BUKAN RAHIM BAYARAN
Sepulang mengajar ngaji di di pondok pesantren yang ada dikampungnya, Anasya Azzara atau biasa disapa Zara buru buru pulang karena salah satu tetangganya mengatakan jika dirumahnya ada tamu dari kota.
Penasaran siapa yang datang padahal dirinya tak memiliki kerabat yang tinggal dikota. Dan sesampainya didepan rumah, Zara di buat bingung dengan dua mobil mewah yang terparkir didepan rumah orangtua nya yang sangat sederhana. Mobil mewah yang belum pernah Ia lihat secara langsung, hanya melihat dari drama korea yang biasanya Ia lihat melalui televisi.
"Assalamualaikum.'' ucapan salam dari Zara saat memasuki rumah, melihat diruang tamu sudah ada 4 orang yang duduk dan sedang menatap ke arahnya.
"Wa.alaikumsalam." suara Bahar sang Ayah menjawab salam dari Zara terdengar.
"Salim dulu nak sama tamu kita." kata Bahar pada putrinya.
Zara menurut saja, Ia menyalami wanita paruh baya yang tersenyum padanya juga seorang pria paruh baya yang menerima uluran tangannya. Dan yang ada disampingnya lagi wanita muda yang mungkin seumuran dengan nya.
"Hay kak, namaku Sena." sapa nya dengan wajah sumringah yang hanya disenyumi oleh Zara.
Terakhir pria muda yang sangat gagah dan tampan, Zara ragu hendak mengulurkan tangan nya karena Ia tahu pria itu jelas bukan mukhrimnya.
Beruntung sang Ayah menyelamatkan keraguan Zara.
"Selain dia, karena kalian belum mukhrim." kata Bahar sambil terkekeh yang juga membuat semuanya ikut terkekeh kecuali pria itu yang hanya diam dan dingin menatapnya.
Zara mengangguk lalu Ia ijin ke belakang membantu ibunya yang mungkin sibuk menyiapkan minuman untuk tamu mereka.
"Kamu sudah pulang nduk?" Asih sang Ibu yang sedang membuatkan teh hangat untuk para tamunya.
"Mereka siapa Bu? Zara kok belum pernah lihat?"
Asih tersenyum, "Nanti kamu juga tahu."
Zara mengangguk saja, Ia membantu Asih menyajikan pisang goreng hangat yang baru saja digoreng oleh asih.
"Ganteng nggak nduk yang cowok itu?" tanya Asih membuat pipi Zara mendadak memanas.
"Gan-ganteng kok bu, yang cewek juga cantik." ungkap Zara jujur.
"Itu adiknya."
"Kirain istrinya." kata Zara yang nyatanya salah menebak.
"Huss, ngawur kamu."
"Udah sana anterin teh sama pisang goreng nya." kata Asih yang langsung diangguki Zara.
Zara kembali keluar membawa nampan berisi 5 cangkir teh hangat juga sepiring pisang goreng.
Zara langsung menyajikan diatas meja, dan kembali ke belakang lagi untuk mengembalikan nampan yang Ia bawa.
"Nanti kesini lagi nduk." kata Bahar.
"Iya Yah."
Zara kini sudah duduk diantara orangtuanya,
"Ini Tuan Anggara bersama keluarganya, Tuan Anggara dulu adalah mantan majikan Ayah sewaktu masih bekerja dikota." jelas Ayah Bahar yang membuat rasa penasaran Zara terobati.
Zara masih ingat betul, hampir 20tahun lamanya sang Ayah bekerja dikota sebagai sopir untuk mencukupi kebutuhan hidupnya bersama sang Ibu dikampung.
Meski begitu, dulu Bahar setiap satu bulan sekali datang mengunjungi Zara yang dulu pernah berada dipondok selama 9 tahun lamanya.
Dan kini di usia senja Bahar, Zara yang juga sudah lulus kuliah dan bekerja sebagai guru honorer dikampungnya meminta Bahar untuk berhenti bekerja dan dirumah bersama sang Ibu.
"Jangan katakan mantan majiakan Bahar, bahkan kau sudah ku anggap sebagai adik ku sendiri." kata Anggara sambil tertawa.
"Aku ingat dulu kamu yang mengantar kami kemana mana, bahkan dari Sean dan Sena masih bayi sampai sekarang sudah bekerja," ungkap Nyonya Anggara yang ikut mengenang pekerjaan sang Ayah.
"Sudah menjadi kewajiban saya Tuan dan Nyonya melakukan itu semua." kata Bahar merasa malu dan tak pantas dianggap berlebihan seperti itu.
"Jadi maksud kedatangan kami kesini ingin menagih janji yang dulu pernah kita ucapkan, kau masih ingat?" tanya Anggara pada Bahar membuat suasana sedikit tegang.
"Maafkan saya Tuan, bahkan saya belum memberitahu putri saya perihal itu.
"Jika Tuan dan Nyonya berkenan, izinkan saya mengatakan itu pada Putri saya secara perlahan lebih dulu." kata Bahar membuat Zara menatap ke arah sang Ayah bingung.
"Katakan sekarang saja, lebih cepat lebih baik.
"Bahkan Sean juga sudah menerimanya." kata Anggara sambil menatap putranya yang kini berwajah masam.
"Ada apa yah?" tanya Zara memberanikan diri karena penasaran dengan apa yang mereka katakan sejak tadi.
"Begini Zara, kedatangan kami sekeluarga kemari karena ingin meminang kamu untuk putra kami Sean."
Deg...
Seketika Zara membeku mendengar ucapan Tuan anggara yang to the point.
"Maafkan Ayah nduk, belum mengatakan apapun sebelumnya karena waktu itu-"
"Jangan dilanjutkan Bahar, aku dan istriku berjanji padamu akan menjaga Zara dan menyayanggi Zara seperti putri kami sendiri." kata Anggara yang langsung membuat Bahar terdiam.
"Saya dan Bahar dulu pernah berjanji akan menjodohkan Sean dengan kamu dan sekarang kami datang untuk menagih janji itu." kata Anggara lagi.
Zara menatap ke arah sang Ayah namun Ayahnya menunduk, bergantian Zara menatap ke arah Asih ibunya yang menatapnya dengan tatapan sendu, seolah mengerti apa yang putrinya pikirkan.
"Jadi bagaimana Zara? kamu mau kan jadi menantu kami?" tanya Nyonya Anggara seolah tak sabar dengan jawaban Zara.
"Bolehkah saya memikirkan lebih dulu Tuan, Nyonya?" tanya Zara memberanikan diri.
"Tidak ada waktu lagi untuk berpikir Zara, jangan ragu, Sean pasti akan membahagiakan kamu." kata Tuan Anggara.
"Beri kami waktu satu bulan Tuan, setelah itu mungkin putri kami akan menerima pinangan dari Tuan.
"Biarkan putri kami memikirkan sejenak." kata Asih.
"Baiklah, hanya satu bulan dan kami akan datang lagi." kata Tuan Anggara membuat Zara sedikit lega.
Setelah keluarga Tuan Anggara pulang, Zara langsung saja memasuki kamar di ikuti oleh sang Ibu.
"Ibu tahu nduk berat buat kamu menerima semua ini.
"Tapi mau bagaimana lagi? Ayahmu sudah terlanjur janji dengan Tuan Anggara dulu." jelas Asih.
"Harusnya Ayah bilang sejak dulu Bu, jadi Zara..."
"Ibu tahu, itu memang kesalahan kami sebagai orangtua. dulu Ayahmu pikir perjanjian itu batal karena putra dari Tuan Anggara-" Asih tersentak dan langsung tak melanjutkan ucapan nya.
"Kenapa Bu?"
Asih menggelengkan kepalanya, "Nggak nduk, nggak apa apa."
Zara menghela nafas panjang,
"Kamu harus segera memutuskan panji nduk sebelum Tuan Anggara datang kemari lagi." kata Asih.
Tampak mata Zara memerah tak kuasa menahan diri untuk tidak menangis.
Bagaimana ini?
Apa yang harus Ia katakan pada Mas Panji yang baru semalam memberinya cincin dan mengajak menikah.
Padahal sudah lama Zara menyukai Mas Panji yang tak lain adalah rekan guru di sekolahan tempat Ia mengajar.
Dan saat mas Panji mengajaknya menikah, Ia sekarang malah dipaksa menerima perjodohan dengan pria yang sama sekali tak Ia kenal.
Zara benar benar bingung dan kalut dengan apa yang harus dia lakukan.
BERSAMBUNG...
Hay selamat datang dicerita baru aku...
semoga kalian suka dengan ceritanya...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Nur Cahyani
kok masih ada yg seperti itu
2024-08-02
0
Uthie
baru mampir 👍♥️
2024-03-21
0
꧁𓊈𒆜🅰🆁🅸🅴🆂𒆜𓊉꧂
👍👍👍
2024-01-17
0