Ratih, Mirna, dan Wilda ternganga dengan muka yang memerah di hadapan Kaiser. Kaiser yang pikirannya sementara kalut karena hebohnya berita tentang dia di media massa saat itu menjadi salah mengartikan sikap mereka dengan ketidaknyamanan bersamanya. “Maaf.” Kaiser lalu memalingkan muka dari hadapan mereka dan berjalan masuk ke arah kelas. Mereka yang melihat kejanggalan dari ekspresi Kaiser baru tersadar dari bunga-bunga asmara mereka akan kondisi mental Kaiser saat ini yang kemungkinan drop karena kebohongan media massa.
“Kaiser, tunggu.” Ratih seraya meraih tangan Kaiser dan mencegatnya masuk kelas. Mirna dan Wilda mengikuti di belakangnya.
“Jika ini tentang berita di TV, tidak ada satupun yang percaya tentang hal itu. Benarkan teman-teman?”
“Ya.”
“…”
Mirna mengiyakan dengan tegas atas pernyataan Ratih sementara Wilda yang pemalu mengangguk dengan kencang.
“Lantas mengapa tadi kalian tiba-tiba menghindariku?”
“Itu.”
“Anu.”
Ratih, Mirna dan Wilda yang malu tak kuasa menjawab pertanyaan polos Kaiser.
“Itu karena aku suka Kaiser!” Wilda yang pendiam, tiba-tiba saja berteriak dengan keras memecah suasana.
Perhatian kelas tiba-tiba tertuju pada mereka. Andika yang sedari tadi di belakang mereka, berjalan mendekat ke arah mereka.
“Ya ampun, pangeran polos kita. Bisa-bisanya kamu memaksa seorang gadis mengatakan hal seperti itu.” Wilda yang merasa sangat malu atas ucapan yang tidak disengajanya pun langsung berlari keluar kelas.
“Suka? Tapi aku kan?”
“Tenang saja, Kaiser. Kami suka kamu seperti suka kami sama idol saja kok, jadi santai saja menanggapinya.” Jawab ratih malu-malu.
“Jadi, percaya dirilah karena kamu adalah idola kami yang berharga.” Mirna menambahi dengan senyumannya yang khas di balik kulit coklatnya.
“Tapi aku kan…Soalnya media sekarang…Hiks…Aku tidak punya cukup kekuatan…Hiks…Aku lemah…Hiks…” Ucap Kaiser sambil terbata-bata. Air mata perlahan tetes demi tetes membasahi pipinya.
Kaiser mencoba untuk menghapus air mata itu. Namun, sayangnya air matanya tak dapat ditahannya sehingga semakin deras.
“Kaiser, kamu tenanglah.” Andika berusaha menenangkan sahabatnya.
“Kaiser, apa kamu baik-baik saja?” Loki Sang Ketua Kelas yang tampak sangat khawatir datang menghampiri Kaiser.
“Tidak. Hiks…Bukan itu. Aku tidak bermaksud…Hiks…”
“Sudah. Sudah. Keluarkan saja. Tidak ada yang salah bagi seorang pria menangis.” Ucap Beni yang ikut datang seraya menepuk pundak Kaiser.
Beberapa teman kelas ikut menghampirinya dengan wajah yang prihatin. Beberapa lagi tetap diam tampak ragu, tetapi juga tetap menunjukkan ekspresi khawatir pada teman sekelasnya.
[Benar-benar kelas yang solid. Syukurlah aku bersekolah di sini] Andika yang menyaksikan situasi itu bergumam bangga.
Loki menatap Kaiser dengan keprihatinan yang mendalam. Baginya, Kaiser adalah orang yang sangat baik dan ramah yang mau bergaul dengan siapapun tanpa memandang status sosial mereka. Dia juga kerap kali membantu siapapun tanpa pamrih. Kerap kali Loki mendapati Kaiser membantu orang yang bahkan tidak dikenalnya tanpa diketahui siapapun. Tentunya Loki bisa tahu semua ini karena hobinya yang suka mengumpulkan informasi-informasi secara rahasia di sekitarnya. Benar-benar hobi yang aneh dan berbahaya.
“Sekarang kamu duduk dulu. Tenangkan hatimu.” Ucap Loki seraya memandu Kaiser ke kursinya.
“Yang lain tolong minggir untuk memberi jalan.” Tambah Loki.
“Baiiiiik!” Siswa-siswa yang berdiri menanggapi perintah Loki dengan patuh dan bergerak kembali ke tempat duduknya.
“Kaiser?” Ucap Loki panik.
Tanpa diduga Kaiser kehilangan kesadaran. Dengan sigap, Loki menyangga tubuh Kaiser yang rapuh.
“Betul deh, media tidak punya otak. Bisa-bisanya menuduh anak yang rapuh ini sebagai pelaku pembunuhan.” Ucap Loki dengan nada agak marah.
Di mata Loki, Kaiser pastinya terlihat rapuh jika dibandingkan dengan tubuhnya yang besar dan kekar. Namun sebenarnya, badan Kaiser juga berotot, namun tertutupi oleh badannya yang kurus dan kulitnya yang putih cerah, serta tinggi badannya yang walaupun tidak terlalu pendek yakni 168 cm, tetapi jauh di bawah tinggi rata-rata siswa pria di sekolahnya yang hampir semua dari mereka memiliki tinggi lebih dari 170 cm.
Loki bersama Beni pun membawa Kaiser ke UKS. Hari itu, Kaiser terpaksa tidak masuk kelas seharian. Kaiser baru tersadar pada saat jam pelajaran ke-7 berangsung dan memutuskan untuk beristirahat saja di ruang UKS sampai selesai jam pelajaran. Sekedar selingan, di sekolah Kaiser ada 8 jam pelajaran setiap senin – jumat dan 6 jam pelajaran khusus hari sabtu. Ada jeda istirahat antara jam pelajaran ke-4 dan 5 selama 15 menit serta jam pelajaran ke-6 dan 7 selama 1 jam.
Di waktu Kaiser tidak masuk kelas, datanglah Feriandro Wijayakusuma, tidak, Feriandro Putrawardhani sebagai murid baru di kelasnya.
***
Keesokan harinya pada saat jam istirahat kedua, Kaiser, Andika, Loki, dan Beni sedang berkumpul bersama di meja kantin untuk menyantap hidangan kantin. Tiba-tiba, sesosok gadis yang cukup cantik dengan kulit putih dan rambut panjang terurai mendatangi mereka. Dialah Alicia Putrawardhani, siswi kelas 1 seni di SMAnya. “Apa yang dilakukan siswa seni di sini?” Tanya Loki yang dengan jelas menunjukkan rasa ketidaksukaannya akan kehadiran wanita itu.
Sekedar selingan, sekolah Kaiser dibagi menjadi 4 gedung yang terhubung oleh lapangan upacara dan olahraga di tengahnya. Di gedung sebelah selatan atau yang terletak di depan terdiri dari kantor kepala sekolah, guru, dan staf administrasi, serta ruang kelas untuk siswa kelas 1 jurusan umum di mana Kaiser dan kawan-kawan berada. Di sebelah timur atau gedung sebelah kiri adalah ruang-ruang kelas untuk siswa kelas 2 dan 3 jurusan IPA, di sebelah barat atau gedung sebelah kanan adalah ruang-ruang kelas untuk siswa kelas 2 dan 3 jurusan IPS, smeentara gedung utara yang terletak di belakang dekat hutan, tempat murid-murid khusus kelas seni 1, 2, dan 3. Masing-masing gedung memiliki kantinnya masing-masing sehingga sangat langka untuk ditemukan siswa dari gedung lain.
Perempuan itu lantas menatap tajam wajah Kaiser.
“Semuanya pasti akan terungkap. Aku akan membeberkan semua kebusukan kamu agar Kakak, Ayah, dan Ibuku dapat beristirahat dengan tenang di alam sana. Kamu bersiap-siaplah, dasar pembunuh!” Perempuan itu meninggikan suaranya sehingga perhatian kantin tertuju kepada mereka.
“Apa yang kamu katakan? Siapa kamu dan apa yang telah kulakukan?” Kaiser dengan wajah yang datar tanpa menunjukkan ekspresi apa-apa menanggapi ucapan perempuan itu.
“Jangan berlagak bodoh setelah apa yang kamu lakukan pada Ayah, Ibu, serta Kak Aleka!” Bentak perempuan itu sekali lagi dengan suara yang lebih keras.
“Memangnya apa yang kulakukan pada mereka? Apa kamu juga ingin menuduhku seperti rumor tanpa bukti yang disebarkan oleh media massa itu? Jika kamu tidak puas, mari kita tunggu saja jalur hukum. Akan kubuktikan ketidakbersalahanku dan akan kuseret balik kalian yang menuduhku secara serampangan.” Kaiser yang masih duduk seraya melayangkan tatapan tajam ke arah Alicia.
Alicia kaget dan tanpa sadar melangkah mundur kemudian tersandung dan terduduk jatuh.
“Ah!”
“Hei, kamu baik-baik saja?” Fero yang melihat Alicia jatuh kemudian membantunya berdiri.
“Hei Bung, kamu seharusnya tidak bersikap kasar pada seorang wanita.” Ucap Fero seraya menatap Kaiser dengan marah.
“Permisi aku menyela sedikit. Aku hanya tidak paham bagaimana kamu bisa menilai sehingga Kaiser yang salah di sini? Bukankah wanita itu jatuh sendiri? Aku heran dengan pikiranmu. Ampun deh. Kenapa Kaiser yang selalu jadi bahan kesalahan? Apa yang memangnya anak ini lakukan? Hah. Aku tidak habis pikir. Dan juga, mengenai kejadian yang menimpa keluarganya, bukankah seharusnya hal itu menjadikannya untuk paling tidak sedikit introspeksi diri? Bukankah itu karma yang keluarganya alami sendiri atas kelakuan bejat mereka?” Ucap Andika dengan berusaha menahan emosinya dengan wajah yang menghadap ke Fero, tetapi melirikkan matanya dengan tajam ke arah Alicia.
“Kamu…!” Alicia tampaknya tak dapat menahan kekesalannya.
“Sudah, ayo kita pergi. Aku bantu kamu ke UKS.” Fero menahan Alicia yang marah dan segera membawanya pergi.
“Siapa sebenarnya murid baru itu? Kenapa dia akrab dengan anak seni itu? Dia pindahan di kelas kita kan?” Tanya Beni penasaran.
“Entahlah. Kemungkinan keluarga jauh. Lihat saja nama belakangnya sama.” Andika menjawab lesu seraya menjatuhkan kepalanya ke tangan kanan yang ditopangnya.
“Mungkin seorang polisi baru yang ditugaskan untuk menyelidiki Kaiser? Lihat saja tampangnya sudah tua begitu. Siapa yang percaya dia anak SMA.” Ucap Loki sambil cengingisan.
“Bisa saja dia tinggal kelas, lihat saja muka bodoh itu.” Kata Andika dengan cepat mengomentari pendapat Loki.
“Bisa juga. Hahahaha!” Pria itu tertawa mendengar tanggapan lucu Andika. Dialah Lokriatul Wijayakusuma, ketua kelas di kelas 1A jurusan umum, kelas Kaiser.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Phoenix
Loki instingnya tajam jg...
2022-03-16
2
senja
wah Loki kayaknya bs jadi mata2 buat Kai
2022-02-20
2
✹⃝⃝⃝s̊S Good Day
Mampir kak. Salam dari 'pacar ku tak kasat mata'.
2021-12-28
1