidak perlu malu,aku bahkan sudah pernah melihatnya" kata Bramasta yang langsung membuka baju Jamilah.
Glek,
Bramasta menelan ludah kasarnya saat melihat tubuh polos istrinya,dengan sekuat tenaga dia menahan keinginannya itu.Dengan santai dia memakaikan baju Jamilah dan meletakan baju kotor ke dalam keranjang.
Bramasta menekan tombol interkom di kamarnya,yang langsung terhubung ke bagian dapur.
" Siapkan makan malam untukku dan Nona,antar ke kamar" perintah Bramasta pada kepala koki di dapurnya.
Bramasta menuntun Jamilah ke sofa lalu mereka pun duduk berdampingan.
" Bagaimana kakimu,apa yang kamu rasakan?" tanya Bramasta.
" Sudah bisa digerakkan,dan terasa sakit jika aku terlalu banyak bergerak" jawab Jamilah.
" Jangan dipaksakan,berjalanlah secara bertahap" saran Bramasta.
" Hmmm" Jamilah mengangguk.
" Jangan pernah berpikir bahwa aku akan meninggalkanmu,begitu juga sebaliknya.Mengerti" ujar Bramasta.
" Iya,aku mengerti" kata Jamilah.
Pelayan mengetuk pintu lalu masuk sambil membawa berbagai macam makanan.Setelah menyusun makanan di meja,dia berdiri di samping sofa.
" Pergilah,tidak perlu menunggu.Ambil piring kotornya besok pagi" titah Bramasta.
" Baik Tuan,selamat menikmati" sahut Pelayan tersebut lalu keluar dari kamar itu.
Bramasta dan Jamilah langsung menyantap makanan yang ada di hadapan mereka.Setelah makanan habis dan perut kenyang,Bramasta menumpukkan piring kotor itu dan meletakkannya di luar kamar.Setelah itu dia menggendong tubuh Jamilah dan membawanya ke kasur.
" Jangan terlalu sering menggendongku,nanti lukamu akan lama sembuhnya" kata Jamilah.
" Aku sudah sering tertembak,bahkan setelah selesai operasi pengangkatan peluru aku langsung pergi bekerja dan berkelahi lagi.Menggendongmu tidak akan memperparah lukaku" ujar Bramasta.
" Terserah kamu saja" balas Jamilah.
" Serius nih,terserah aku" goda Bramasta.
" Sepertinya,besok kamu harus memberiku sebuah ponsel Mas" ujar Jamilah.
" Untuk apa?" tanya Bramasta.
" Untuk merekam tingkah konyolmu dan memberitahukan pada dunia bahwa Bramasta suamiku itu tidak kejam" jawab Jamilah.
" Baiklah kalau begitu,besok aku akan membelikanmu ponsel.Jika aku sedang berada jauh darimu dan kamu merindukan aku,maka kamu bisa menelponku" tutur Bramasta.
Bramasta menarik Jamilah masuk ke dalam pelukannya," Apa sudah hangat?" tanya Bramasta.
" Emmm"dehem Jamilah lalu membalas pelukan Bramasta.
" Sayang" panggil Bramasta.
Jamilah memiringkan kepalanya agar bisa melihat wajah Bramasta.
" I love you" ucap Bramasta.
" I love you too" balas Jamilah seraya tersenyum.
" Jangan pernah pergi" pinta Bramasta dan Jamilah pun mengangguk.
Bramasta mendekatkan wajahnya ke wajah Jamilah,lalu dengan perlahan dia menyesap bibir mungil milik istrinya itu.Meski masih kaku,Jamilah membalas sesapan suaminya.
" Jangan lupa bernafas" kata Bramasta setelah dia melepaskan sesapannya.
Jamilah terengah-engah dan berusaha mengambil nafas yang tadi habis terbuang.Bramasta mengungkung tubuh Jamilah,lalu menciumi leher istrinya itu.Beberapa tanda merah dia tinggalkan di sana,sebagai tanda dia sudah berjuang.
" Mas..." desah Jamilah saat Bramasta memainkan lidahnya di bukit kembar yang masih tertutupi oleh baju.
Bramasta menggigit kecil sebuah benda yang menonjol di pucuk bukit kembar istrinya.
" Ahh..." suara Jamilah lolos begitu saja.
Tangan Bramasta mencoba menelusup dan memainkan benda kenyal itu,benda kenyal yang ukurannya sangat pas di genggamannya.Setelah puas bermain di sana,Bramasta pun turun bukit dan menuju ke lembah yang sudah mulai becek.
Bramasta menyibakkan kain penghalang dan mulai memainkan lidahnya di sana,semakin lama semakin dalam.Menjilat,menyesap benda itu dengan lembut.
" Mas...ahhh" racau Jamilah.
Tubuhnya menyebarkan rasa aneh yang entah apa,dia sendiri tidak tahu.Rasa yang belum pernah dia dapatkan sebelumnya.Mulut ingin berkata jangan,tapi tubuhnya menginginkan lebih.Apalagi Bramasta melakukan itu dengan penuh kelembutan.
Cairan kental bercampur darah perlahan keluar saat Bramasta menggerakkan tangannya keluar masuk di liang kenikmatan milik Jamilah.
" Mas...ah...hhhh" racau Jamilah lagi.Tidak lama kemudian tubuhnya bergetar ketika dia sudah sampai di puncaknya.
Bramasta kembali mengungkung tubuh Jamilah dan memandang wajah istrinya yang semakin terlihat seksi.
" Apa junior sudah boleh masuk?" tanya Bramasta.
Jamilah mengangguk lalu membuang muka karena malu.Bramasta tersenyum dan bahagia saat mengetahui jika milik istrinya masih bersegel.
" Tahan ya,ini akan terasa sedikit sakit" kata Bramasta.
Jamilah menggigit bibirnya saat milik Bramasta mulai memasuki kawasan terlarang miliknya,perih dan ngilu bercampur menjadi satu.Tapi,setelah beberapa saat,Jamilah mulai meracau lagi.Rasa yang awalnya terasa sakit berubah menjadi sangat nikmat.
" Uuugghhh"
Tubuh Bramasta pun menegang lalu ambruk di atas tubuh Jamilah.
" Mas,jangan mati.Aku gak mau jadi janda sebelum Junior berkembang" kata Jamilah yang mengira Bramasta mati,karena Jamilah sempat melihat perban di dada Bramasta berdarah.
" Aku tidak apa-apa" ujar Bramasta lalu turun dari kasurnya.
" Ayo bersih-bersih setelah itu kita tidur" ajak Bramasta.
" Dada Mas berdarah" seru Jamilah dengan wajah panik.
Bramasta menunduk dan melihat darah sudah mengalir dari luka bekas operasinya.
" Tidak apa-apa,ini sudah biasa" kata Bramasta mencoba tenang,walau sebenarnya dia merasakan sakit yang hebat.
Selesai mandi dan memakai pakaian lengkap,Bramasta memanggil Retno agar mengecek lukanya.Setelah semua beres dan tidak terjadi apa-apa pada lukanya,barulah Bramasta dan Jamilah tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Nova Herlinda
duchhhhhh asyik yg ude unboxing... smg cepat tumbuh ya bram junior atau jamilah junior
2022-01-03
1
Tantikputri 🧕
tetap semangat thour...🥳
2022-01-03
1