'Jangan Hilang'

Assalamu'alaikum, Bissmillah.

Luka yang dialami Rud tak terlalu parah. Namun, ada bagian kulit yang robek pada area pelipis mengharuskan dirinya menjalani proses jahit pada daerah tersebut. Salah satu dokter yang menangani Rud meminta tolong Akhza membersihkan darah kering di wajah pria itu.

“Sakit, Bang. Ish, pelan-pelan!” protes Rud yang baru saja dipasang infus oleh perawat.

“Elu sakit aja masih galak sama gue,” balas Akhza tetap tekun membersihkan wajah Rud. Dokter senior tak heran dengan kelakuan keduanya, mengingat mereka adalah saudara.

“Elu bersiin muka gue kaya yang dendam, masih nggak terima terakhir kali lomba berenang elo kalah?” tebak Rud.

“Gue kalah karena kaki gue dipegangin Attar, ya. Lu curang, pake bayar Attar buat jailin gue,” kilah Akhza selesai membersihkan darah kering di sekitar pelipis kiri Rud.

“Ampun, Bro. Elu ngapain sih nyium aspal. Kurang kerjaan!” ledek Akza.

“Rud, kok bisa kaya gini? Kenapa?” Mama yang baru datang histeris. Dokter senior yang sedang mengawasi gerak-gerik Akhza menjelaskan keadaan Rud tidak terlalu membahayakan.

“Ya sudah, biar saya saja yang jahit lukanya, Dok,” ungkap mama membuat sang dokter pamit pergi.

“Nggak usah lebay, deh. Mah, biasa anak laki,” elak Rud, sok kuat.

“Selain pelipis, mulut Lu perlu dijait juga deh, Bang. Songong banget kalo ngomong,” sindir Akhza telaten membersihkan darah kering di pelipis Rud.

“Anjim, Bang perih elu jangan pake dendam ngapa bersiinnya,” komentar Rud.

“Lu, ya! Lama-lama beneran gue jait juga tuh mulut!” ancam Akhza.

Mama Eca jadi tertawa, ia rindu adu mulut antara Akhza dan Rud yang malah jadi terdengar lucu. Tala sendiri tak berpaling memandang ke arah Akhza yang terlihat keren di matanya. Seketika ia ingat pada berita Akhza yang digigit pasien, Tala berusaha mengamati. Ia sedikit terkejut saat melihat bekas gigitan membiru pada lengan Akhza.

“Gue ganti dokter aja, deh. Nauna mana sih, Nauna?” canda Rud.

Keadaan di UGD tak seramai tadi. Pasien miras oplosan sudah pindah ke ruang rawat. Kebetulan kini, hanya ada Rud sebagai pasien.

“Elu bisa disuntik KB kalo tuh cewek yang nanganin. Atau mau, lu dikasih obat penenang dalam dosis tinggi?” goda Akhza sambil meneruskan pekerjaannya.

Mama Eca segera mencuci tangan pada wastafel yang ada di dekat pintu masuk, wanita itu bersiap hendak menjahit luka putranya. Tala sendiri tak sekejap pun memalingkan pandangan dari wajah Akhza yang serius membersihkan darah di pelipis kanan Rud. Pria itu terlihat tampan dengan kepala menunduk, bulu matanya yang lebat terlihat sangat lentik. Ujung hidungnya yang meruncing membuat Tala mengulas senyum.

Kenapa aku nggak dijodohin sama dia aja sih, kenapa nggak om Akash aja yang dikasih mie sama ayah?

Tala mengetuk-ngetuk kepalanya, berharap pikiran ngawurnya hilang saat itu juga.

“Kenapa bisa gini?” ulang mama setelah Akhza selesai membersihkan darah kering pria itu. Mama mulai melakukan tugasnya menjahit luka Rud, sebenarnya ada rasa ngeri dan tak tega tetapi ia tetap harus melakukannya.

“Ada lubang, aku nggak liat.” Rud mulai merasakan matanya berat.

“Jahit sekalian sama mulutnya,” saran Akhza kemudian berlalu menuju wastafel membuang sarung tangan ke dalam bak sampah dan mencuci tangannya. Setelahnya ia memilih pergi meninggalkan ruangan sambil mengibaskan tangan agar lekas kering.

Akhza hendak mengambil minum, tenggorokannya terasa kering. Namun, di depan ruang UGD ada Lavi yang memanggil Akhza. Pria itu membawa sesuatu di tangannya.

“Mau ke mana?” tanya Lavi.

“Mau ambil minum,” tunjuk Akhza ke arah kanan.

Lavi bilang tak usah jauh-jauh pergi, dirinya pun bawa air mineral. Akhza tak menolak, bahkan langsung jongkok sebab tak ada kursi untuk duduk dan menenggak minumannya.

“Lo bawa apa?” Akhza melirik jinjingan di tangan Lavi.

“Fotokopian punya Ana.”

“Cie, jadi sama Ana, nih?” goda Akhza sambil berdiri, satu botol air mineral kemasan 360 ml itu sudah tandas.

“Jadi nyaman, gimana dong?” timpal Lavi.

“Mas Lavi!” Sebuah suara dari arah kanan membuat kedua pria itu mengalihkan atensi.

“Mana fotokopian Ana?” Ana menengadahkan tangannya.

“Ini, udah beres, dong!” Lavi mengangkat ke udara jinjingan yang dipegangnya.

“Eh, Bang Dokter.” Ana menyenggol lengan Akhza. “Tala ada di UGD?” tanya Ana selanjutnya.

Akhza hanya mengangguk, bekas gigitan anak SMA tadi kenapa jadi terasa perih lagi? Pikir Akhza sambil mengusap lengannya.

“Ngapain sih Tala terus yang ditanyain?” protes Lavi.

Akhza berdecak sebal melihat tampang Lavi yang sedang jealous, jelek sekali. Untung Akhza tak pernah jealous, eh tapi kemarin saat Tala naik ke mobil Rud itu termasuk jealous bukan, ya? Batin Akhza.

“Aku cuma mau bilang kalo udah fotokopi bukunya, dia mau pinjem katanya,” terang Ana.

Lavi bilang mending foto kopi yang aslinya saja biar jelas. Namun, kata Ana, Tala tak pernah foto kopi, ia biasanya akan menyalin atau sebagian difoto menggunakan ponsel.

“Sayang uang katanya, mayan buat beli kopi aja,” terang Tala.

Akhza tertarik untuk tahu buku apa yang sedang dibicarakan Ana. Ana mengeluarkan foto kopian bukunya. Mata Akhza memindai sebentar pada judul yang tertera, dan ia tersenyum samar sebab punya buku dengan judul dan nama pengarang yang sama. Dia kemudian pamit untuk kembali ke UGD setelah dokter yang tadi memeriksa Rud masuk ke ruang itu.

Rud sudah boleh dipindahkan ke ruang rawat. Akhza ikut mengantar sepupunya itu ke ruangan, ia berjalan bersisian dengan Tala tanpa berniat melirik gadis itu.

“Ini sih jagoan, besok juga bisa pulang kalau nggak ada keluhan muntah dan penurunan kesadaran."

Dokter seperti tahu kerisauan yang mendera mama. Ia kemudian pamit setelah memastikan keadaan Rud aman. Pun Akhza, dia pamit masih ada yang harus diselesaikan. Saat membuka pintu ia berpapasan dengan Attar.

“Heh, kamu!” Akhza menunjuk adiknya itu. “Urusan kita belum selesai, ya!” tegas Akhza masih ingin menginterogasi sang adik tetapi ia ingat harus memeriksa gadis beringas yang menggigitnya tadi.

“Kamu bikin ulah apa sampe abangmu marah gitu?” tanya mama Eca ketika Attar sudah sempurna masuk ke ruangan dan mencium tangan wanita itu.

Tala yang tahu kejadiannya seperti apa hanya tersenyum, Rud sendiri sudah mulai tidur mungkin efek dari obat.

“Urusan anak muda, Ma, eh Suster. Eh aku manggilnya apa sih?” Attar jadi bingung membuat mama Eca memukul bahunya.

Tala memilih pamit lebih dulu, ia sudah masuk shift kerjanya. Mama Eca juga pamit sebentar, mau menjemput suaminya yang baru datang.

***

Di ruangan rawat lain, Akhza ditahan oleh seorang wanita dengan rambut disanggul persis mau Kartini-an saja.

“Saya takut anak saya histeris lagi,” ucap wanita yang mengenalkan diri bernama Esmee itu.

“Tidak, Ibu. Anaknya sudah tenang, besok juga bisa pulang,” jelas Akhza. Ia mengatakan sesuai apa yang tadi disampaikan dokter seniornya.

“Pulang ke rumah dokter?” tanya Esmee.

“Kok ke rumah saya? Ke rumah ibu saja,” sahut Akhza.

“Kata anak saya, dokter kekasihnya. Janji mau nikahin dia,” terang Esmee.

“Ibu percaya?” Akhza mengangkat kedua alisnya.

“Ya tidak tahu juga,” jawab Esmee ragu.

“Saya bukan pacar anak ibu, dan saya sekarang harus pergi lagi. Permisi, selamat malam.”

Akhza melenggang keluar dari ruangan itu sambil menatap arloji. Ia malam ini bertugas jaga, tetapi sepertinya harus pulang ke rumah jida untuk mengambil sesuatu. Pada Lavi yang tengah berbincang bersama Sofi, Akhza pamit harus pulang sebentar. Ia juga kembali ke ruangan Rud untuk mengambil kontak mobilnya pada Attar. Pria itu tak mau bilang hendak ke mana saat Attar bertanya, masih kesal dengan adiknya itu.

Pesan jangan lama-lama dari Lavi membuat Akhza mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi, butuh waktu 30 menit untuk sampai ke rumah jida. Sepertinya harus bisa kurang dari itu agar nanti Lavi tak mengomel.

Beruntung ketika sampai rumah, jida tak banyak bertanya selain protes soal Attar yang sudah ada di Jakarta tetapi belum juga mengunjungi jida.

“Nanti kalau dia ke sini kandangin bareng Kabayan, jida,” canda Akhza sambil pamit kembali.

“Sembarangan, emang cucuku itu ayam jago, hah?” protes jida. Tentu saja, Kabayan si ayam jago milik pak satpam pun sepertinya tak kan tahan satu kandang dengan Attar.

“Biar nggak kabur lagi,” canda Akhza sambil mengedipkan sebelah mata dan kembali melajukan mobil. Jida menggerutu, tak berniat menimpali gurauan sang cucu.

Jalanan malam itu tumben sekali lancar, semesta sedang baik pada Akhza rupanya. Ia bisa kembali ke rumah sakit tanpa membuat Lavi marah. Melihat UGD sepi, Akhza menelepon Attar dan mengajak adiknya itu ke lorong yang sering ia gunakan untuk istirahat di jam-jam jaga malam.

“Ngeri bat tempatnya, eh!” komentar Attar menatap ke sekeliling. Tangga terlihat gelap, lorong pun temaram. Hemat listrik atau bagaimana? Tanya Attar dalam hati.

“Bang Rud kenapa sih sampe bisa kecelakaan?” tanya Akhza mengabaikan komentar Attar tentang tempat itu.

“Dia berantem sama Gi __” Attar menjeda kalimatnya, ia sudah janji takkan bilang pada siapa pun sal Gia.

“Gi siapa?” selidik Akhza.

“Gilang, temennya. Jadi nggak konsen deh pas bawa motor,” kilah Attar berusaha menyembunyikan kebohongan.

Tadi pagi Rud mengantar Gia pulang ke apartemennya, saat hendak pamit perempuan itu tak mau ditinggal. Ia merajuk membuat Rud kesal, sampai pria itu kabur ketika Gia tidur dan terpaksa menggunakan motor yang selalu tersimpan di basemen apartemen sebab kontak mobilnya disembunyikan Gia.

“Terus kamu malam kemarin ke mana? Enak banget bawa-bawa mobil orang buat dipake pacaran,” sindir Akhza.

“Yey, biar ada gunanya itu mobil dipake nganterin anak gadis orang. Daripada dipake jomlo bolak balik rumah sakit doang, stress nanti dia sampingan sama mobil jenazah mulu,” canda Attar.

Akhza mengembuskan napas kasar, ingin benar-benar menendang anak ini ke dimensi lain. Namun, sayang dia bungsu bunda yang sering bikin bunda menangis bila terluka sedikit saja. Apalagi bila ditendang, lalu hilang. Stress nanti bunda.

“Tar, kamu tau kan jida kita itu siapa?” Akhza mulai bicara serius.

“Tau, semua orang tau siapa jida,” jawab Attar.

“Nah, kalau gitu, bisa kan ikut jaga nama baik jida? Kamu tau kan gimana dihujatnya jida waktu mas Ar kena masalah?” nasihat Akhza.

“Tapi, kan netizen minta maaf juga ke jida pas tau Mas Ar Cuma difitnah. Malah makin harum ‘kan nama jida?” Attar juga mulai serius.

“Tapi tetep, kamu harus jaga sikap. Ini bukan soal sebodo amat sama omongan orang, bukan mau menampakkan diri paling baik juga. Tapi ini tentang tanggung jawab kita sebagai keturunan Abah dan jida untuk ikut menjaga nama baik mereka. Susah payah jida bangun image baik, memberikan nasihat terbaik ke orang-orang masa kita sendiri yang mau ngancurin? Kita udah cukup salah dengan nolak jadi ustaz seperti maunya jida, ya seenggaknya kita jangan bikin ulah yang bisa buat reputasi jida hancur.”

Panjang lebar Akhza bicara dengan nada selembut mungkin, tak ingin buat Attar tersinggung meski berharap adiknya itu mau mendengarkan. Attar akui ia salah, sering main dan berganti pasangan.

“Tapi gue kalo main solat dan ngaji nggak kelewat, Bang. Gue juga nggak pernah nyentuh alkohol. Pacaran juga gue nggak pegang-pegang kalo bukan ceweknya yang megang duluan,” jelas Attar melakukan pembelaan.

“Attar, sama aja!” Kali ini Akhza sedikit membentak. “Kamu nanti kena tulah perbuatan sendiri kalau terlalu mengentengkan hal yang dilarang norma dan agama. Kamu udah siap nikah muda?” cecar Akhza membuat Attar menggeleng.

“Pikirin lagi, aku begini karena peduli sama kamu. Kalo belum siap buat nikah muda, jangan dulu janji manis ke anak gadis orang.”

“Ceweknya yang nembak duluan, gue kan baik nggak tegaan buat nolak. Anak orang nangis nanti gue disalahin lagi,” bela Attar.

Kepala Akhza rasanya mau pecah bicara dengan Attar, ia kemudian memilih meninggalkan pemuda itu. Terdengar Attar bersungut, tega sekali Akhza meninggalkan dirinya dengan rasa takut.

Di depan ruang perawat, Akhza bertemu Ana yang tengah makan mi instan dalam cup. Pada gadis itu, ia menitipkan buku untuk diberikan ke Tala. Dengan alasan agar Tala lebih mudah dan jelas ketika menyalin mau pun mengambil gambar tulisan dalam buku itu.

Ana senyum penuh arti menatap punggung Akhza yang menjauh darinya. Apalagi membaca tulisan Akhza pada memo yang sengaja di tempel pada jilid buku itu.

Jagain. Jangan rusak, kotor, apalagi hilang. >.<

Tala yang baru datang dari toilet, menegur Ana yang senyum-senyum sendiri. Ia kira sahabatnya itu habis bertemu Lavi. Namun, rupanya Ana tersenyum perihal Akhza yang meminjamkan Tala buku dan pesan pria itu agar Tala menjaga bukunya.

“Kasian dia ya, mungkin karena tau kamu akhirnya nikah sama siapa jadi perhatiannya sembunyi-sembunyi.”

“Ana, apa sih!” sentak Tala sambil menatap buku di tangannya. Kebahagiaan membuncah tak tertahan di hati Tala, ia tahu Akhza belum tentu menyukainya tetapi setidaknya pria itu sudah bisa sedikit bersikap baik. Tak galak dan judes.

“Waspada, Tala. Jangan GeEr,” ucap hati kecil Tala mengingatkan.

Terpopuler

Comments

Kaka Ilyas

Kaka Ilyas

dasar attar

2024-01-21

0

Kaka Ilyas

Kaka Ilyas

🤣🤣🤣🤣

2024-01-21

0

Kaka Ilyas

Kaka Ilyas

iya a attar mesti d kandangin biar ga nackal

2024-01-21

0

lihat semua
Episodes
1 Bukan Kompetisi
2 Siti Nurbaya
3 Kekecewaan, Gengsi, dan Waktu yang Terbuang
4 Jari Salah Ketik, Hati Salah Jatuh
5 Biarkan Saja
6 "Jangan Geer"
7 Ajakan
8 Tawanya ....
9 "Nggak Mungkin Cemburu"
10 Kucing Betina
11 Kenangan
12 Semesta Suka Becanda
13 'Jangan Hilang'
14 Jangan Mendahului
15 Pesan untuk Abang
16 Kemarahannya
17 Gunanya Teman
18 Salah Terka
19 Mengalahkan
20 Kegundahan
21 Belum Waktunya
22 Abang Sayang
23 "Apa Kabar?" part 1
24 "Apa kabar?" part 2
25 Maaf part 1
26 Maaf part 2
27 Menerka
28 Kucing Betina, siapa?
29 Pertarungan Dimulai
30 Kita Tak Sedang Berlomba
31 "Dia Bukan Siapa-siapa"
32 Pertemuan Singkat
33 Tak Diduga Sebelumnya
34 Tak Diduga Sebelumnya 2
35 Selamat datang di Bandung
36 Bertanya Rasa
37 Tidak Diduga
38 Sama-sama Sakit
39 Ruang Temu.
40 Lebih Baik Dia Tak Tahu
41 Skandal Hati
42 Romansa Akhza-Tala
43 Manusia Tropis Kembali 1
44 Manusi Tropis Kembali part 2
45 Risalah Hati 1
46 Risalah Hati 2
47 Berusaha Rela 1
48 Berusaha Rela 2
49 "Aku Tak Selemah itu" 1
50 "Aku Tak Selemah itu" 2
51 Dia yang Luka
52 Aku Juga Luka
53 Ajariku Caranya Melupa
54 Sama-sama Hanya Bersabar
55 Dia yang Kusebut Dalam Doa
56 Bukan Dia yang Salah
57 Tertawalah
58 Fitnah
59 Bukan Main
60 Dia Kenapa?
61 Manusia Bisa Berubah
62 Attar, Adik Terbaik
63 Attar, Teman Terbaik
64 Perjanjian Dua Wanita
65 Hujan dan Kamu
66 "Aku Juga Mau diperjuangkan"
67 Satu Kali Masih Selamat
68 Perlahan Terbiasa
69 Tala Beraksi
70 "Kumelihat Sendu di Wajahmu"
71 Surat Tak Bertuan
72 Saya Suka Wanita Pecinta Kopi
73 Bukan Pergi Dari Hati
74 Sampai Kapan Semesta?
75 Surf Cafe Lampuuk
76 Dua Keajaiban
77 Hari-hari Berikutnya
78 Besok, Cepatlah Datang
79 Perasaan Abang
80 Menjaga Tala
81 Mari Kita Bicara
82 "Nggak Mau Jatuh Lagi"
83 Proposal Pengajuan
84 "Udah Makan Siang?"
85 Saya Pulang
86 Rud di Masa Lampau
87 Sekali Tepuk, Terjadilah
88 "Tala mau pulang"
89 Empat Belas Hari
90 Selalu Sabar Menanti
91 Aku Butuh Kamu
92 Tunggu Sampai Aku Datang
93 Jangan Pergi
94 Menuju Hari Bahagia
95 Sepakat
96 Petikan Cinta 1
97 Petikan Cinta 2
98 Mulai Membaca
99 Perjalanan Panjang
100 Meniti Kisah
101 Sesal Tiada Arti
102 Kejutan
103 Kejutan Lagi
104 Enam Tahun Berlalu
105 END
106 Promo Novel Attar-Orin-Bintang
107 Edisi Rindu Semua
Episodes

Updated 107 Episodes

1
Bukan Kompetisi
2
Siti Nurbaya
3
Kekecewaan, Gengsi, dan Waktu yang Terbuang
4
Jari Salah Ketik, Hati Salah Jatuh
5
Biarkan Saja
6
"Jangan Geer"
7
Ajakan
8
Tawanya ....
9
"Nggak Mungkin Cemburu"
10
Kucing Betina
11
Kenangan
12
Semesta Suka Becanda
13
'Jangan Hilang'
14
Jangan Mendahului
15
Pesan untuk Abang
16
Kemarahannya
17
Gunanya Teman
18
Salah Terka
19
Mengalahkan
20
Kegundahan
21
Belum Waktunya
22
Abang Sayang
23
"Apa Kabar?" part 1
24
"Apa kabar?" part 2
25
Maaf part 1
26
Maaf part 2
27
Menerka
28
Kucing Betina, siapa?
29
Pertarungan Dimulai
30
Kita Tak Sedang Berlomba
31
"Dia Bukan Siapa-siapa"
32
Pertemuan Singkat
33
Tak Diduga Sebelumnya
34
Tak Diduga Sebelumnya 2
35
Selamat datang di Bandung
36
Bertanya Rasa
37
Tidak Diduga
38
Sama-sama Sakit
39
Ruang Temu.
40
Lebih Baik Dia Tak Tahu
41
Skandal Hati
42
Romansa Akhza-Tala
43
Manusia Tropis Kembali 1
44
Manusi Tropis Kembali part 2
45
Risalah Hati 1
46
Risalah Hati 2
47
Berusaha Rela 1
48
Berusaha Rela 2
49
"Aku Tak Selemah itu" 1
50
"Aku Tak Selemah itu" 2
51
Dia yang Luka
52
Aku Juga Luka
53
Ajariku Caranya Melupa
54
Sama-sama Hanya Bersabar
55
Dia yang Kusebut Dalam Doa
56
Bukan Dia yang Salah
57
Tertawalah
58
Fitnah
59
Bukan Main
60
Dia Kenapa?
61
Manusia Bisa Berubah
62
Attar, Adik Terbaik
63
Attar, Teman Terbaik
64
Perjanjian Dua Wanita
65
Hujan dan Kamu
66
"Aku Juga Mau diperjuangkan"
67
Satu Kali Masih Selamat
68
Perlahan Terbiasa
69
Tala Beraksi
70
"Kumelihat Sendu di Wajahmu"
71
Surat Tak Bertuan
72
Saya Suka Wanita Pecinta Kopi
73
Bukan Pergi Dari Hati
74
Sampai Kapan Semesta?
75
Surf Cafe Lampuuk
76
Dua Keajaiban
77
Hari-hari Berikutnya
78
Besok, Cepatlah Datang
79
Perasaan Abang
80
Menjaga Tala
81
Mari Kita Bicara
82
"Nggak Mau Jatuh Lagi"
83
Proposal Pengajuan
84
"Udah Makan Siang?"
85
Saya Pulang
86
Rud di Masa Lampau
87
Sekali Tepuk, Terjadilah
88
"Tala mau pulang"
89
Empat Belas Hari
90
Selalu Sabar Menanti
91
Aku Butuh Kamu
92
Tunggu Sampai Aku Datang
93
Jangan Pergi
94
Menuju Hari Bahagia
95
Sepakat
96
Petikan Cinta 1
97
Petikan Cinta 2
98
Mulai Membaca
99
Perjalanan Panjang
100
Meniti Kisah
101
Sesal Tiada Arti
102
Kejutan
103
Kejutan Lagi
104
Enam Tahun Berlalu
105
END
106
Promo Novel Attar-Orin-Bintang
107
Edisi Rindu Semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!