Ikatan Pocong..

Dua bulan telah berlalu.

Predikat manusia sudah gak bisa gue pakai lagi. Sekarang, predikat yang melekat di gue adalah sebagai setan penasaran.

Malam itu gue lagi benar-benar sedih. Karena, gue selalu teringat sama si Rahel.

"Kamu dimana, dengan siapa, semalam berbuat apa, kamu dimana, dengan siapa disini aku menunggumu dan bertanya?"

Sekarang, dunia gue sudah berbeda. Mungkin memang sudah jalannya seperti ini. Dalam benak hati gue, sebenarnya masih ada satu pertanyaan. Kenapa gue jadi setan, kata si Poli, setiap penghuni baru di komplek pocong itu pasti langsung jadi pocong.

Malam itu gue lagi duduk santai di taman komplek. Namun, tiba-tiba gue di tegur oleh sesosok Pocong yang berwarna hitam.

“Loe siapa?"

“Gue penghuni baru, Cong,"

“Penghuni baru. Kok, loe gak kayak gue, jadi Pocong.”

“Gue juga gak tahu, cong. Terus kenapa kain kafan loe warna hitam, Cong,"

"Oh, gue salah masukin Rinso, yang gue masukin malah wantex hitam Jadi gini deh, hitamnya permanen,"

"Masa kain kafan bisa di cuci?"

"Bisa dong, kan kain kafan pocong itu seragam sehari hari, kalau sudah kotor dan gak layak pakai, ya harus di cuci, hidup itu harus bersih. Karena, kebersihan itu sebagian dari pada iman,"

Pocong unik itu pun langsung duduk di samping gue.

"Nama loe siapa?"

"Gue Dika, Cong!" Gue pun langsung kenalan dengan Pocong unik itu, di saat gue ingin berjabatan tangan. Gue lupa, Pocong kan gak punya tangan.

“Gue Poci, penghuni lama disini. Loe kayaknya lagi sedih, punya masalah apa. Cerita aja sama gue."

"Gue belum ikhlas dengan kematian gue, Ci,"

"Gak boleh gitu, sebagai mantan manusia, kita juga harus belajar ikhlas dalam menerima kenyataan. Itu semua sudah menjadi takdir. Karena takdir tidak dapat di rubah," Ujar Si Poci. Entah kenapa, gue langsung akrab sama si Poci, padahal gue baru kenal.

“Kalau boleh tahu, loe mati karena apa, Ka?"

“Gue jatuh dari motor, kalau loe kenapa, Ci?"

"Gue kesetrum, waktu main hp sambil ngeces."

“Oh ya, Ci. Gue mau nanya, kenapa sih pemakaman yang di belakang komplek rata-rata penghuninya Pocong semua?”

“Jelas lah, itu kan pemakaman khusus Pocong. Setiap penghuni baru di makam itu, sudah jadi tradisi harus menjadi Pocong.”

“Oh gue ngerti, pantes saat pertama kali gue tiba di pemakaman itu, gue langsung di kasih baju kebesaran Pocong sama si Poli,"

“Memangnya, loe gak langsung jadi Pocong?”

“Enggak, Ci!"

“Aneh, kok bisa, ya. Biasanya, kalau ada penghuni baru di sana itu pasti langsung jadi Pocong. Terus, kenapa gak loe pakai baju kebesaran Pocong pemberian si Poli?"

“Gue gak mau lah, gue masih ingin bebas bergerak,"

“Tapi, loe jangan terlalu dekat sama si Poli, ya. Dia itu Pocong yang bandel."

“Si, Poli?"

“Iya, si Poli. Dia itu ketua The PaPoUn,"

“Papoun, apaan Ci?"

"Pasukan Pocong Unyu. Biasalah, tiap komplek pemakaman itu punya komunitas tersendiri.''

"Terus, loe termasuk di dalamnya, Ci?"

"Enggak."

"Memang kenapa?"

"Gak kenapa-napa, gue males aja kalau nanti terjerumus jadi pocong bandel, gue kan pocong yang baik-baik, hehe,"

Gue pun mulai merasa nyaman sama si Poci.

Entah kenapa malam itu terlintas di pikiran gue tentang si Rahel. Rasa kangen mulai mengendap di benak hati gue.

“Loe Mau kemana, Ka?”

“Gue, mau melihat pujaan hati gue, Ci,"

"Pujaan hati?"

"Iya, Ci. Dulu, waktu gue masih jadi manusia, ada satu wanita yang benar-benar gue sayang. Gue mau melihat kondisinya saat ini,"

"Percuma, Ka. Dia gak bisa lihat loe,"

"Gue tahu dunia gue sama dia sekarang sudah beda. Tapi, gue masih sayang, Ci,"

“Gue boleh ikut, gak?"

“Ya sudah Ikut aja, Ci. Temenin gue,"

Gue pun langsung pergi menuju kediaman si Rahel. Sesampainya di depan rumahnya.

"Wah, rumahnya gede juga, Ka?" Gue pun langsung manjat gerbang.

“Loe mau jadi maling, Ka. Segala manjat gerbang. Loe kan setan, tinggal nembus aja,"

“Gue gak kayak setan yang lainnya, gue gak bisa apa-apa."

“Setan kok, gak punya ilmu ghaib. Ya sudah, loe pegang pundak gue, jangan lupa pejamkan mata,"

"Buat apa,Ci?" Tanya gue heran.

"Pegang aja!"

Setelah gue memejamkan mata sambil memegang pundak si Poci.

“Sekarang, loe bisa buka mata, Ka," Ucap si Poci. Ternyata, gue sudah berada di dalam kamarnya si Rahel, sumpah gue senang banget. Ternyata pocong kekuatannya hebat juga.

Saat itu gue lihat si Rahel sedang tertidur pulas. Gue benar-benar gak tega melihat keadaannya dan yang lebih membuat hati gue pilu, gue melihat foto-foto kenangan gue berdua saat bersamanya semasa gue masih hidup. Air mata gue pun keluar dengan sendirinya.

“Lo kenapa, Ka?"

“Gak kenapa napa kok, Ci. Sekarang kita pergi aja,"

Setelah mencium keningnya, gue pun memutuskan untuk pergi.

Keesokan malamnya.

"Ci, bantu gue lagi ya?"

"Siap. Pegang pundak gue lagi,"

Sesampainya gue di dalam kamarnya. Gue melihat si Rahel sedang menulis sesuatu di buku hariannya.

”Kenapa, mengapa, kenapa, mengapa, kenapa, mengapa, kenapa, mengapa," Hanya kata-kata itu aja yang dia tulis.

"Seandainya waktu bisa di putar," Ucap hati gue.

“Kayaknya loe sayang banget sama dia, Ka?”

“Gue bukan sayang lagi, Ci. Tapi, benar-benar sayang, gue merasa dunia ini sudah runtuh kalau tanpa dia,"

“Ingat, dunia loe sama dia sudah berbeda,"

“Gue tahu dunia gue sudah berbeda. Meski pun gue sudah jadi setan, rasa sayang dan cinta gue gak akan pernah hilang,"

Gue pun sempat ngecek hp miliknya dan ternyata dia masih menyimpan nomor gue.

Dan di saat gue membaca chat WA nya. Hati gue semakin pilu.

"Ka, gimana kabar, loe ✓"

"Gue kangen sama loe, Ka. Oh, ya. Bokap gue ingin main catur lagi sama loe✓"

"P✓"

"Gue harap loe bisa tenang ya di dunia loe yang baru. Kondisi gue disini baik-baik saja, Kok✓"

"P✓"

"P✓"

"P✓"

"Ka, bales dong, chat gue. Gue mau tahu kabar loe sekarang gimana?✓"

"P✓"

Malam demi malam gue lewati dengan penuh kehampaan. Tapi, berkat si Poci yang selalu nemenin gue, gue pun bisa happy menjalani semuanya.

Enam bulan telah berlalu. Tapi, rasanya baru kemarin gue pergi ninggalin dunia manusia.

“Loe benar sayang sama dia, Ka?"

“Gue benar-benar sayang, Ci. Rasanya, gue ingin banget meluk dia. Tapi, itu gak mungkin,"

“Mungkin dong,"

“Maksudnya?"

“Loe buka ikatan kain kafan yang ada di kaki gue,"

“Buat apa, Ci?”

“Sudah buka aja,” Gue pun langsung membuka ikatan yang berada di bagian kakinya. Gue bingung banget. Setahu gue, tali pocong kegunaannya hanya untuk penglaris usaha aja.

“Tali pocong itu sangat berguna buat loe. Tapi, ingat. Hanya satu kali pakai aja, setelah itu fungsinya akan hanya jadi tali pocong biasa,"

“Maksudnya, Ci?"

“Dengan tali pocong itu, Loe bisa bertatap muka langsung dengan si Rahel!"

“Loe serius, Ci?"

“Gue serius, manfaatin dengan sebaik-baiknya ikatan tali pocong itu,"

“Caranya gimana, Ci?"

“Ikat di lengan loe, Ka. Nanti loe bisa jadi manusia. Ingat, khasiat tali pocong itu hanya 5 menit, setelah itu, loe jadi setan lagi,"

“Terus, loe gimana, Ci. Bisa jalan dong,''

“Meskipun gue bisa jalan, gue tetap berkomitmen sebagai Pocong. Lompat adalah jalan ninjaku, hehe,"

Gue langsung meluk si Poci, si Poci memang sahabat gue yang terbaik.

Keesokan malam harinya.

Saat itu gue lagi menyendiri di makam gue. Sialnya, geng The Papoun datang menghampiri gue.

“Ngapain loe masih disini, di sini khusus Pocong," Jelas si Poli.

“Terserah gue, ini makam-makam gue, bukan urusan loe,"

“Wah bos, kayaknya nih anak makin kurang ajar,” Ujar si Betty.

“Harus di beri pelajaran nih Bos," Sahut si Potty.

“Gak usah. Oh ya, gue mau tahu alasan kenapa loe gak mau jadi Pocong?”

“Mana gue tahu. Lagi pula jadi pocong itu ribet, jalan saja harus lompat-lompat."

“Benar juga tuh, Bos," Ujar si Pokky.

“Loe dukung siapa, sih?” Ucap Poli kesal.

“Sorry Bos!”

“Kalau loe gak mau jadi Pocong, loe harus nurut sama kita-kita,"

"Kenapa gue harus nurut?"

"Karena l, derajat setan lebih rendah dari pada Pocong," Jelas si Poli.

Di saat gue lagi berdebat dengan geng The Papoun berandalan komplek. Si Poci datang dan langsung ngajak gue pergi. Tapi, anehnya, mereka seperti ketakutan saat melihat si Poci.

Malam itu gue di ajak si poci main ke komplek pemakaman setan. Pertamanya sih gue takut. Tapi, gue kan setan, masa setan takut setan.

"Ini komplek ngesot, Ka. Kebanyakan, yang di tinggal di sini itu, suster atau pun dokter. Jadi jangan heran kalau main ke sini banyak suster ngesot atau pun dokter ngesot," Jelas si Poci.

Baru gue mau ninggalin komplek ngesot itu, gue di datengin sama dokter ngesot.

"Tunggu, tunggu,"

"Kenapa, Dok?"

"Ini obat untuk kamu!"

"Obat, maksudnya dok. Saya kan setan,"

"Saya tahu kamu setan, saya juga setan. Tapi kamu butuh obat ini,"

"Ini obat apa, Dok?"

"Ini obat agar kamu kuat dalam menjalani hidup. Karena, pura-pura bahagia itu butuh cukup banyak tenaga,"

"Sue nih, dokter ngesot. Perkataannya suka benar,"

Next

"Selanjutnya ini komplek baby,"

"Baby?"

"Iya, Ka. Rata-rata yang tinggal di sini itu anak hasil aborsi atau anak kecil yang meninggalnya gak wajar,"

"Dasar manusia, kelakuannya lebih bejat dari pada setan. Bikinnya aja mau, Tapi gak mau bertanggung jawab," Tiba-tiba, kaki gue di tarik-tarik oleh anak kecil yang sedang membawa bola plastik. Kondisi anak kecil itu penuh dengan luka memar.

"Kenapa, Dek?"

"Ka, kita main lempar bola yuk," Tanpa pikir panjang gue pun langsung mengiyakan ajakan anak kecil itu.

"Sudah dulu ya, Dek,"

"Makasih ya, Kak. Sudah mau nemenin saya main,"

"Iya Dek. Oh ya, kalau boleh Kaka tahu. Kenapa wajah Adek lebam seperti itu?"

"Ini karena orang tua saya, Ka. Sewaktu saya hidup, saya sering disiksa. Setiap orang tua saya bertengkar, selalu saya yang jadi pelampiasan kemarahan mereka,"

"Ya sudah, kamu jangan dendam ya dengan kedua orang tua kamu. Kamu doain agar mereka cepat dimakan godzila"

"Iya, Kak,"

Next

"Ini komplek pemakaman apa, Ci? panas banget hawanya?"

"Yang tinggal di sini koruptor, Ka. Mereka gak bisa bebas berkeliaran seperti kita-kita. Mereka lagi di siksa sama pemilik komplek pemakaman, mangkanya suasana disini sangat panas,"

Ingat ya kawan kawan, jangan pernah korupsi.

Setahun telah berlalu.

Aktifitas yang gue lakukan setiap hari hanya mondar-mandir gak jelas. Maklum, namanya juga setan penasaran.

Dan sekarang gue sedikit lega. Karena, si Rahel sudah mulai ceria lagi dalam menjalani kehidupannya.

Seperti biasa, malam itu gue lagi suntuk banget. Gue pun mutusin untuk mencari si Poci. Karena, kalau bersama si Poci, dia bisa bikin gue ceria. Secara, dia itu Pocong yang unik.

Baru gue jalan dua langkah dari taman komplek, gue merasakan kehadiran satu sosok pocong. Dan dugaan gue benar, ternyata ada satu sosok Pocong wanita cantik yang lagi ngikutin gue.

“Siapa loe?"

“Loe bisa ngelihat gue?"

“Ya bisalah, gue kan setan,"

“Gue kira loe manusia, niat gue sih cuma mau nakut-nakutin aja," Ternyata Pocong yang lagi mau iseng.

Gue pun bingung, katanya mau nakut-nakutin. Tapi, ngikutin gue terus.

“Mau loe apa, sih. Ngikutin gue terus?”

“Gue mau kenalan,"

“Gue gak salah denger?”

"Serius, gak tahu kenapa saat pertama kali gue lihat loe, gue merasa punya suatu ikatan yang sama,"

"Ikatan cinta?"

"Bukan,"

"Terus apa?"

"Ikatan pocong, Oh ya, ngomong-ngomong, loe mau kemana?"

"Bukan urusan, loe Cong," Gue pun langsung pergi.

"Sombong banget sih, jadi setan, gue sumpahin loe jadi setan," Ujar si pocong cantik. Namun sebelum gue pergi jauh.

"Hei, tunggu!"

"Apa lagi, sih?"

"Gue mau ikut!"

"Ya sudah, putar badan loe Cong," Ternyata dia polos juga. Setelah dia memutar badannya, gue langsung pergi dengan tergesa-gesa ninggalin dia.

"Sampai kapan gue kayak gini?" si Pocong cantik itu pun menoleh.

"Ihhhhhhhhh, sebel!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!