Amanda ketemu?

Tak lama kemudian Hasni pun tiba. Dia kebingungan saat melihat semuanya berkumpul di kamar Ayu. Belum sempat dia bertanya tiba-tiba Ayu berteriak histeris.

"Panasss! Panasssss!" teriaknya sambil terus meronta.

Pak ustaz mengusap wajah Ayu dengan air doa sambil terus berusaha menarik keluar jin yang berada di dalam tubuh Ayu.

Tiba-tiba Chandra dan Ivan terlempar ke belakang. Sementara Satya dan Rama terjatuh ke depan saat Ayu memberontak dengan kencang.

Zein yang berdiri di belakang Ayu sontak kaget saat melihat di kepala Ayu tiba-tiba ada hiasan khas pengantin serta renda yang menjuntai panjang.

Ivan segera merangkak cepat ke arah depan. Sementara Chandra yang masih syok segera ditarik Satya untuk menjauh.

Zein bergeser ke kiri dan menarik baju Rama yang masih terpaku di tempatnya dengan mata membelalak.

Semuanya bergerak menjauh ke belakang Pak ustaz yang masih terus melafazkan untaian doa-doa.

Wajah Ayu perlahan berubah hingga menjadi wajah Rima. Pandangannya tajam ke semua orang di depannya.

Rama menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba kering. Dia membetulkan posisi baju yang tadi ditarik Zein.

"Rima! Keluarlah dari tubuh Ayu!" Perintah Zein dengan suara sedikit keras dan tegas.

Rima mengalihkan pandangannya ke arah Zein. Menatap pria tinggi itu dengan tajam.

"Rima, keluarlah! Kasihan sama Ayu! Dia tidak tahu apa-apa!" Rama ikut berbicara setelah berhasil mengendalikan diri.

Rima beralih memandanginya. Sorot matanya berubah sendu saat mengenali sosok Rama.

"M ... a ... s ....!" terdengar suara Rima yang sengau memanggil Rama.

"Y-ya, Dek. Ini Mas," jawab Rama pelan.

Hatinya mendadak merasa terharu, ternyata Rima masih mengenalinya.

"Ajak terus dia bicara," bisik Zein yang berdiri di samping Rama.

Rama mengangguk dan terus berusaha menahan rasa sedih dalam dada. Dia harus tetap fokus agar Rima segera keluar dari tubuh Ayu.

"Keluarlah, Dek. Ayu gadis baik. Dia nggak ada hubungannya dengan Amanda atau Eric," pujuk Rama dengan sorot mata memohon.

Mendengar nama Eric disebut sontak ekspresi Rima berubah marah. Sorot matanya menajam. Urat-urat di wajahnya mulai bertonjolan.

"Rima, kami sudah mendapatkan informasi tentang keberadaan Amanda dan keluarganya. Bersabarlah. Sebentar lagi kami akan menemukan Eric," tegas Zein.

"Iya, Dek. Kami akan terus mencari keberadaan Eric. Sekarang pergilah dari tubuh Ayu!" sahut Rama seiring dengan air yang diguyurkan ustaz ke kepala Rima.

Perempuan itu menjerit kencang bersamaan dengan kemunculan asap putih di atas kepala. Wajahnya bergerak menggeleng keras hingga akhirnya berubah menjadi wajah Ayu.

Tiba-tiba tubuh Ayu terjatuh menghantam lantai. Sesosok bayangan melesat keluar dan lewat di atas kepala Zein yang tiba-tiba merasa dingin.

Ustaz segera membantu Ayu untuk bangun. Satya dan Ivan pun bergegas membantu hingga akhirnya Ayu berhasil diangkat dan dibaringkan di atas kasur.

Wajahnya yang pucat pasi tampak seperti orang yang sedang tertidur.

Zein perlahan duduk di sebelah Rama dan merangkul pundak temannya yang sedang menangis itu.

Triska mendekat dan mengusap punggung Rama sambil berbisik menenangkannya.

Hasni perlahan mendekat dan duduk di dekat Zein. Matanya memandangi Rama. Dalam hati dia pun sebenarnya ikut menangisi Rima yang jadi gentayangan.

"Pak, terima kasih banyak atas bantuannya," ujar Zein sambil bersalaman dengan ustaz yang hendak pamit.

"Iya, Kang. Sami-sami. InsyaAllah besok saya dan rekan-rekan pengajian akan datang ke sini untuk melakukan rukiah," jawab ustaz seraya tersenyum.

"Iya, Pak. Kami tunggu. Terima kasih sekali lagi. Kalau tidak ada Bapak saya gak tau kondisinya akan bagaimana," sahut Zein.

***

Malam itu Ayu dibopong keluar kamar dan dipindahkan ke kamar Triska. Zein dan Rama tidur di ruang tamu Triska. Mereka berjaga dari segala kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi.

Keesokan harinya Ayu diantarkan ke rumah saudaranya oleh hampir semua teman-temannya. Setelahnya masing-masing berpencar untuk melakukan aktivitas lain.

Ivan dan Tia pergi berdua. Rama pergi bersama Winda. Hasni sejak pagi telah pergi ke rumah calon istrinya. Sedangkan Dinar dan Nani memutuskan untuk berjalan-jalan keliling kota Bandung.

"Kita jalan, yuk, Bang!" ajak Triska sambil menyandarkan tubuh ke dinding kamar Zein.

"Abang capek, Sayang. Lagian ini mau ngerjain novel juga nggak beres-beres. Kalau kamu mau jalan mending ajak Chandra. Kasihan dia sendirian ditinggal Satya yang lagi kerja lembur," sahut Zein. Tangannya tak berhenti mengetik di laptop.

Triska terdiam dan memilih berbaring menyamping membelakangi Zein. Tangannya sibuk bermain ponsel yang sejak tadi digenggamnya. Emak Chubie sejak tadi tidak mau menjauh darinya. Kucing abu belang hitam tersebut tidur melingkar di sampingnya.

"Permisi. Mas, Mbak," sapa Chandra dari arah pintu kamar Zein yang terbuka.

"Ya, Chan. Ayo, sini masuk," jawab Triska. Dia bangkit dan duduk menyandar ke dinding.

"Anu, Mbak, Mas. Boleh minta air putih? Yang di kamar habis," ujar Chandra dengan ragu-ragu.

"Boleh. Ayo, duduk sini. Ada kue nih," jawab Triska. Dia bangkit berdiri dan melangkahkan kaki ke dapur. Menuangkan air ke dalam teko dan membawakannya ke ruang tamu.

Chandra duduk di dekat pintu dengan malu-malu.

"Ini, Chan," ujar Triska sambil mengulurkan teko.

"Makasih, Mbak," sahut Chandra. Dengan cepat dia menuangkan air dari teko ke dalam gelas dan meminumnya sampai habis.

"Ini kuenya. Ayo, dimakan. Enggak usah malu-malu." Triska menyodorkan sepiring kue bolu yang diterima Chandra dengan senang hati.

Melihat Chandra makan dengan lahap membuat hati Triska terenyuh. Dia mengerti bahwa pria muda di depannya ini mungkin sedang tidak punya uang.

Triska bangkit berdiri lagi dan beranjak menuju kamarnya. Berjalan cepat ke dapur dan membuka lemari makan kecil miliknya. Mengeluarkan beberapa kaleng sarden dan kornet yang tadi dia beli di minimarket setelah mengantarkan Ayu ke rumah saudaranya. Memasukkan makanan-makanan kaleng tersebut ke dalam satu kantong plastik. Menambahkan dua bungkus besar biskuit serta beberapa bungkus kopi instan ke dalam kantong plastik.

Kemudian dia beranjak kembali ke kamar Zein.

"Ini buat kamu dan Satya. Kalo butuh nasi ketok aja kamarku, ya," ujar Triska sambil mengulurkan kantong plastik tadi ke tangan Chandra yang menerimanya dengan wajah bingung.

"Anu ... makasih banyak, Mbak. Jadi ngerepotin," ujar pria muda itu dengan malu-malu.

"Sama-sama. Enggak ngerepotin kok," jawab Triska seraya tersenyum.

"Kalo kompor di belakang boleh dipake nggak, ya?" tanya Chandra.

"Boleh. Pake aja. Kalo gas habis tinggal bilang ke Mbak Dinar. Nanti dia yang beliin gasnya," sahut Zein.

"Ooo iya, Mas." Chandra memperhatikan Zein yang sedang sibuk mengetik di depan laptop dengan serius. Sementara Triska sedang mengelus tubuh Emak Chubie yang sudah berpindah duduk ke pangkuannya.

Sambil meneruskan mengunyah kue, Chandra fokus ke ponsel yang sedang digenggamnya.

"Ehh ini Mas Ivan dan Mbak Tia kan?" ujar Chandra. Triska mendekat dan melihat ponsel Chandra dengan dahi berkerut.

"Itu status WhatsApp, ya?" tanyanya sembari mundur kembali ke tempat semula dan meraih ponselnya. Menggeser layar ponsel untuk memperhatikan status aplikasi hijau milik Ivan.

Senyumannya mengembang saat melihat foto kedua sahabatnya itu dengan latar belakang daerah Punclut.

"Bang, akhirnya ada yang kencan juga nih," Triska menunjukkan ponselnya ke Zein yang menyengir lebar.

"Tuh kan! Ditanyain dari kemarin-kemarin tapi Ivan nggak ngaku. Dasar!" sahut Zein sambil terus nyengir.

"Anu, Mas Ivan dengan Mbak Tia itu lagi pacaran?" tanya Chandra.

"Kayaknya lagi pendekatan," sahut Triska. Bibirnya tak henti tersenyum.

"Assalamualaikum. Lagi pada ngumpul nih," sapa Satya yang baru datang.

"Waalaikumsalam," jawab mereka berbarengan.

"Nih, Dek. Mas udah makan tadi di warung," ujar Satya sembari mengulurkan kantong plastik ke tangan Chandra yang segera bangkit berdiri.

"Makan di sini aja, Chan. Piringnya ambil di dapur," ujar Zein. Tangannya bergerak mematikan laptop sambil merentangkan tangan dan menggeliat.

"Ini Mas Satya, dimakan kuenya," Triska menawarkan kue yang baru diambilnya dari kamar Zein.

"Makasih, Mbak," jawab Satya. Dia menyandarkan punggung ke dinding dan mulai menyantap kue dengan santai.

"Bang, belajar olah napas di mana?" tanya Satya ke Zein yang merebahkan diri ke atas karpet.

"Di sini. Nama perguruannya Margaluyu. Kalo kamu belajar di mana?" Zein bertanya balik.

"Di Purwodadi. Nama perguruannya Hikmah. Kayaknya satu aliran dengan Abang."

"Oh, iya. Sama."

"Tetapi kalo saya cuma sebatas bisa merasakan dan melihat aja, Bang. Belum bisa komunikasi."

"Harus belajar lebih dalam lagi. Tapi tergantung bakat juga."

Satya mengangguk mengiyakan. Dia teringat masa SMU-nya dulu. Saat pertama kali mengikuti latihan olah napas karena diajak oleh salah seorang temannya.

Setiap hari Selasa dan Kamis dia dan teman-teman seperguruannya berlatih dengan semangat. Jurus demi jurus yang mereka pelajari diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kadang dia berlatih sendiri bila ada waktu luang. Tiba-tiba dia merasa rindu untuk berlatih.

"Bang, ntar malam latihan bareng, yuk?" ajaknya.

"Boleh. Sekalian aku mau ngajarin Triska. Dia juga harus bisa olah napas. Buat jaga diri," sahut Zein.

"Aku juga mau dong dilatih," tukas Chandra sambil terus mengunyah.

"Males ahh ngajarin kamu. Dari dulu nggak bisa-bisa," ledek Satya sambil tersenyum.

Chandra tak urung tersenyum juga menanggapi ledekan sepupunya tersebut.

***

Langit senja yang memerah menandakan waktu malam akan segera tiba. Lampu-lampu di rumah mulai dinyalakan. Perlahan gelapnya malam mulai menggantikan senja hari.

Setelah menunaikan salat Magrib dan makan malam dengan lauk kornet bersama, Zein dan Satya memulai latihan bersama di halaman rumah yang cukup luas.

Berbagai gerakan mereka lakukan secara bergantian. Setelah itu Triska dan Chandra ikut bergabung. Ivan dan Tia yang pulang menjelang Magrib memilih untuk jadi penonton di teras depan. Sedangkan Dinar sudah tertidur setelah mengantarkan Nani ke stasiun tadi sore.

Peluh bercucuran di wajah Triska. Dia sudah lama sekali tidak melakukan olahraga. Walaupun gerakan jurusnya masih belum luwes, namun masih lebih baik dibanding Chandra.

Satya bersikap galak sebagai guru sehingga membuat Chandra beberapa kali terjatuh. Namun pria kurus itu tidak kapok, dia akan langsung bangkit berdiri bila terjatuh.

"Oke. Stop dulu, ya, latihannya. Kita sambung besok malam," ujar Zein sembari menarik lengan Triska untuk ikut duduk di sebelahnya.

Triska mengambil botol air minum dari lantai dan meneguknya sampai habis tak bersisa. Kemudian dia mengambil handuk yang diulurkan Tia dan mengusap keringat yang membasahi wajah dan tubuhnya.

"Capek?" tanya Tia.

"Iya. Padahal baru jurus satu," jawab Triska.

"Besok aku mau ikutan, ya, Bang," Tia menoleh pada Zein yang langsung mengangguk mengiyakan.

"Mau ngapain ikutan?" canda Ivan yang duduk di sebelahnya.

"Biar bisa ngebanting kamu kalo macam-macem." Jawaban Tia sontak membuat yang lainnya tertawa. Ivan cuma mesem-mesem sambil mencebik.

"Ikutan atuh, Van. Biar kita bisa bikin grup pembasmi hantu," seloroh Zein sembari menaik turunkan alisnya.

"Terus posting di YouTube, ya. Kali aja dapat duit." Sinar mata Ivan berubah mengkilat saat memikirkan uang.

"Beuhhh. Giliran duit aja cepat dia nyamber," Zein melemparkan kulit kacang yang tadi dimakannya.

Sinar terang dari lampu mobil yang memasuki pekarangan membuat semua mata menoleh.

Mobil sedan berwarna putih itu parkir di sebelah mobil Zein. Saat pintu pengemudi terbuka, sontak semua mata tertuju ke sana dengan terbelalak.

Karin berdiri dengan senyum terkembang. Tia dan Triska spontan lari ke arahnya.

Dari pintu sebelah kiri seorang pria muncul sambil tersenyum. Zein dan Ivan segera menghampiri Kang Hamid, suami Karin.

"Kok, nggak ngabarin mau ke sini?" teriak Tia sambil memeluk Karin.

"Sengaja. Biar surprised," sahut Karin.

"Aku keringatan, Teh. Gak usah dipeluk," ujar Triska. Dia mundur saat Karin hendak memeluknya.

"Ayo, masuk. Kita ngobrol di dalam," ajak Zein.

Satya dan Chandra bergerak cepat menghamparkan karpet di tengah rumah. Sedangkan Tia segera berlari ke kamarnya untuk membuat minuman. Triska dan Zein pamit sebentar untuk mandi.

Setelah menghidangkan minuman sirup dingin Tia segera berjalan ke kamar Dinar. Tak lama kemudian kedua perempuan berjilbab itu keluar dari kamar sambil membawa kotak kue brownies yang tadi dibelinya.

"Nginep, ya! Kita ngobrol lagi sampai pagi," pinta Dinar.

"Waduh. Kami habis dari sini mau lanjut ke Garut. Besok sepupuku nikah," sahut Karin.

"Kan bisa berangkat dari sini pagi-pagi," usul Tia yang langsung mendapat anggukan setuju dari Dinar.

"Gimana, Pa?" tanya Karin pada suaminya.

"Boleh. Besok habis salat Subuh kita berangkatnya. Aku juga pengen istiadat dulu bentar. Perjalanan ke sini padat banget," ujar Hamid.

"Oke deh," sahut Karin yang langsung mendapatkan tepukan tangan dari Dinar dan Tia.

"Ntar nginap di kamarku aja," sela Triska yang baru keluar dari kamar. Di tangannya dia membawa dua bungkus biskuit gandum yang langsung direbut Ivan.

Zein keluar bersamaan dengan masuknya sebuah mobil ke pekarangan. Tak berapa lama kemudian Rama muncul sembari membawa bungkusan plastik yang ternyata isinya dua kotak martabak manis yang langsung diserbu oleh teman-temannya.

"Ternyata masih sama, ya. Ngumpul sambil berbagi makanan," ucap Karin seraya tersenyum.

"Masih. Apalagi sekarang penghuninya emang tukang makan semua," seloroh Dinar yang disambut tawa yang lainnya.

Malam itu berlalu tanpa ada gangguan dari Rima. Mereka mengobrol sampai larut malam, kemudian semuanya bubar dan menuju kamar masing-masing untuk beristirahat.

Triska menumpang tidur di kamar Tia. Mereka melanjutkan obrolan hingga pukul 1 dini hari.

Terpopuler

Comments

Tita

Tita

aku suka dgn kekompakan mereka,, seru sekali. tdk kyk dikosanq..🙃🙃

2021-08-23

0

Sisillianovitasari Sisil

Sisillianovitasari Sisil

jadi keinget msa2 kerja dulu,,prsis kyak anak2 kosan dicrtamu ini thor cman yg beda gk serem ny doang😁

2020-12-06

0

Azzarah An Nazwa

Azzarah An Nazwa

bagus banget kak ceritanya
lanjut deh e... jangan lupa kak visualnya😁😁

2020-11-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!