"Kamu masuk malem, 'kan?" tanya Akhza tanpa menoleh ketika dirinya dan Tala sudah keluar dari gedung dan mulai menapaki pelataran rumah sakit.
"Iya, sebenernya Abang mau ajak aku ke mana, sih?" protes Tala, sambil menggigit ujung kemasan coklat pasta.
"Ngopi di tempat ayah," jawab Akhza sekilas menoleh, melihat Tala menikmati camilan kesukaannya.
"Abang bukannya nggak suka kopi?" tanya Tala ketika mereka hendak menyebrang jalan. Akhza tak lekas menjawab, dia sibuk menggerakkan tangan meminta jalan pada para pengemudi agar dirinya dan Tala bisa menyebrang dengan selamat.
"Kamu yang ngopi," sahut Akhza saat mereka sudah sampai di pelataran restoran.
"Bang, malu," kata Tala sambil menghentikan langkah membuat Akhza melakukan hal sama dan menoleh.
"Kamu pake baju meski nggak tertutup, nggak usah malu."
"Ini udah tertutup," gumam Tala sambil mengusap lengan yang terbungkus kemeja krem. Sebagai bawahan Tala juga memakai rok plisket di bawah lutut, tak terlalu pendek bukan?
"Ya udah ngapain malu?"
Akhza kembali berbalik, "ayo cepet nanti keburu magrib," lanjut Akhza meneruskan langkah membuat Tala melakukan hal sama.
Restoran ramai di waktu sore, Akhza sesekali menengok pada Tala takut gadis itu tertinggal. Namun, sepertinya Tala mulai bisa mengimbangi langkah Akhza.
"Kamu mau kopi hitam atau apa?"
"Terserah, apa aja."
"Jangan terserah, pilih aja. Tuh!" tunjuk Akhza saat keduanya sudah berdiri di depan meja kasir dan terpampang nyata menu kopi di sana.
"Abang, ish semalam bikin riweuh bunda!" gerutu penjaga kasir.
"Lupa ngabarin," sahut Akhza sambil mengusap tengkuk. "Attar udah dateng?" tanya Akhza selanjutnya.
"Udah nungguin di atas," tunjuk wanita itu ke arah tangga menuju rooftop.
Sementara itu, Tala menyipitkan mata berusaha memilih kopi sesuai titah Akhza.
"Kopi yang cocok diminum sore-sore gini, naon (apa), Teh?" Akhza menolong Tala untuk segera menjatuhkan pilihan.
"Moccha aja ya, jigana (kayana) cocok buat si Eneng." Sang kasir menunjuk ke arah Tala. "Itu sudah habis choki-chokina, buang ih!" lanjut wanita itu lalu bertanya Akhza ingin makan apa?
Akhza memesan kentang goreng untuk Tala dan ia sendiri minta roti bakar biasa saja serta air putih hangat untuk minumnya. Kemudian pria itu merampas bekas kemasan coklat pasta yang masih Tala pegang, dan dibawanya ke balik meja kasir untuk dibuang pada tempat sampah. Setelah itu ia kembali mengajak Tala melangkah menuju rooftop.
Semilir angin sore serta petikan gitar dan senandung seseorang menyambut kedatangan Tala dan Akhza. Di kursi kayu yang menghadap pada meja persegi sudah duduk Attar yang sedang bernyanyi.
Biar dia merindukanmu sendiri, oh ho
Jangan resah dia pasti pikirkanmu
Attar sepertinya lupa lirik, ia hanya menggumam membuat Tala lekas ikut bersenandung.
Walau kau tak tahu huu
Hingga di ujung malam
Yeah!
Attar menghentikan memetik gitar begitu tahu sang abang dan Tala datang.
"Gils, Teh Tala tahu lagunya?" pekik Attar.
"Ish, Dilan tea atuh!" seru Tala masih berdiri dan Akhza malah sudah duduk sambil memeriksa kameranya yang sudah beberapa waktu disabotase Attar.
"Duduk, Tal." Tanpa memalingkan pandangan dari kamera, Akhza bicara dengan suara berat membuat Tala akhirnya duduk.
"Gila kamu, Tar. Kamera aku dipake motoin cewek doang." Akhza memandang tak percaya kameranya. "Ayah tahu diceramahin tujuh hari tujuh malam kamu, bukan tujuh menit lagi," lanjut Akhza sambil meletakan kamera ke atas meja. Kesal.
"Berarti aku normal, Bang. Masih suka cewek. Nah, Abang?" ejek Attar, sudah biasa dia seperti itu.
Tunggu dulu, Akhza bukan tak normal. Buktinya dia pernah suka ke Ara, meski ditolak secara halus. Masa ABG sampai remaja beranjak ke dewasa ia habiskan waktunya hanya tertuju pada Ara. Seolah di sekitarnya tak ada gadis lain. Akhza pernah merasa hancur, kalau kata anak muda sekarang definisi dari sakit yang tak berdarah. Namun, ia sudah lupakan itu semua. Dikuburnya perasaan pada Ara hingga tak berbekas di hati apalagi kini, gadis itu sudah resmi dilamar oleh Aro.
"Aku sibuk kuliah, mau ambil spesialis abis selesai ini. Bukan nggak normal!" sanggah Akhza, ia sebetulnya paling malas menjelaskan tentang keadaan dirinya pada sembarang orang.
Akhza lebih suka hanya pada bunda ia ceritakan semua rencana dan keinginannya.
"Lagian ngapain dah semangat banget jadi koas?" ledek Attar.
"Kamu pikir kuliahku murah? Nggak bisa lah aku sembarangan ngejalanin koas ini. Kasian ayah yang udah biayain," terang Akhza.
"Teh Tala tahu nggak arti koas itu apa?" Attar beralih bicara dengan Tala.
"Ya asisten, tahapan buat jadi dokter beneran." Tala menjawab datar.
"Bukan, koas itu artinya kumpulan orang-orang salah," kelakar Attar.
Tala sejenak berpikir, kemudian tertawa. "Ih, bener ... Bener, emang iya koas itu paling disalahin mulu. Nggak bisa bela diri apalagi unjuk gigi."
"Ghibah, ghibah ....!" sindir Akhza kembali mengambil kamera.
Tak lama pesanan Akhza datang, membuat pria itu segera menyuruh Tala menikmati makanannya. Akhza lahap menyantap roti bakar, sambil sesekali menyesap air putih hangatnya.
"Berapa purnama nggak makan, Bang? Lahap bener," ledek Attar, tetapi tak digubris Akhza hingga ia menghabiskan dua tumpuk roti bakar, bahkan masih sempat menyicip kentang goreng milik Tala. "Minta ya, Tal," ucapnya membuat Tala mengangguk. Sopan juga ternyata, pikir Tala.
Akhza kembali mengambil kamera, sedangkan Tala dan Attar asyik mengobrol yang sama sekali bukan dunia yang disukai Akhza. Kalau ada yang bilang Akhza aneh, mungkin iya. Dia tak terlalu suka musik. Film juga hanya tahu beberapa judul.
"Aku nggak terlalu suka spiderman sih, Iron man deh aku suka. Twilight saga suka juga, karena udah lebih dulu baca novelnya." Tala menyebut film kesukaannya saat Attar bertanya.
"Fix, Teh Tala udah nggak lugu kalo nonton Twilight mah. Hahaha," ledek Attar.
"Kamu apa kabar nonton spiderman? Hah!" balas Tala.
"Aku tutup mata, Teh," kilah Attar.
"Bukannya malah diulang-ulang?" tuding Tala membuat Attar tertawa sebab hal itu memang benar adanya.
Akhza menggeleng, ia tahu apa yang sedang dibicarakan kedua orang itu. Namun, tak selera menanggapi malah asyik membidik senja yang terlihat memesona. Selain itu, ada beberapa pot bunga yang jadi daya tarik Akhza. Sampai akhirnya, bidikannya mengenai wajah Tala yang sedang tertawa. Tanpa sadar, pria itu beberapa kali memotret Tala. Saat gadis itu sedang menunjuk-nunjuk udara.
"Ih bener banget, Ya Allah aku suka banget sama Vino tuh makin lama makin keren, ya!"
Lalu, Tala menyelipkan rambut ke belakang telinga dengan gerakan perlahan. "Aku tuh suka puisi, makanya AADC juga nonton. Padahal film lama ya."
Kemudian saat gadis itu mengusap-usap lengan, mungkin merasakan dingin karena embusan angin sore itu. "Jangan, jelek. Kamu kayanya lebih cocok agak gondrong dikit," kata Tala saat Attar bilang ingin membuat kepalanya botak, tentu saja itu hanya ucapan belaka.
"Teh Tala cantik," ucap Attar membuat Tala tiba-tiba bungkam. Pun Akhza yang sedang memotret Tala entah sudah ke berapa kalinya.
"Deuh, bocil. Jangan mau dirayu dia, Tal!" kata Akhza lalu meletakan kembali kameranya.
"Ke RS sekarang, yuk!" Akhza beranjak dari duduknya.
"Loh, bukannya jam Abang dah selesai. Dokter Guntur kulihat udah pulang dari tadi," komentar Tala.
"Ada sesuatu yang ketinggalan, sekalian mau solat di sana."
Tala hanya mengucap oh tanpa suara. Padahal, tak ada barang Akhza yang ketinggalan di rumah sakit. Benar kata Tala, hari itu dokter pembimbingnya juga sudah pulang, Akhza bisa meninggalkan rumah sakit pula. Namun, ia merasa bertanggung jawab untuk memastikan Tala kembali ke rumah sakit dengan selamat.
Tala pamit pada Attar, dibalas pemuda itu dengan ucapan hati-hati dan sampai jumpa lagi. Seperti biasa, Akhza berjalan lebih dulu tanpa mau didahului Tala, apalagi sejajar dengan gadis itu.
"Dasar, Abang. Kasian juga ya nasibnya, tiap suka sama cewek saingannya mesti sodara sendiri," gumam Attar begitu melihat ada beberapa foto Tala pada kamera. "Nggak bisa ngelak, lu, Bang!"
***
Tala dan Ana baru saja keluar dari ruangan memeriksa pasien kala suara gaduh beberapa perawat berlarian di koridor.
"Pasien membludak oi!" teriak salah satu perawat.
"Ada apa, sih?" tanya Tala.
"Dua belas orang korban banjir yang lagi ngungsi keracunan makanan katanya," jawab perawat lain.
"Tala." Sebuah suara membuat Tala menoleh.
"Abang belum juga pulang?" tanya Tala.
"Dek koas, mana lagi ini? Sini ... sini! Banyak pasien, tolong dibantu!" teriak seorang dokter perempuan.
"Gimana mau pulang, coba?" ucap Akhza dengan luluman senyum.
"Terpaksa, Bang. Yuk, bareng?" tawar Tala tak peduli pada Ana.
Anggap ucapan terima kasih karena sudah ditraktir kopi dan roti enak.
"Nanti selesai periksa pasien tidur aja, Tal. Kasian pasien malah ketakutan liat mata panda kamu," bisik Akhza kemudian melangkah lebih dulu, setengah berlari.
"Ish, nyebelin," gumam Tala, tetapi tersenyum juga.
"Princess Ana mencium bau-bau ketidak beresan, mesti wajib dan kudu diselidiki." Ana mulai curiga dengan gelagat Tala dan Akhza.
***
Makasih buat yang masih setia nemenin, udah kasih poin dan vote. Juga udah ingatin typo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Kaka Ilyas
manis nya senyum abang/Drool/
2024-01-19
0
Kaka Ilyas
nah iya bener a atar knp nasib abang saingan nya ma sodara sendiri ya/Facepalm/
2024-01-19
0
Kaka Ilyas
jatuh hati ma tala ya bang, sayang nya udah mau milik org bang.. demen amat sing abang sama punya org🤣
2024-01-19
0