ADDC 14

Seminggu sudah Bramasta di rawat di rumah sakit,dan baru pagi ini dia sadarkan diri.Luka tembak yang hampir mengenai jantungnya,membuat dia kehabisan darah dan kritis.Untung anggota Bramasta ada yang ahli dalam meracik racun dan juga penawarnya.Jadi,racun milik Gara bisa dengan mudah ditawarkan.

" Jack,sudah berapa lama aku tidur?" tanya Bramasta.

" Baru satu minggu" jawab Jack santai.

" Baru katamu,apa kamu menginginkanku terbaring lebih lama?" cecar Bramasta.

" Istri dan suami sama saja,tukang ngomel" gumam Jack tapi masih bisa di dengar oleh Bramasta.

" Apa selama seminggu ini kamu mendapat kabar tentang Jamilah,Jack?" tanya Bramasta.

" Iya,dia menghubungiku memakai ponsel Retno.Dia menanyakan keadaanmu,tapi aku membohonginya.Aku mengatakan kalo kamu baik-baik saja,tapi dia tidak percaya." jawab Jack.

" Bram,ikatan bathin antara suami dan istri itu sangat kuat.Kamu tidak bisa membohonginya,bahkan selama kamu terbaring di sini,dia juga merasakan sakit di dada bagian kirinya,seolah merasakan sakit yang sedang kamu alami" tutur Jack.

Bramasta berusaha mendudukan tubuhnya di brankar.

" Jangan banyak bergerak,lukamu belum pulih" cegah Jack.

" Jack,ini bukan kali pertama aku tertembak.Kamu tidak perlu khawatir" ujar Bramasta.

" Kalo dulu kamu masih sendiri Bram,kalo sekarang beda.Ada Jamilah yang tiap hari menunggumu di depan pintu" oceh Jack.

Jack mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan pesan singkat yang dikirim oleh Retno.Sebuah foto Jamilah sedang duduk di teras sambil menatap jauh ke depan.

" Sedang menunggu Bos pulang"

Begitu pesan yang tertulis.

" Benarkah dia menungguku Jack?" tanya Bramasta.

" Kata Retno sih begitu" jawab Jack.

" Jack,panggil Dokter.Aku mau pulang" titah Bramasta.

" Jangan gila,lukamu belum kering.Kamu belum bisa menggendong Jamilahmu itu" bantah Jack.

Ceklek

Pintu terbuka,salah satu anak buah Bramasta masuk ke dalam ruangan itu.

" Maaf Tuan,Nona ada di depan dan sedang menuju kemari" lapor orang itu.

" Tidur" perintah Jack.

" Hey...kenapa aku harus tidur,aku ingin melihat wajah istriku,aku merindukannya" bantah Bramasta.

" Sudah,jangan banyak protes.Ikuti saja rencanaku.Cepat!"

Bramasta merebahkan tubuhnya,Jack menarik selimut lalu menutup tubuh Bramasta hingga sebatas pinggang.

" Jack" Retno mendorong kursi roda Jamilah masuk ke dalam ruangan itu.

" Kenapa kamu tidak mengatakan kalo Bram terluka Jack?" cecar Jamilah.

" Maaf Nona" ucap Jack.

" Retno,tinggalkan aku disini.Aku ingin berdua dengan suamiku" titah Jamilah.

Retno dan Jack pun keluar dari ruangan itu.

" Apa kamar ini lebih hangat,lebih enak dari kamar kita di rumah.Kenapa kamu betah sekali tidur di sini" oceh Jamilah.

" Oh...aku tahu,pasti suster di rumah sakit ini montok dan seksi kan,makanya kamu betah dan tidak mau pulang." sambungnya.

" Suamiku,apa kamu tau,aku kesepian.Retno juga menyetrumku di ruang penyiksaan.Apa kamu yang menyuruhnya?" tanya Jamilah.

Raut bahagia di wajah Bramasta berubah mendung saat mendengar kalo Retno telah menyiksa istrinya.Ingin rasanya dia bangun,tapi diurungkannya saat mendengar Jamilah kembali mengoceh sambil meletakkan kepalanya di samping tubuh Bramasta.

" Suamiku,bangunlah.Aku sudah bisa berjalan lagi,walau baru satu dua langkah.Retno melakukan terapi pada kakiku menggunakan alat setrum itu" curhatnya.

" Kamu sudah bisa berjalan?" Benarkah?"

" Selimut di rumah juga tidak ada yang hangat,tiap malam aku kedinginan" tambahnya.

" Benarkah begitu? awas saja nanti.Aku akan memelukmu sepanjang malam" oceh Bramasta dalam hati.

Bramasta menutup matanya saat Jamilah mengangkat kepalanya dan memandang wajahnya.

Tes...air mata Jamilah jatuh menetes mengenai perut Bramasta.

" Jangan menangis Sayang,aku tidak sanggup melihatnya" gumam Bramasta dalam hati.

" Aku sedih,apa saat kamu tahu jika aku sudah bisa berjalan,kamu akan membuangku,mengusirku? Jika memang begitu,haruskah aku berpura-pura lumpuh selamanya,agar aku tetap bersamamu.Egoiskah aku" oceh Jamilah disela-sela tangisannya.

Jamilah menggenggam tangan Bramasta lalu mengecupnya sangat dalam.

" Hiks..." tubuh Jamilah bergetar karena menangis.

" Apa kamu ingin aku menghukummu,bukankah aku sudah melarangmu menangis" kata Bramasta.Dia terpaksa bangun karena tidak tahan melihat Jamilah menangis.

" Aku harus berpura-pura tidak tahu kalau Jamilah sudah bisa berjalan" gumam Bramasta dalam hati.

" Kamu sudah bangun? Mana yang sakit?" tanya Jamilah lalu mengelap air matanya.

" Di sini yang sakit" jawab Bramasta sambil memegang dadanya.

" Kemarilah" titah Bramasta sambil menepuk kasur kosong di sampingnya.

Jamilah naik ke kasur itu lalu berbaring di samping Bramasta.

" Bagaimana rasanya,apa sangat sakit?" tanya Jamilah sambil mengelus dada Bramasta yang tertembak.

" Rasanya seperti digigit semut" jawab Bramasta.

" Benarkah begitu? Aku tidak percaya" kata Jamilah.

" Kenapa kamu jadi cerewet seperti ini sih" Bramasta mencium puncak kepala Jamilah.

" Apa kamu merindukanku?" tanya Bramasta.

" Apa aku boleh merindukanmu?" Jamilah balik bertanya.

" Tentu saja boleh,kamu kan istriku" jawab Bramasta.

" Istri ya" gumam Jamilah.

" Apa ada masalah?" tanya Bramasta.

" Tidak ada" jawab Jamilah.

Bramasta melingkarkan tangannya di pinggang ramping Jamilah." Kapan perut ini akan membesar dan berisi Bramasta junior?" tanyanya.

" Dia akan membesar jika kamu mengisinya" jawab Jamilah lalu terdiam,wajahnya nampak murung.

" Setelah keluar dari rumah sakit ini,aku akan mengisinya" ujar Bramasta.

Jamilah mendudukkan tubuhnya,lalu menghela nafas panjang.Bramasta duduk lalu membelai rambut Jamilah.

" Apa ada yang mengganjal di hatimu?" Jika benar,katakan" pinta Bramasta.

" Haa..." Jamilah membuka mulutnya lebar." Oh tidak ada apa-apa,aku baik-baik saja" kilah Jamilah.

" Kamu berbohong" ujar Bramasta.

Jamilah turun dari brankar lalu duduk di kursi rodanya.Jamilah tidak berani memandang wajah Bramasta,dia mengalihkan pandangannya kearah lain.

" Sudah malam,aku pulang" pamit Jamilah.

" Pulanglah" kata Bramasta.

" Kamu tidak menahanku?" tanya Jamilah.

" Aku tidak ingin memaksa orang yang tidak mau bersamaku" jawab Bramasta.

" Retno" panggil Jamilah.

Pintu terbuka,Retno dan Jack masuk ke dalam ruangan.

" Nona memanggil saya?" tanya Retno.

" Ayo kita pulang" ajak Jamilah.

" Baiklah,sudah cukup untuk hari ini.Kita kembali lagi besok" kata Retno.

" Tidak perlu kembali,aku tidak dibutuhkan disini.Ayo cepat"

" Permisi Tuan" pamit Retno pada Bramasta.

Retno membawa Jamilah keluar dari ruangan itu,lalu mendorong kursi roda sampai ke mobil.Supir mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.

" Berhenti" perintah Jamilah.

" Nona mau kemana?" tanya Retno.

Jamilah tidak menjawab,dia membuka pintu mobilnya lalu turun dari mobil.Jalanan sangat sepi karena jauh dari pemukiman warga.Jamilah mencoba melangkahkan kakinya,berjalan menjauh dari mobil.

" Nona,ayo kita pulang.Sebentar lagi hujan akan turun" teriak Retno.

Jamilah terus mencoba berjalan,walau terkadang dia terjatuh.

" Kalian pulanglah,aku ingin sendiri"

Hujan mulai turun,Jamilah berdiri sambil memegang pagar pembatas sebuah jembatan yang berada tidak jauh dari mobilnya berhenti.Derasnya hujan sederas air matanya yang tumpah.Jamilah duduk bersimpuh di atas aspal,dengan kepala yang tertunduk.

" Aku bahagia bersamamu,tapi apa kamu bisa bahagia bersamaku" lirih Jamilah.

Terpopuler

Comments

Nova Herlinda

Nova Herlinda

asyikkkkk jamilah ude mulai ada rasa dg bram

2022-01-03

1

Tantikputri 🧕

Tantikputri 🧕

aduh Jamilah km hrs punya pemikiran optimis doung...🌚ayo kk outhour di lanjut crtnya...🥳🥳

2022-01-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!