Kesurupan

Mereka pun bertukar nomor ponsel. Sementara itu Rama menggeser duduknya hingga mendekat ke Zein.

"Dapat salam dari Winda," ujarnya sembari mencolek tangan Zein.

Pria berambut cepak itu memiringkan kepala ke kiri dan mengernyitkan dahi seakan sedang berpikir. "Winda yang mana, ya?"

"Temannya Yulia. Yang dulu pernah kamu bawa ke sini," jawab Rama santai.

Dia tidak menyadari ucapannya itu membuat tubuh Zein menegang dan mata Triska yang mendelik tajam.

"Ooo ... yang rambutnya segini? Keriting?" Zein balik bertanya sambil menunjuk setengah lengan.

"Iya. Yang matanya bulat dan berlesung pipi dua itu," jawab Rama. Senyumannya mengembang saat mengingat perempuan cantik bermata bulat yang baru saja resmi menjadi kekasihnya.

"Ntar sampein salamku juga, Mas. Masih sama Davin nggak dia?"

"Enggak. Udah putus sekitar dua bulanan."

"Syukurlah. Pria brengsek tuh si Davin. Kerjaannya gonta ganti selingkuhan mulu. Enggak ngerti kenapa dulu Winda bertahan lama pacaran ama dia."

"Iya. Terakhir itu selingkuh sama teman kos Winda. Ke-gap di kamar kosan lagi anuanu. Ngamuklah Winda. Akhirnya putus. Terus cewek itu diusir sama yang punya kosan."

"Ya ampun, kasian Winda."

"Tapi ada bagusnya juga Zein. Sekarang aku bisa dekat sama Winda," ujar Rama sambil tersenyum.

Zein terdiam sejenak sebelum akhirnya tersenyum dan menepuk pundak Rama. Saling melirik, sejurus kemudian tawa mereka pecah.

Entah kenapa sejak dekat beberapa waktu terakhir ini Rama merasa cocok berteman dengan Zein. Pria bertubuh tinggi tegap itu memang selalu terlihat tenang. Sifat jahilnya yang terkadang muncul membuat dirinya semakin menarik.

Tidak heran banyak perempuan yang tertarik padanya. Bila mereka jalan bersama Zein pasti menjadi sorotan. Ada daya tarik tersendiri yang menarik perhatian orang padanya.

Sementara Zein sendiri juga merasakan hal yang sama dengan Rama. Pria tinggi yang selalu tampil rapi di depannya adalah orang yang sangat baik. Walaupun penakut, tapi dia selalu bisa jadi penengah di antara yang lainnya. Gayanya yang tenang seakan menghanyutkan itu adalah daya tarik tersendiri bagi pria berambut tebal itu. Senyumnya yang tulus dan hangat seakan merangkul orang untuk lebih dekat dan merasa tenang.

Zein mengalihkan pandangannya ke arah yang lain. Ivan yang urakan. Hasni yang pendiam. Satya yang kalem dan Chandra yang kadang terlihat selalu gugup. Mereka seakan saling melengkapi satu sama lain.

Walaupun baru mengenal Satya, Zein bisa merasakan aura kekuatan diri dari pria berkulit sawo matang dan berkumis tipis itu. Gayanya yang kalem namun percaya diri berbanding terbalik dengan Chandra. Pria termuda di kosan itu masih terkesan canggung untuk beradu omongan dengan yang lainnya. Dia hanya menjadi pendengar yang baik dan sesekali tertawa mendengar guyonan mereka.

Zein beralih melihat para perempuan. Selain kekasihnya yang terlihat sedikit cemberut di sebelahnya ini, Tia merupakan yang termanis di sini. Dengan wajah lonjong, bermata sipit, hidung mancung, bila tertawa terlihat gingsul di gigi sebelah kanan, membuatnya menjadi sosok paling periang di sini. Perempuan berusia dua puluh empat tahun itu sangat mandiri dalam segala hal. Sikap konsistennya dalam berjilbab membuat Zein kagum padanya, dan berharap suatu hari nanti Triska juga mau berjilbab.

Ayu yang duduk di sebelah Tia, adalah perempuan asli Jawa yang rada konyol. Gaya bicaranya yang blak-blakan kadang membuat orang menganggapnya songong. Perempuan yang bertubuh kurus itu adalah sosok yang gesit. Apa pun yang dilakukannya terasa cepat selesainya.

Dinar yang duduk di sebelah Ayu, merupakan perempuan paling kalem di kosan. Di usianya yang menginjak dua puluh tujuh tahun, entah kenapa dia masih betah melajang. Di balik sifatnya yang penakut, ada sosok keibuan yang selalu bisa menenangkan yang lainnya. Dia juga paling berani memarahi siapa pun, termasuk Zein sendiri.

"Kok cemberut?" Zein berbisik di telinga Triska.

"Enggak. Biasa aja!" ketus Triska.

"Hmm. Pasti cemburu lagi," Zein menyenggol pundak kekasihnya dengan pelan.

Triska tidak menjawab, dia berpura-pura sibuk mengupas jeruk yang tadi dibeli Dinar.

Zein tersenyum sambil menggelengkan kepala. Tingkah Triska yang pencemburu ini malah membuat dirinya semakin gemas. Hasrat untuk jahil pun makin menggila.

Perlahan tangan kirinya memeluk pinggang langsing itu. Sejenak tubuh Triska sedikit memegang, tangannya mencoba menarik rangkulan Zein namun tidak bisa.

"Jangan peluk-peluk atuh, Bang. Malu!" bisiknya.

"Biarin!" Zein balas berbisik juga.

Triska akhirnya mendiamkan saja kelakuan kekasihnya itu. Pandangannya tak sengaja bertemu dengan Ivan yang memutar bola mata dan melengos. Seketika senyuman Triska mengembang.

"Aku tidur dulu, ya. Besok mau rapat pagi-pagi," ujar Hasni sambil bangkit berdiri. Kemudian dia segera masuk ke dalam kamarnya.

"Aku juga mau tidur, ahh. Capek," sela Rama.

Akhirnya yang lain pun membubarkan diri.

Zein dan Satya bergerak membantu para perempuan berkemas. Chandra membantu Ayu mencuci semua mangkok dan gelas di dapur kosan. Sementara Ivan membantu Tia yang bolak balik ke kamar Ayu untuk menyimpan aneka kue di kulkas.

"Kamu ngikut-ngikut mulu ihh," protes Tia saat hampir bertabrakan dengan Ivan yang berdiri di belakangnya sambil membawa kantong plastik berisi buah-buahan.

"Dih ... siapa yang ngikut-ngikut? Aku kan bantuin ngangkut," ujar Ivan membela diri.

Sejenak mereka terdiam dan saling beradu pandang sebelum akhirnya Tia menunduk dan bergerak hendak melewati tubuh Ivan.

"Ehm, bisa diam dulu gak? Aku mau ngomong," ujar Ivan sambil menahan tubuh Tia dengan merentangkan tangan kanannya.

"Ngomong apaan? Buruan! Aku sibuk," sahut Tia sambil memandangi Ivan.

"Ehm ... hari Sabtu kita jalan, yuk? Berdua aja," ucap Ivan sambil cengengesan.

"Kenapa cuma berdua? Kan lebih seru ngajak yang lain juga."

"Ihh ini cewek. Diajak nge-date dia nggak ngeh!" Ivan memijat dahinya, sedikit kesal karena respon Tia.

"Ooo. Ehm ... boleh deh. Tapi kamu yang bayar, ya. Aku lagi pailit!" jawab Tia dengan tersenyum kecil.

Ivan mengangguk semangat. Membiarkan Tia lewat setelah dia menurunkan tangannya. Sambil bersiul dia keluar dari kamar Ayu dan berbelok ke kamarnya sendiri.

Sementara itu setelah semuanya selesai dibereskan, semua pada masuk ke kamar masing-masing.

Zein menyempatkan diri memeriksa kunci pintu depan sebelum masuk ke kamarnya.

Setelah membersihkan diri dia pun merebahkan tubuh di atas tempat tidur. Tangannya meraih ponsel yang sejak tadi dicharge. Sedikit kaget melihat banyak pesan yang masuk.

Senyumannya tersungging saat membaca pesan dari pamannya yang perwira polisi di Riau. Dengan cepat dia menelepon balik sang Paman. Selanjutnya mereka mengobrol dalam bahasa Melayu yang sangat cepat.

***

Ayu terbangun dengan tubuh menggigil. Tangannya meraih ponsel dan menelepon Tia yang segera datang dan masuk ke kamarnya yang memang tidak dikunci.

"Kamu hujan-hujanan sih. Jadi sakit," omel Tia. Tangannya bergerak mengompres dahi Ayu dengan handuk hangat.

"Ayu kenapa?" tanya Dinar yang hendak keluar bersama Nani.

"Demam, Mbak. Panas banget badannya," jawab Tia.

"Udah minum obat?" tanya Nani.

Ayu menggeleng sambil bergumam,"Belum sarapan."

"Kubeliin bubur, ya. Tunggu sebentar," sahut Dinar.

"Ayo, kuantar. Biar cepat," ajak Ivan yang sudah siap di depan pintu kamar Ayu.

Mereka pun bergegas pergi dengan menggunakan motor Ivan.

Triska dan Zein yang sudah siap hendak berangkat kerja menyempatkan diri untuk melongok ke kamar Ayu.

"Mau diantar ke dokter?" tanya Zein.

"Lihat sampai sore aja. Kalo masih demam ntar anterin aku, ya!" jawab Ayu.

Zein mengangguk. Kemudian memberi kode ke Triska agar mereka segera berangkat.

Triska mengelus tangan Ayu untuk berpamitan. Kemudian bangkit berdiri dan beranjak menyusul Zein yang sudah masuk ke dalam mobil.

Rama yang keluar masih dengan pakaian semalam terlihat membuka pintu mobilnya dan mencari sesuatu.

"Enggak kerja?" tanya Zein.

"Enggak ahh. Capek," sahut Rama.

"Kami berangkat, ya," pamit Zein.

Rama melambaikan tangan saat mobil Zein keluar dari parkiran dan menjauh. Kemudian dia kembali ke kamar dan segera mandi.

Siang harinya suasana kosan sangat sepi. Bi Ai sudah selesai dengan pekerjaannya dan pulang sejak tadi.

Ayu tertidur lelap di kamarnya setelah memakan bubur dan mengonsumsi obat penurun demam. Sedangkan Rama pergi bersama Nani untuk mencari makan siang.

Ayu tidak menyadari saat sesosok perempuan berjalan mendekat dan berhenti tepat di pintu pembatas kamar. Kemudian sosok itu berjalan pelan dan duduk di bangku kecil depan meja rias Ayu.

Sosok itu mendongak menatap cermin. Perlahan terdengar isak tangis yang sedikit mengganggu Ayu.

Mendadak pintu kamar terbuka. Rama dan Nani berdiri di depan pintu dengan wajah memucat. Sosok perempuan itu menoleh ke pintu dan langsung berhenti menangis. Wajahnya yang terlihat sedih terus memandangi Rama dan Nani yang masih mematung.

Perlahan sosok itu menghilang seiring munculnya kabut tipis. Meninggalkan Rama dan Nani yang masih berdiri mematung di tempatnya.

Panggilan dari Ayu mengagetkan keduanya, mereka pun bergegas masuk ke dalam kamar dan duduk di pinggir kasur.

"Kenapa? Kok pada pucat gitu?" tanya Ayu sambil memandangi kedua temannya.

"Ehm ... nggak apa-apa. Ayo, kita makan," sahut Rama berusaha mengalihkan perhatian.

Nani bergerak memberikan kotak nasi ke Ayu, kemudian mereka makan dalam diam.

"Masih demam, nggak?" Tangan Rama bergerak memegang dahi Ayu.

"Udah mulai turun, Mas. Nggak sepanas tadi," sahut Ayu. Dalam hati dia sangat bersyukur memiliki teman-teman yang perhatian sehingga tidak merasa sendirian di sini.

"Syukurlah. Kalo masih demam kita ke dokter, ya," ajak Rama sambil membelai rambut Ayu.

Dia sangat menyayangi teman-temannya di sini. Mereka sudah menjadi keluarga kedua baginya.

"Habis ini kamu tidur lagi aja, ya. Aku numpang rebahan di sini juga," ucap Nani. Dia sedikit merasa takut untuk kembali ke kamar Dinar.

"Iya, Mbak. Kalo mau nonton televisi nyalain aja. Aku nggak bakal keganggu," sahut Ayu.

"Aku mau keluar dulu, ya. Janjian ketemu sama teman," pamit Rama.

Setelah Rama pergi Ayu pun segera merebahkan diri kembali. Sedangkan Nani berpindah ke atas karpet sambil menonton televisi.

Sore harinya Triska yang pertama pulang langsung masuk ke kamar Ayu sambil membawa bungkusan.

"Masih demam nggak dia?" tanyanya sambil berbisik ke Nani.

Nani bergerak maju ke arah ruang tamu dan menarik tangan Triska untuk menjauh.

"Enggak. Udah turun demamnya," jawab Nani. Kemudian dia mengajak Triska duduk di teras dan menceritakan semua yang terjadi tadi siang.

Tia dan Dinar yang baru pulang pun turut mendengarkan cerita Nani dengan hati yang deg-degan.

Sore pun berganti malam. Rama yang sejak tadi siang bertamu ke kosan Winda akhirnya pamit pulang.

"Masih sore, Mas. Baru juga jam delapan," pujuk Winda.

"Ngantuk euy. Besok kan kita mau jalan-jalan," jawab Rama sembari menggenggam jemari Winda.

"Besok emangnya mau ngajak ke mana sih?"

"Ke Garut yuk?"

"Males ahh jauh-jauh. Yang dekat-dekat aja deh."

"Ehm ... Lembang?"

"Boleh deh."

Sejenak mereka terdiam sambil berpandangan. Tangan Rama bergerak menyentuh pipi Winda yang tiba-tiba merona.

Perlahan Rama memajukan wajah dan mengecup lembut pipi wanita berparas manis tersebut. Winda memejamkan mata saat kecupan Rama menyebar ke bagian wajah lainnya dan berhenti tepat di depan bibirnya.

Kemudian Rama menarik wajahnya kembali sambil tersenyum. Winda balas tersenyum malu-malu.

"Aku pulang, ya. Takutnya jadi ...." Rama tidak bisa melanjutkan omongannya karena mulutnya dibungkam Winda dengan ciuman lembut.

Sejenak mereka lupa akan keadaan sekitar. Mereka larut dalam dekapan dan sentuhan lembut pasangannya. Rama berusaha tetap mengontrol diri untuk tidak semakin berani menyentuh Winda. Namun, wanita ini seakan terus menuntut agar Rama melanjutkan aksinya.

Deringan ponsel menyadarkan kedua insan yang sedang dimabuk hawa nafsu itu. Rama seolah tersadar dan segera menghentikan ciumannya. Tangannya bergerak meraih ponselnya yang tergeletak di atas karpet. Menajamkan penglihatan saat melihat panggilan masuk dari Zein.

"Ya?" sapanya.

"Mas, di mana?" tanya Zein.

"Di rumah Winda. Ada apa?"

Alarm di otaknya langsung menyala saat mendengar suara Zein yang sedikit memburu.

"Bisa pulang, nggak? Ayu, kesurupan!"

"Oke!"

Rama menutup ponsel dan berbalik ke Winda yang memandangnya dengan bingung.

"Teman kos-ku kesurupan. Aku pulang dulu ya," pamit Rama. Winda mengangguk dan ikut bangkit berdiri dan berjalan mengantar Rama ke mobil.

Rama menyempatkan diri mengusap pipi Winda sebelum memasuki mobil. Menyalakan mobil dengan tergesa dan memacunya dengan kecepatan sedang.

Winda memandangi mobil Rama hingga menghilang. Kemudian berjalan masuk ke kamarnya kembali. Merebahkan diri di atas kasur sembari tersenyum mengingat ciuman panas mereka.

Sebetulnya sudah sejak lama dia tahu bila Rama menyukainya. Namun pria itu selalu bersikap sopan dan santai di dekatnya. Sifatnya yang tenang membuat Winda betah berlama-lama mengobrol dengannya. Wawasannya yang luas membuat obrolan mereka sangat bervariasi dan tidak membosankan.

Winda terkekeh geli mengingat timgkahnya yang tiba-tiba berani mencium Rama. Dia sama sekali tidak menyangka ternyata ciuman itu membuat dirinya seakan melayang. Di balik sikap tenangnya ternyata Rama menyimpan pesona tersendiri. Dia juga sangat piawai memainkan emosi hingga nafsu Winda terbangkit sempurna.

Sementara itu di kosan, Satya, Chandra dan Triska memegangi Ayu yang masih meracau gak jelas. Ivan sedang memanggil ustaz terdekat. Sedangkan Hasni belum pulang.

Tia dan yang lainnya tidak berani mendekat. Mereka bersembunyi di kamar Dinar.

Tak lama kemudian Ivan datang bersama ustaz yang langsung sibuk membaca doa-doa. Sementara Zein terus mencoba menarik jin yang merasuki tubuh Ayu agar segera keluar. Peluh bercucuran di dahinya. Kerah kausnya mulai basah oleh keringat.

Triska melepaskan tangan Ayu dan bergerak mengelap keringat Zein dengan ujung lengan bajunya. Wajahnya sendiri pun berkeringat karena sejak tadi menahan tubuh Ayu yang terus berontak.

Rama yang baru tiba langsung menggeser tubuh Triska agar menjauh, dan menggantikannya memegang tangan dan pundak Ayu.

Terpopuler

Comments

🐝⃞⃟𝕾𝕳ᴹᵃˢDANA°𝐍𝐍᭄

🐝⃞⃟𝕾𝕳ᴹᵃˢDANA°𝐍𝐍᭄

deg degan sendiri aku 😖

2021-03-21

0

Cimutz

Cimutz

❤❤

2021-02-25

0

Helni mutiara

Helni mutiara

👍👍👍👍

2021-02-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!