Kaiser berjalan keluar dari kamar nomor 801 bersama dengan Agni. Tampak enam orang bodyguard mengikuti mereka. Kaiser singgah di ruangan besar di tengah-tengah lantai delapan itu yang terletak di dekat lift. Dia kemudian duduk di sofa biru tanpa kaki yang terletak di atas karpet lembut berwarna merah di sana. Dia merebahkan badannya dengan lelah di sofa itu. Daripada memilih duduk di sofa panjang itu di sebelah Kaiser, Agni lebih memilih duduk melantai di atas karpet. Di sekitar mereka, ada keenam bodyguard berdiri mengawasi mereka.
“Apakah Tuan Muda akan bergerak dengan situasi yang menimpa NTV News saat ini? Ini adalah peluang terbaik untuk menyingkirkan musuh-musuh Anda yang bersembunyi di sana.” Tanya Agni dengan wajah serius kepada Kaiser.
“Tidak, belum saatnya aku bergerak. Ayah, ibu, dan kakekku akan lebih tahu apa yang harus dilakukan saat ini.” Jawab Kaiser dengan tenang sambil tetap menyandarkan dirinya di sofa.
“Oh iya, teman-teman Tuan Muda tampaknya membuat begitu banyak kehebohan di sosial media, terutama Ratih. Dia menarik begitu banyak pengikut di sosial media sehingga terjadi keributan besar di internal NTV News.”
“Begitukah?”
Agni kemudian menatap lebih intens ke mata Kaiser. Matanya perlahan melembut dan keluar senyum tulus di balik bibirnya.
“Tuan Muda benar-benar dianugerahi teman-teman yang baik di sekolah.”
“Kamu juga berpikir seperti itu? Memang benar, aku sangat bersyukur bisa bersekolah di tempat itu dan mengenal mereka.”
Ucap Kaiser seraya tersenyum lembut. Terpancar aura jernih di matanya.
“Adek! Adek! Adek! Duh, lagi-lagi Adek berkunjung ke sini tapi tidak ke ruangan Kakak. Kakak kesal.” Danial yang tiba-tiba berlari ke arah Kaiser sambil membawa-bawa boneka kelincinya, kemudian menyilangkan tangannya dan memonyongkan mulutnya seraya merajuk begitu tiba di depan Kaiser.
“Duh, Kak, sini.”
Kaiser meraih tangan Danial yang tak memegang boneka kelinci kemudian memandunya untuk duduk di sebelahnya. Dia kemudian membelai rambut kakak sepupunya itu.
“Kakak, kalau habis mandi, rambutnya haus dikeringkan dengan baik. Jika tidak, nanti Kakak bisa terserang flu.” Ucap Kaiser sambil membelai-belai rambut sepupunya.
“Hehehehe.” Danial tertawa manja karena senang rambutnya dibelai.
Telepon Kaiser tiba-tiba berdering. Rupanya itu dari suster rumah sakit lantai dua. Setelah mengangkat telepon itu, terlihat perubahan di wajah Kaiser, yang menjadi tegang. Matanya menajam dan nada suaranya menjadi serius.
“Baik. Saya akan segera ke sana.”
Kaiser lantas buru-buru berdiri dan mengajak Agni beserta para bodyguardnya untuk mengikutinya. Dia juga memberi isyarat dengan tersenyum ramah kepada ibu suster yang merawat Danial untuk membawa Danial kembali ke kamar.
“Apa Adek sudah mau pergi? Kakak masih rindu Adek. Tidak bisakah Kakak ikut Adek saja beberapa saat sebelum kembali ke kamar?” Ujar Danial dengan mata yang berkaca-kaca.
“Baiklah Kak. Kakak boleh ikut Adek ke bawah dengan syarat Kakak akan menjaga sikap Kakak.”
“Baik. Kakak janji.” Danial segera menjawab permintaan Kaiser dengan tekad yang membara seraya tertawa kecil kegirangan.
“Duh, Kakak ini.” Kaiser tersenyum melihat tingkah laku Danial yang kekanak-kanakan seraya membelai pundak kakak sepupunya itu.
***
“Tidak mau. Eeek eeek eeek. Amanda rindu Kakak. Eeek eeek eeek.”
Dari balik tirai terdengar tangisan seorang bocah perempuan yang merindukan kakaknya.
Dia adalah Amanda, adik dari Syarif Saleh, sorang office boy yang menjadi korban meninggal akibat insiden penyerangan di RS Dewantara Group. Kaiser lantas masuk dengan membuka tirai.
“Apa yang terjadi Suster?” Tanya Kaiser kepada suster yang menjaga anak itu.
“Maafkan saya Tuan Muda. Saya tidak mengawasi Amanda dengan baik sehingga…”
Suster itu menghentikan sejenak ucapannya seakan ragu akan sesuatu. Kaiser mengawasi dengan penasaran tentang apa yang akan dikatakan oleh suster itu.
“Sehingga Amanda tahu kalau kakaknya sudah meninggal.” Sang Suster tertunduk karena malu dengan kelalaiannya.
“Begitu rupanya. Jadi itulah penyebab Amanda sedih.”
“Benar Tuan Muda. Berkat itu, Amanda tidak mau makan dan minum obat.”
Mendengar jawaban suster itu, Kaiser nampak sedih. Matanya berubah menjadi sayu yang unik. Kaiser mengembuskan nafasnya pelan seraya melangkah perlahan ke samping anak perempuan yang sedang duduk di atas kasurnya itu.
Kaiser lantas memeluk erat Amanda yang masih menangis.
“Kakak Tampan bilang kalau Amanda rajin minum obat, Amanda bisa sembuh dan main bareng sama Kak Syarif lagi. Tapi sekarang, Kak Syarif sudah pergi meninggalkan Amanda ke surga. Eeek eeek eeek. Amanda tidak bisa bertemu dengan Kak Syarif lagi. Amanda tidak punya siapa-siapa lagi. Eeek eeek eeek.” Ucap bocah perempuan itu dalam tangisannya.
“Apa yang Dek Amanda katakan? Kan masih ada kakak tampan ini yang akan selalu menjaga Dek Amanda. Kakak Tampan sayang dengan Dek Amanda. Apa Dek Amanda tidak sayang dengan Kakak Tampan?” Ucap Kaiser seraya mengusap air mata anak itu.
Amanda menghentikan tangisnya namun tetap dalam keadaan terisak-isak. Amanda lantas menatap wajah Kakak Tampan di depannya itu. Dia kemudian menunduk menanggapi senyum ala pangeran Kaiser. Perlahan dia berkata sambil menunduk,
“Amanda sayang dengan Kakak Tampan. Amanda tahu juga Kakak Tampan sayang dengan Amanda. Tapi, Amanda juga sadar kalau Amanda bukan orang yang spesial di hati Kakak Tampan. Hmmm!”
Amanda kemudian menggelengkan kepalanya.
"Tapi Amanda sangat bersyukur punya Kakak Tampan yang perhatian sama Amanda. Tetapi, Kak Syarif, tidak ada yang sanggup menggantikannya.” Mendengar jawaban dari anak kecil yang polos itu, dengan wajah yang berekspresi sedih, dia membelai lembut rambut Amanda.
“Tentu Kakak paham dengan kesedihan Adek. Tapi Amanda, tahukah Adek kalau Kak Syarif akan sedih jika Adek bersikap seperti ini?”
Amanda mengangguk pelan atas ucapan Kaiser.
“Adek harus sembuh. Kemudian melanjutkan kehidupan Adek yang masih panjang. Hidup bahagia, lulus sekolah, bekerja, menikah, kemudian punya dede bayi.”
Mendengar kata dede bayi, muka Amanda memerah. Kaiser masih melanjutkan wejangannya dan hanya tersenyum canggung dengan ucapannya sendiri yang pikirnya mungkin tidak tepat dikatakannya.
“Dengan melanjutkan kehidupan Dek Amanda dengan bahagia, Kak Syarif akan bisa tenang di alam sana.” Ucap Kaiser sambil tersenyum ramah.
Amanda terdiam sejenak. Amanda kemudian menghapus air matanya. Dia kemudian memeluk Kaiser seraya berkata,
“Terima kasih Kakak Tampan. Amanda akan jadi anak yang kuat.” Ucap Amanda dengan senyuman di balik matanya yang berkaca-kaca.
Amanda kemudian mengambil makanan yang dari tadi ditolaknya kemudian memakannya. Dia juga kemudian meminum obatnya dari suster. Amanda kemudian tersenyum kepada Kaiser yang sedari tadi mengawasinya di situ.
[Sungguh bocah 11 tahun yang malang.] Gumam Kaiser dalam hati sambil bertekad akan melindungi bocah malang itu.
“Adek…Adek sudah selesai?”
Danial yang semenjak tadi di luar karena cengkeraman kuat Agni, berhasil meloloskan diri dan masuk ke ruangan di dalam tirai untuk menemukan Kaiser. Amanda memandang polos ke arah Danial kemudian tersenyum. Danial yang tersadar bahwa Amanda menatapnya segera menyembunyikan dirinya di balik badan Kaiser.
“Kak Danial, perkenalkan, ini Amanda. Masih ingatkan apa yang harus Kakak lakukan ketika diperkenalkan kepada orang lain?” Ucap Kaiser dengan nada sedikit tegas kepada Danial yang bersembunyi di belakangnya.
Danial kemudian mengungkapkan bagian kepalanya dari balik badan Kaiser seraya mengucapkan salam.
“Halo.”
Ucap Danial dengan ketakutan yang tak dapat menyembunyikan phobianya ketika bertemu orang asing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
senja
sempat loading tadi ada "eek", pikirku pup, maaf Ka
2022-02-22
3