Di ruangan itu, tampak sepasang pemuda dan pemudi sedang duduk berhadap-hadapan sambil mabuk-mabukan. Tampak seorang pelayan pria dan seorang pelayan wanita yang hampir telanjang melayani mereka. Di sudut, tampak pula seorang Kakek yang sedang menyesap kopinya.
“Hei Rihana. Kamu yakin akan membiarkannya seperti ini? Bukannya berita dari selebriti yang kalian bayar, justru menenggelamkan perhatian publik terhadap Kaiser?” Si pria bertanya kepada si wanita.
“Riandra, kamu tidak tahu apa-apa soal jurnalistik. Ini yang dimaksud dengan strategi mundur untuk menang. Sementara kita mundur dulu untuk mematahkan semangat mereka yang mendukung Kaiser. Kemudian Boom!” Ujar Rihana seraya mengekspresikan kata ‘boom’ dengan tangannya yang menguncup kemudian naik memekar.
“Ketika Kaiser berbuat kesalahan sekecil apapun, di saat itulah kita akan bumbui dengan semenarik mungkin sehingga orang-orang akan menghujat dia habis-habisan.
Ditambah dengan rumor yang beredar di media sebelumnya, dan juga sedikit beberapa faktor tentang kecemburuan sosial, orang-orang akan mulai berfantasi dengan sendirinya tentang bagaimana buruknya sikap seorang tuan muda yang berasal dari keluarga kaya yang memandang rendah orang-orang di bawahnya” Rihana mengatakan hal itu dengan yakin seraya tersenyum ala setan.
“Dan kamu sudah mendapatkan kesalahan kecil yang dapat kamu bumbui dari Kaiser itu?” Tanya Riandra penasaran.
“Yah itu dia. Aku sudah membuntutinya selama beberapa hari. Tetapi aku belum mendapatkan apapun. Dia benar-benar sangat waspada.” Rihana mengatakan itu dengan lesu seraya menjatuhkan kepalanya ke meja.
Riandra yang mendengarkan itu, lantas mengumpat dalam hati,
[Kamu wartawan atau stalker?]
Riandra tersenyum geli lantas meneguk gelas anggur di tangannya.
“Tetapi sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Aku pasti akan memperoleh berita eksklusif tentang kelakuan bejat di balik sikap sok sucinya itu. Hahahaha!” Rihana mengatakan hal itu sambil tertawa sejadi-jadinya bagaikan setan yang sedang menunggu mangsanya terjerat jebakannya.
***
Siang itu masih menunjukkan pukul 3. Tidak seperti biasanya, Kaiser berkunjung ke rumah sakit tepat sehabis dia pulang sekolah.
Teman-temannya saat ini masih berunjuk rasa di depan gedung kantor NTV News. Dia sebenarnya ingin bergabung, mengingat bahwa semua itu terjadi karena dirinya, tetapi hal itu ditolak mentah-mentah oleh teman-temannya karena seringnya Kaiser pingsan mendadak belakangan ini.
Diapun jadi serba tidak enak berbuat sesuatu yang lain. Jadilah dia berkunjung ke rumah sakit lebih awal.
Setelah melihat keadaan Dios, Kaiser berjalan ke luar ruangan. Dia menuju ke ruang istirahat yang terletak tepat di tengah-tengah lantai delapan itu. Di sisi depan kiri ada kamar 804 dan di sisi depan kanan ada kamar 805.
Dia duduk melantai di ruang istirahat di lantai gedung itu sambil menengkup, menyembunyikan kedua wajahnya di balik kedua lututnya.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundak Kaiser.
“Adek? Adek datang? Kok Adek tidak menemui Kakak di ruangan Kakak?” Seorang pria mengenakan piama rumah sakit sambil memeluk boneka kelinci datang menghampiri Kaiser.
“Kak Danial, apa Kakak dapat izin keluar dari ruangan Kakak?” Kaiser menatap kedua mata pemuda itu untuk mendeteksi jikalau saja pemuda itu tidak berkata jujur.
“Iya, aku sudah minta izin kok. Aku jalan-jalan ke kamar Kakek di kamar 816 soalnya aku bosan tidur di kamar terus.” Ujar Danial sambil marah yang jatuhnya malah imut dengan menggembungkan kedua pipinya.
“Iya. Iya.” Jawab Kaiser seraya tersenyum pada Danial.
“Dek, Dek, yuk ke bawah. Jika ada Adek, Kakak mungkin diizinkan jalan-jalan di taman bawah.” Pinta Danial dengan penuh harap.
Kaiser lantas menengok ke suster yang mengawasi Danial. Suster itu tersenyum dan mengangguk pertanda setuju bahwa Kaiser boleh membawa Danial jalan-jalan di bawah.
Setelah menerima izin dari Suster, Kaiser dan Danial menuruni lantai dengan lift khusus VIP dan akhirnya tiba di lantai satu.
Suasana rumah sakit di lantai pertama yang cukup ramai membuat Danial ketakutan. Danial bersembunyi di belakang Kaiser sambil memeluk dengan erat boneka kelincinya di tangan kanannya sembari tangan kirinya menggenggam erat tangan adik sepupunya itu. Kaiser mengawasi dengan seksama keadaan Danial yang ada di belakangnya.
Mereka keluar dari pintu rumah sakit lewat belakang yang tidak terkunci sewaktu siang dan berjalan menuju ke taman yang terdapat banyak bunga.
Danial melompat dan tertawa kegirangan sambil mengayun-ayunkan boneka kelincinya dan berlari-lari mengitari taman layaknya bocah. Dia kemudian tertarik dengan kumpulan bunga berwarna pink yang terletak di salah satu lokasi taman.
Dia memegang bunga itu dengan ceroboh tanpa memperhatikan kalau bunga itu berduri dan melukai telunjuk kirinya. Danial berusaha menahan air matanya akibat kesakitan dan mengisap-isap jari telunjuknya. Kaiser yang mendapatinya lantas meraih tangan kakak sepupunya yang terluka itu.
“Ya ampun, Kak! Kenapa Kakak sampai melukai tangan Kakak begini. Biar Kaiser obati.” Ujar Kaiser seraya meraih tisu basah di saku kirinya dengan tangan kirinya.
Kaiser lantas mengusap luka di telunjuk kakak sepupunya dan mengeluarkan tisu basah lain untuk membaluti sementara luka itu.
“Kakak tahan dulu seperti ini ya. Kita ke dalam dulu untuk meminta suster mengobati luka Kakak.” Kata Kaiser dengan nada yang agak sedikit kesal tak dapat menyembunyikan kekesalannya pada kelakuan kakak sepupunya yang masih seperti bocah.
“Hmm.” Danial yang sensitif merajuk dan menjawab singkat.
“Luka segini tidak masalah.” Ujar Danial yang tampaknya masih merajuk.
Melihat tingkah kakak sepupunya yang masih seperti bocah itu, Kaiser mau tidak mau menasihatinya dengan tegas agar tak mengulangi kesalahan yang sama.
“Luka sekecil apapun jika tidak diobati nanti bisa infeksi dan bertambah parah. Ingat, jika Kakak terluka harus segera minta suster untuk mengobatinya. Paham Kak?”
“Baik Dek.” Danial yang takut dengan kemarahan adik sepupunya dengan canggung mengangguk setuju.
“Ayah, ini menyenangkan.”
“Benar kan? Hahahaha.”
Di dekat pintu masuk tempat mereka keluar tadi, terdapat sepasang ayah-anak tampak bermain-main dengan riangnya.
Sang Anak mengayun-ayunkan tongkat bisbolnya, sementara Sang Ayah tak henti-hentinya memuji-muji ayunan putranya itu.
“Ahhhhhhhh!” Danial tiba-tiba meringkuk ketakutan.
“Jangan pukul! Tolong jangan pukul lagi! Ini semua salahku. Bukan ini yang aku inginkan!”
“Kakak!” Kaiser segera mendekap badan rapuh milik kakak sepupunya yang gemetar ketakutan itu.
“Maaf Pak, di sini pintu masuk. Sangat berbahaya jika mengayun-ayunkan tongkat seperti itu di sini. Sebaiknya Bapak ke tengah lapangan kecil di dekat taman yang memang disediakan untuk berolahraga.” Ucap Kaiser dengan elegan tapi tetap dengan mempertahankan kesopanannya.
Pasangan ayah-anak itu meminta maaf dan segera menjauh dari pintu masuk.
“Kak, yuk kita kembali ke kamar saja.”
“Hmm.” Danial yang ketakutan hanya bisa menjawab dengan singkat.
Kaiser segera mengantarkan kembali kakak sepupunya itu ke kamarnya di ruang 808.
“Nak Kaiser, Nak Danial kenapa?” Tanya suster pribadi di ruangan Danial itu kepada Kaiser.
“Traumanya kambuh setelah melihat tongkat bisbol.”
“Oh.”
“Yang lebih penting dari itu, bisa ambilkan desinfektan dan plester obat, Bu?”
“Ada apa? Apa Danial terluka?”
“Hanya luka kecil akibat duri tanaman.”
“Oh baik, akan segera saya ambilkan.”
Sang Suster dengan sigap mengambil desinfektan dan perban di salah satu sudut ruangan.
“Ini Nak.”
“Terima kasih Suster.” Jawab Kaiser seraya tersenyum lembut.
“Oh.”
“Ada apa Suster?”
“Ah, bukan apa-apa.”
Sang Suster salah tingkah karena merasa malu karena tersadar telah menatap Kaiser dalam waktu lama.
“Aku baru tahu kalau Nak Kaiser juga kidal seperti Nak Danial.” Jawab Sang Suster dengan nada rendah.
“Ah, maaf Suster. Tanpa sadar aku menggunakan tangan kiri untuk mengambil perbannya. Maafkan ketidaksopananku Bu Suster.” Kaiser meminta maaf seraya tersenyum malu.
“Tidak masalah kok Nak. Ibu baik-baik saja dengan itu.” Jawab suster itu panik karena merasa tidak enak dengan Kaiser yang merasa bersalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Phoenix
biasanya..Predator sangat ahli dlm berkamuflase..di sini Kaiser yg sangat di curigai...tp gue kok punya spekulasi bahwa Danial jg bs menjadi Tersangka ..Trauma yg menyebabkan mslh Mental..bs jg menciptakan 'sisi gelap' yg tak disadari oleh siapapun...
2022-03-17
3
senja
hoo kidalmu ketauan
2022-02-22
1
anggita
klo mau promo novel silahkan ke tempat saya, bebas👌..
2022-02-19
1