DELAPAN TARGET
“Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Cepatlah bangun Dios. Maaf… Maaf… Semua ini salahku.” Di ruangan yang gelap itu, seorang pemuda menitihkan air mata dengan penuh penyesalan.
Di sampingnya, berbaring layu seorang pemuda sebayanya, terinfus dalam bingkaian peralatan rumah sakit.
Suasananya senyap. Hanya suara tiktok dari peralatan pembaca detak jantung yang terdengar.
Suara langkah sepatu tiba-tiba memecah kesunyian itu. Seorang gadis yang juga tampak sebaya dengan pemuda itu pun menghampirinya. Gadis itu meletakkan tangannya di bahu pemuda itu sambil menatapnya dengan penuh kekhawatiran.
“Tuan Muda, sudah waktunya Anda pulang. Anda harus menjaga kesehatan Anda." Ucap sang gadis.
Dialah Kaiser Dewantara. Sosok yang dipanggil sebagai tuan muda oleh gadis itu, calon pewaris utama generasi ketiga Dewantara Group.
“Oh, kamu rupanya Agni."
Dialah Agni Permata. Sosok sang gadis yang senantiasa setia mendampingi Kaiser sebagai asistennya yang andal.
"Lihatlah, bagaimana bisa ada sekelompok orang yang bisa dengan teganya menganiaya anak yatim piatu yang baik hati seperti ini. Bahkan sampai nyawanya hampir hilang pun, mereka hanya dihukum tahanan rumah selama 2 tahun. Apakah itu adil? Mengapa hukum begitu beda memperlakukan orang-orang antara yang berkuasa dan yang tidak?”
Dan dialah Dios. Sosok pemuda yang sedang terbaring layu di rumah sakit tersebut setelah mengalami peristiwa pembulian pahit oleh sekelompok anak-anak royal 2 tahun lalu semasa SMP-nya perihal penilaian mereka yang merasa Dios yang berasal dari kasta rendah, tak pantas untuk satu sekolah dengan mereka.
“Tuan Muda, walaupun dengan kekuasaan keluarga Anda, masih sulit untuk menyentuh mereka.”
“Begitukah?”
Sayangnya, walaupun Kaiser juga terlahir dengan kekuasaan layaknya anak-anak royal yang telah membuli Dios tersebut, intrik politik dan pandangan publik membatasi geraknya dalam melindungi sahabat baiknya itu.
“Sayapun juga sebenarnya marah, tapi, jika Tuan Muda juga ikut terluka, siapa lagi yang akan merawat kami. Jadi, saya berharap Tuan Muda dapat lebih menjaga kesehatan Anda.”
Tetapi, Kaiser tidaklah sendiri. Ada orang-orang yang senantiasa mendukungnya dalam berjuang menghilangkan ketidakadilan sistem perbedaan kasta yang absurd itu.
Kaiser lantas menatap Agni. Diapun mengusap kepala gadis itu seraya memberikan senyuman ala pangerannya.
“Tenang saja. Semuanya akan baik-baik saja." Lirih Kaiser dengan tatapan yang penuh arti.
"Jadi, bagaimana dengan pergerakan mereka?" Kaiser pun lanjut bertanya kepada asisten setianya itu.
“Itu... Mereka akhirnya dibebaskan dari tahanan rumah. Silva sudah kembali ke Jakarta dan mungkin sebentar lagi Araka akan menyusul.”
“6 dari 7 para pembuli itu rupanya telah tiba di kota ini. Kita harus lebih ekstra hati-hati. Perketat penjagaan rumah sakit. Pastikan mereka maupun orang-orang mereka tidak ada yang mendekati rumah sakit."
“Siap, Tuan Muda.” Agni pun menjawab.
Kaiser lantas menyandarkan dirinya di kursi sembari menekan kedua tangannya dengan belakang kepalanya. Mata birunya kemudian tiba-tiba bersinar cerah. Kaiser berupaya mengendalikan amarahnya.
Di tengah kekalutannya itu, Kaiser pun bergumam,
[Sungguh! Andai bisa, seseorang seperti mereka sebaiknya mati saja!]
***
Di tempat lain, 5 dari 8 pelaku pembulian seorang pemuda bernama Dios berkumpul di sebuah bar mewah.
Aroma bir yang sangat menyengat, asap rokok yang tebal, disertai para pemuda-pemudi yang berpesta pora sambil berjoget-joget dengan suara musik yang keras dapat dirasakan ketika pertama kali memasuki bar itu.
Tapi jauh ke dalam, ada ruang khusus VIP yang satupun suara tidak dapat menembus ke dalamnya. Di situlah para pembuli itu berkumpul.
“Ah, andai Araka dan Dirga juga ikut bergabung dengan kita, pasti suasananya akan lebih menyenangkan. Tapi yang lebih penting daripada itu… Hei, apakah itu baik-baik saja? Kamu secara publik dihukum tahanan rumah, tapi selama ini kamu malah meninggalkan rumah dan berkeliaran bebas di luar negeri.”
Kata seorang gadis dengan perawakan kurus dengan topi modis merahnya yang nyentrik dan pakaiannya yang ala milenial di antara mereka.
“Apa yang mesti aku takutkan ketika semua media di bawah kontrol perusahaan ibumu. Bukan begitu, Rihana?”
Jawab seorang gadis lainnya di antara mereka dengan postur tubuh tinggi dan proporsi ideal layaknya seorang model.
“Exactly! Kalau begitu, Silva, bisakah kamu meminta ayah dan ibumu untuk mendonasikan dana lebih banyak lagi ke perusahaan kami? Dengan begitu, semuanya akan berjalan lebih lancar. Kamu tahu kan, masih ada satu perusahaan penyiaran TV yang belum di bawah kendali grup.”
Gadis berpostur kurus yang dipanggil Rihana itu pun segera mengungkapkan keinginannya.
“Ah, perusahaan milik keluarga orang itu ya.”
Ucap gadis berperawakan model yang dipanggil Silva seraya menopangkan dagu. Matanya lantas lebih menyipit menjadi tatapan sinis yang tampak seperti ular yang memikirkan bagaimana menelan mangsanya bulat-bulat.
“Permisi, ini minumannya.” Seorang pelayan pria pun menghampiri mereka.
Tampak pelayan itu hanya mengenakan boxer yang sangat pendek sehingga proporsi badannya yang ideal dengan six pack dapat terlihat dengan jelas. Pelayan pria itu seraya meletakkan minuman sejenis alkohol pesanan mereka di meja tersebut.
“Ah, Mas, badanmu bagus juga.” Ucap Silva seraya meraba-raba badan pelayan itu dengan ujung jari telunjuknya.
Pelayan itu tampak tidak nyaman. Melihat itu, Rihana malah hanya nyengir sementara tiga pemuda yang bersama mereka tampak jijik dengan kelakuan gadis itu.
“Hei Silva, sebaiknya kamu hentikan. Lihat tuh muka Tirta sudah seperti tomat masak mau pecah. Hahahaha!” Kata seorang pemuda yang mengenakan cincin nyentrik disertai tawa terbahak-bahak.
Mendengar ejekan itu, Silva akhirnya menyuruh pemuda itu pergi dengan cemberut. Dia kemudian menatap pemuda yang dipanggil Tirta itu.
"Kamu cemburu?" Tanya Silva kepada Tirta.
"Tidak kok. Aleka sendiri yang mengambil kesimpulan seenaknya." Jawab Tirta dengan muka yang memerah seraya memalingkan pandangannya seakan tak berani menatap Silva.
"Oh." Silva menatap Tirta cukup lama seakan mencoba untuk membaca ekspresinya.
Namun, alih-alih tatapan seorang kekasih yang ditunjukkannya, Silva tampaknya lebih menatap Tirta bagaikan budaknya.
Tirta pun memberanikan diri menatap Silva kemudian mencoba berujar,
"Sil..."
“Jadi, bagaimana kamu akan bergerak? Sekarang sudah 2 tahun sejak kejadian itu. Awak media sudah diam dan orang-orang sudah mulai melupakan kejadian itu pastinya.”
Belum sempat Tirta mengungkapkan apa yang ingin dikatakannya, seorang pemuda yang lain segera memotongnya dengan suatu pertanyaan sambil menatap lurus ke mata Silva.
Karena momen yang terlewatkan, tampak Tirta yang tadi hendak mengatakan sesuatu, akhirnya dibatalkannya. Tampak sudut mulut pemuda yang memotong pembicaraan Tirta itu berkedut puas. Rupanya, dia sengaja tak membiarkan Tirta berkomentar.
Belum sempat Silva menjawab, Rihana segera memotongnya, “Kita tidak bisa bertindak gegabah soalnya orang itu dilindungi oleh Tuan Muda dari Dewantara Grup.”
Pemuda itu lantas tersenyum sinis dan memalingkan arah pandangannya ke Rihana. “Kamu berkata seperti itu, tapi kamu pasti sudah punya langkah tersendiri. Begitulah orang licik sepertimu bertindak.”
“Enak saja mengataiku licik. Tapi yah, kamu tidak salah juga, Riandra. Sebenarnya aku menemukan fakta yang menarik. Kita tunggu saja beritanya keluar besok. Ini tidak hanya akan menjatuhkan nama Kaiser, tetapi juga akan membuat netizen jadi benci pada Dios."
Senyum Rihana lantas bertambah lebar yang sebenarnya sangat serasi dengan bibir seksinya itu. Dia tersenyum sembari menatap intens ke arah pemuda yang bertanya padanya yang dipanggilnya Riandra itu.
Diapun melanjutkan,
"Dan netizen yang dulunya menghujat kita karena membullynya akan berbalik 180 derajat justru akan memuji kita karena menghajar penjahat seperti dia. Wah, aku jadi tidak sabar ingin melihat wajah menderita dari Tuan Muda Kaiser. Aku ingin melihat wajah tampannya yang seksi itu diselimuti aura keputusasaan. Nyam! Pasti nikmat sekali.”
Ucap Rihana sambil mejilat bibir bagian atasnya seakan-akan sedang menikmati hidangan yang sangat nikmat.
Riandra yang mendengar itu hanya tersenyum seakan tidak sabar menikmati kejutan itu.
Ekspresi yang hampir sama ditunjukkan oleh semua orang yang ada di ruangan itu, terkecuali Tirta yang hanya tertunduk seakan takut. Kedua tangannya yang gemetaran menggegam erat celananya.
Demikianlah rencana jahat tersebut dibeberkan di dalam suatu ruangan yang berisikan mereka berlima. Tidak, tepatnya delapan orang, seorang pelayan pria, seorang pelayan wanita, dan seorang kakek tua yang menjadi penyeduh alkohol.
***
Keesokan harinya, muncullah berita yang dinantikan.
Kala itu, Kaiser yang hendak meninggalkan rumah untuk berangkat ke sekolah dicegat oleh kakeknya.
“Cucuku sayang, hari ini kamu tidak usah sekolah ya, main saja sama kakek. Kakek kesepian di rumah. Hiks…Hiks…” Dengan tingkah imut, Sang Kakek merajuk kepada cucunya.
“Tidak usah khawatir Kek, saya baik-baik saja.”
“Jadi kamu sudah tahu ya.” Ekspresi Sang Kakek tiba-tiba berubah sendu.
“Ya, tampaknya mereka mulai bergerak.”
“Biarkan Kakek melindungi cucuku tersayang ini. Muah…Muah…” Balas Sang Kakek yang kembali dengan ekspresi cerianya yang khas seraya ingin memeluk dan mencium cucunya.
Dengan sigap Kaiser menahan kakeknya sebelum memeluknya. “Hentikan, Kek! Saya sudah besar lagipula saya ini laki-laki.”
“Hiks…Hiks… Cucu kakek tidak imut lagi.” Sang Kakek mengucapkannya sambil bertingkah lucu menirukan gadis-gadis idol Jepang yang sedang populer.
“Ya, ampun, Kek! Sampai kapanpun Kakek adalah kakek tersayang Kaiser. Kebanggaan Kaiser.” Walaupun dengan nada ketus, tetapi dapat terasa kelembutan di ucapan Kaiser yang tulus terhadap kakeknya.
Di akhir kalimatnya, Kaiser melontarkan senyum ala pangerannya yang membuat siapapun yang melihatnya akan terhipnotis akan keindahannya, entah itu wanita ataupun pria.
“Tapi yah, berkat Kakek, berita ini segera direda sebelum beredar lebih luas.”
“Tapi walau bagaimanapun, beritanya telah sempat muncul di Berita Subuh. Kakek takut di sekolah kamu akan dirundung. Hari ini kamu tidak usah ke sekolah ya sampai masalah ini mereda.” Ucap Sang Kakek dengan nada khawatir.
Kaiser mengambil salah satu cetakan koran yang batal terbit yang tergeletak di meja kemudian membacanya. “Seorang pewaris generasi ketiga Grup Dewantara yang berhasil selamat dari kasus penculikan di TK Bela Negara bersama dua rekan kelasnya berinisial A.P. dan D. setelah merebut pistol penculik dan menembakkannya ke dada penculik…”
“Kakek tidak usah khawatir. Teman-teman di sekolahku orangnya baik-baik semua. Pertemanan kami lebih kuat dari yang Kakek kira. Justru dengan tertawa dan tetap seperti biasa, akan menjadi pukulan yang lebih menyakitkan bagi mereka, siapapun yang merencanakan ini.” Ucap Kaiser seraya tersenyum cerah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
ky
bagus thorrr
2023-10-26
2
Rahma Hayati
❤
2023-08-18
1
Nur Muhammad
hemm memangnya masalah ya klw ngebunuh balik para penculik? hehe
2023-06-12
1