Assalamualaikum, Bismillahirrahmanirrahim.
"Bener ya kata umi, pernikahan bukan akhir dari perjalanan mengenal pasangan. Makin lama, makin keliatan sifat asli baik itu negatif maupun positifnya."
Laut sore itu curhat pada Akash dan Bumi yang selalu setia mendengar keluh kesahnya. Mereka bertiga sedang berada di atap restoran, menunggu kedatangan Ayesha. Sebelum pulang ke Bogor, Bumi sengaja mendatangi dulu restoran sang suami yang penuh dengan ukiran kenangan.
"Kalian tahu, aku merasa gagal jadi suami dan ayah buat Rud," lanjut Laut kemejanya sudah sedikit berantakan, bagian tangan sudah digulung sebatas siku.
"Ayesha itu selalu ungkit-ungkit masa lalu tiap kita ribut. Kejadian-kejadian masa lalu itu kayanya terekam baik di kepalanya," sambung Laut, kemudian menyesap kopi hitam kesukaannya.
Soal merekam ingatan masa silam, perempuan memang ahlinya. Ia bisa lupa pada jarum pentul yang baru disimpan beberapa menit saja, tetapi bisa ingat kejadian sepuluh tahun lalu tanpa ada yang terlewat. Baik itu hal manis, maupun pahit. Terkenang hingga ke akarnya.
"Aku juga nggak tahu masalahnya apa, muter-muter di situ aja. Njlimet, rumit. Dalam seminggu selalu ada hari di mana kita berantem. Terlebih kalau aku pulang dari luar kota," papar Laut selanjutnya. Ia kemudian melihat ponsel, ada pesan masuk dari sang istri yang tengah ia bicarakan itu.
My Wife
[Bentar lagi aku ke situ]
"Sebenarnya itu bentuk kangen Kak Ayesha kek Kakak. Kalian saling rindu tapi, nggak tahu cara ungkapinnya," komentar Bumi.
"Tiap hari ketemu, masa rindu?" elak Laut.
"Tiap hari ketemu itu di mana tempatnya? Pasti cuma ruang makan abis tuh kamar 'kan?" selidik Bumi, ia kemudian menoleh pada sang suami. Minta persetujuan melanjutkan bicara. Akash mengangguk, tanda memberi izin.
"Selama nikah, pernah nggak sih jalan berdua aja. Bener-bener berdua, gitu?" tanya Bumi.
Laut mengingat-ingat, rasanya belum pernah. Jika pun pergi berlibur, itu pasti acara kantor dan pekerjaan.
"Kakak sama Kak Ayesha pernah nggak ngobrol dulu sebelum tidur? Becanda, gitu?" selidik Bumi.
Laut kembali mengingat, rasanya tidak pernah juga. Apalagi makin ke sini, hanya ponsel yang justru malah lebih intens sebagai pengantar tidur.
"Bahaya, tuh!" celetuk Akash yang langsung mendapat cubitan di pahanya oleh Bumi.
"Jangan ditakut-takutin," bisik Bumi kemudian.
"Bahkan Ayesha nggak mau saat aku bilang ingin punya anak lagi, katanya yang ada juga belum tentu terawat dengan baik." Ucapan Laut membuat Bumi terhenyak. Pikiran Ayesha saja sudah negatif begitu.
Bukan sekali dua kali Laut cerita tentang keadaan rumah tangga dan perangai putranya, Rud. Bumi tak bisa seratus persen menyalahkan mereka bertiga. Karena menurut Bumi, pada intinya mereka hanya butuh waktu bertiga tanpa ada hal lain yang mencampuri.
"Kata Kak Ayesha, kakak tuh suka bawa-bawa urusan kerja ke rumah. Istri Kakak nggak suka itu, Kak," lapor Bumi soal Ayesha yang pernah cerita tentang hal itu.
"Di rumah itu waktunya buat keluarga, Kak. Mau sebanyak apapun kerjaan, nggak adil kalo dibawa ke rumah." Bumi menghela napas, ia bahkan rela berhenti kerja demi keluarga.
"Kalau istri adalah jantungnya rumah, maka suami adalah kepalanya. Keduanya harus kompak biar langkah yang dituju sampai ke tempat yang sama," lanjut Bumi.
"Aku gagal, udah telat," keluh Laut.
"Belum, masih bisa diperbaiki, Kak." Bumi beranjak, ia berdiri di samping kursi yang Laut duduki. "Coba bicara dari hati ke hati sama Kak Ayesha. Kakak yang ngalah, Kakak harus lebih banyak ngerti istri Kakak," tambah Bumi sambil merangkul bahu sang Kakak.
"Perangai Rud juga, apa masih bisa berubah?" keluh Laut.
"Semoga dengan adanya Tala, Bang Rud bisa tersentuh hatinya ya, Kak." Bumi melepaskan rangkulannya. "Aku lihat, Tala itu anaknya pintar membawa suasana," sambung Bumi.
Bersamaan dengan itu, Ayesha dan Tala datang. Bumi lekas kembali duduk, ia tak mau Ayesha bertanya yang tidak-tidak.
"Abang udah lama nunggu?" tanya Ayesh setelah menyalami ketiga orang itu, kemudian dirinya dan Tala duduk di kursi yang masih kosong.
"Baru, kok. Kamu udah selesai nugas 'kan?" Laut balik bertanya membuat Ayesha mengangguk. Laut pikir, mungkin kini saatnya memulai tips yang diberikan oleh sang adik.
"Kita jalan, yuk?" ajak Laut membuat Ayesha mengerenyitkan dahi. Bertahun-tahun menikah, baru kali ini Laut mengajaknya pergi berdua.
"Kita nonton, atau kamu mau beli parfum, atau apa mungkin?" Sejujurnya, Laut sungguh kaku mengucapkan hal itu. Sesuatu yang belum pernah ia lakukan selama usia pernikahan mereka.
"Tapi kasian Tala, Bang," ucap Ayesha, antara ingin pergi tetapi tak enak meninggalkan Tala.
"Nggak apa, Tan. Tala bisa pulang sendiri," kata Tala memangkas ragu Tante Eca.
"Jangan sendiri, nanti dijemput Bang Rud aja, ya. Tala di sini aja dulu, nggak apa 'kan?" saran Tante Eca.
"Iya, Tala di sini dulu aja. Atau nanti biar Tante yang anter kamu pulang?" tawar Bumi.
"Biar Rud aja, nanti Om yang suruh Rud ke sini. Kalian kayanya udah lama nggak ketemu 'kan?" sambar Om Laut.
Tala akhirnya mengangguk pasrah, ia pikir tak ada salahnya menurut apa kata Tante Eca.
"Kalau gitu, kita pamit, ya!" cetus Om Laut segera menggandeng tangan sang istri yang hatinya sedang berbunga-bunga.
Om Akash juga pamit dari sana, ia dipanggil oleh salah satu karyawan restoran. Jadilah tinggal Tante Bumi dan Tala yang tinggal. Tante Bumi menanyakan kabar Tala, wanita itu juga minta maaf bila putranya -Akhza- sering berbuat kasar pada Tala.
"Abang itu susah banget untuk akrab sama orang, Tal. Dia beda sama adik-adiknya."
"Aku sama adikku juga beda, adikku malah diem banget. Akunya nggak mau diem."
Tante Bumi tertawa, ia suka dengan Tala yang riang. Tante Bumi juga merupakan salah satu pelanggan rujak Tala.
"Makanya, maafin Abang ya, Tal." Tante Bumi bicara serius.
"Aku yang sekarang bikin salah sama Abang loh, Tan." Tala memberanikan diri menceritakan apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Akhza. Tentang presentasi pria itu yang gagal.
"Bukan gagal, hanya diganti waktu 'kan? Bukan salah Tala juga kalo kopi itu tumpah. Abangnya aja yang teledor," komentar Tante Bumi.
"Tapi Tala nggak enak deh ke Bang Za, dia keliatan sedih gitu, Tan. Katanya janjian sama Prof. Damian itu susah," adu Tala.
"Udah, biarin aja. Baru dapet ujian segitu aja masa Cemen, dia sendiri yang pilih mau jadi dokter. Tante justru pengen dia dapet tantangan yang lebih ektrem selain gagal presentasi." Tante Bumi tertawa, membuat Tala ikut melakukan hal yang sama.
"Kita ngopi di bawah, yuk! Tante yang buatin," ajak Tante Bumi.
Tala tentu semangat, kopinya yang tumpah hari ini akan segera diganti oleh kopi yang lebih berkelas, begitu pikir Tala. Sebelum menikmati kopi, Tante Bumi terlebih dahulu mengajak salat Asar. Tala sungguh kagum dengan bunda dari Akhza itu, beda dengan putranya. Mungkin Akhza menurun dari sifat Om Akash yang memang terlihat angkuh dan dingin? begitu pikir Tala
***
Di dalam sebuah apartemen di daerah Jakarta Pusat, seorang perempuan sedang melakukan pole dance. Ia mengenakan sportwear two pieces warna putih, penampilannya nampak sek si dengan kulit mengkilap karena keringat ditambah tertimpa cahaya lampu yang sudah dinyalakan meski hari masih siang . Otot-ototnya, terutama di bagian tangan pun terlihat ketika melakukan salah satu gerakan di tiang.
Tubuhnya begitu lentur saat berputar sambil berpegangan di tiang. Anak rambut menempel di area dahi dan leher jenjangnya yang putih, membuat seorang pria yang tak lain adalah Rud semakin terpesona dengan kecantikan Ashalina Giandra, nama perempuan itu.
Hanya dengan melihat perempuan itu pole dance lah Rud bisa melupakan sekelumit kekecewaan pada orang tuanya. Sedari kecil, Rud sering mendengar papa mama bertengkar. Mama sering menangis, membuat Rud berpikir bahwa papa jahat. Namun, makin usia Rud bertambah, pria itu sering dengar mama membandingkan papa dengan pria bernama Abimanyu. Sejak saat itu, Rud berpikir bahwa mama belum bisa melupakan orang yang Rud terka adalah mantan mama.
Mama juga sering menyalahkan Rud ketika dirinya mendapat nilai kecil di sekolah. Mama adalah ibu yang baik, hanya saja emosinya cepat tersulut. Mudah marah, tetapi mudah reda kembali. Rud juga tumbuh oleh perkataan mama yang selalu bilang 'Rud bisa ngalahin Bang Za'
Perhatian Rud teralihkan begitu, Gia, perempuan itu akrab disapa, mengakhiri kegiatannya di menit ke 20. Rud langsung menghampirinya yang baru saja menjejak kaki di lantai. Gia, cantik.
"Kamu makin cantik," puji Rud.
"Kamu makin jauh, aku sebel!" tepis Gia malah beranjak menuju lemari pendingin.
Rud tak mau menyerah, ia ikuti langkah Gia yang berhenti di depan lemari pendingin dan mengambil minuman kaleng yang mengandung alkohol.
"Jangan minum ini!" Rud merampas benda itu dari tangan Gia.
"Rud, balikin!" sentak Gia, dia tak akan marah bila stok minuman itu masih ada. Hanya saja tinggal tersisa satu dan sudah Rud sita.
Rud membuka lemari pendingin dan mengambil botol air mineral, lalu membuka tutup dan memberikannya pada Gia. "Minum ini aja!"
"Aku maunya itu!" tolak Gia.
"Sayang, minum ini aja!" bujuk Rud.
"Sayang, sayang ... Tapi ngilang. Kesel ah!" Gia akhirnya mengambil botol air mineral dan menenggaknya sambil berjalan menuju sofa tempat Rud duduk tadi.
"Aku abis kena hukum gegara jatoh di sirkuit, Sayang," ucap Laut sembari mengikuti langkah Gia.
"Bohong, bilang aja kamu udah mulai jalan 'kan sama cewek itu?" tuduh Gia.
"Aku nggak pernah jalan berdua sama dia, selalu bareng keluarga."
"Sama aja, nanti juga lama-lama kamu suka ke dia. Kurangnya aku apa sih, Rud? Aku ninggalin kepercayaan aku dan dibuang keluarga demi kamu, loh!" cecar Gia.
"Kasih aku waktu, ya. Aku nggak mungkin jatuh cinta sama dia," bujuk Rud.
"Selalu itu yang kamu bilang, kenyataannya mana? Buat ngenalin aku ke keluarga kamu aja kamu nggak berani, 'kan? Aku nih artinya apa sih buat kamu?"
"Aku sayang kamu, kamu cukup percaya itu. Aku nggak akan ninggalin kamu," janji Rud.
Haduh, sangat klise. Ucapan pria yang terdesak oleh keadaan. Sayang, Gia malah percaya. Ia lagi-lagi luluh. Bahkan menyerahkan kembali keseluruhan dirinya pada Rud hari itu. Tak puas di sofa, mereka pindah ke kamar lalu di bawah guyuran shower yang meletis tubuh keduanya. Rud abaikan pesan sang mama yang menyuruhnya menjemput Tala. Ia bahkan menonaktifkan ponsel karena tak mau lagi diganggu oleh hal-hal yang menurutnya tak penting setelah mengirim pesan pada Tala.
[Aku nggak bisa jemput kamu, maaf. Pulang sendiri aja]
***
Makasih masih setia ngikutin. Komen yang banyak, biar aku semangat. Vote dan hadiahnya juga boleh dilempar ke Rud, nih malam ini. Makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Kasacans 5924
oh ini yo rud sma gia knp ndk disetujui sm mama ny rud
2024-07-28
0
Kaka Ilyas
rud km ikut jejak siapa sih
2024-01-18
0
Kaka Ilyas
itu lah wanita hal sekecil apapun tak lekang dr ingatan
2024-01-18
0