Dasar Setan..

Dan untuk yang ke 47 kalinya gue di tolak. Mungkin memang bukan jodoh gue. Namanya Aisyah, gue kenal dan dekat dengannya kurang lebih tiga bulan.

Siang itu gue sedang duduk santai di kantin sama si Bayu.

"Enak yu, pacaran sama si Elisa plus si Sasa?"

"Gue sudah lama putus, Ka?"

"Pasti Loe yang di putusin lagi, ya"

"Engga, kali ini gue yang mutusin dia"

"Kenapa loe putusin, si Sasa sama si Elisa kan cantik"

"Cantik gak menjamin bahagia, Ka. Si Elisa terlalu loyal, apa yang gue mau pasti di turutin sedangkan si Sasa terlalu brutal," dan saat itu juga gue melihat si Aisyah sedang duduk seorang diri, dia sedang asyik membaca buku.

"Loe kenal si Aisyah, Yu?"

"Memang kenapa?"

"Engga, gue suka aja. Anaknya muslimah banget, cocok kalau gue yang jadi imamnya,"

"Loe shalat aja bolong-bolong, Ka,"

"Siapa tahu, Yu. Kalau gue jadi imamnya gue bisa berubah dan lebih religius lagi. Kira-kira kalau si Aisyah gue tembak, di terima gak ya?"

"Jangan deh, Ka,"

"Kenapa jangan, atau Loe suka ya. Mending gue tembak sekarang aja, ah. Nanti ke tikung lagi sama Loe," Gue pun langsung menghampiri si Aisyah.

"Assalamualaikum, Aisyah?" Sapa gue

"Wa'alaikumussalam, Ka,"

"Loe gak pesan makan?"

"Gue sudah kenyang, Ka"

"Oh ya, Syah. Gue mau bicara sesuatu yang penting"

"Apa yang penting, Ka?"

"Loe mau gak jadi pacar gue?"

"Gue gak bisa, Ka,"

"Kenapa gak bisa?"

"Gue sudah di jodohin, Ka,"

"Di jodohin, sama siapa?" Tanya gue heran.

"Sama gue, Ka," Ucap si Bayu yang sudah ada di belakang gue.

"Gue tinggal dulu ya, Ka. Rezeki anak Soleh," Ucap si Bayu yang langsung pergi sama si Aisyah.

"Sialan si Bayu, hoki terus tuh, anak.

Jangan-jangan airnya bagus," Celetuk gue.

Dan untuk yang ke 48 kalinya gue di tolak. Mungkin bukan di tolak. Tapi, gue belum beruntung aja.

Hari itu gue lagi joging pagi bersama wanita yang gue taksir, namanya Merli, mungkin baru tiga bulan gue kenal dia.

"Mer, tungguin gue,"

"Lemah banget jadi cowok, baru lari berapa menit aja udah ngos-ngosan,"

"Ngaso dulu, mer. Gue gak kuat," Gue berdua pun mutusin untuk istirahat sejenak di bangku taman.

"Gak kuat, gue," Keluh gue sambil beberapa kali tarik nafas.

"Mangkanya, Ka. Tiap pagi biasakan olahraga,"

"Iya, mer. Gue jarang olahraga. Oh ya, Mer. Kita kan sudah kenal lama, loe mau ga?"

"Mau apa, beli minum?"

"Bukan," Ucap gue yang masih tengah engah karena lelah.

"Makan?"

"Bukan," Gue masih terengah-engah.

"Apa atuh, udah ah, gue mau lanjut lari lagi," Si Merli melanjutkan lari paginya, sedangkan gue lebih memilih untuk istirahat sejenak dan malah ketiduran. Selang beberapa menit, gue di bangunin sama si Merli.

"Ka, bangun. Sudah siang" Dan benar aja, suasana saat itu sudah mulai sepi dan gue lihat si Merli sedang duduk di atas motor dengan seorang cowok yang gak gue kenal.

"Gue pulang duluan ya!"

"Dia siapa, Mer?" Tanya gue.

"Pacar gue, barusan gue jadian, padahal gue baru kenalan tadi pagi. Oh ya Loe tadi mau apa?"

"Loe mau ga beliin gue air mineral, gue haus," Ucap gue. Padahal niat gue tadi ingin nembak dia. Ternyata gue belum beruntung.

Dan untuk yang ke 49 kalinya gue di tolak. Mungkin bukan di tolak. Tapi, sistim kontrak.

Siang itu gue lagi duduk santai sama si Bayu di teras rumah gue.

"Gimana yu, Loe masih pacaran sama si Aisyah?"

"Gue sudah lama putus, Ka,"

"Kenapa putus?"

"Belum jodoh aja, Ka,"

"Kan Loe berdua di jodohin,"

"Sulit untuk untuk di jelaskan dengan kata-kata, Ka," Saat itu juga handphone gue yang berada di atas meja berdering. Dan yang menelepon gue si Karin, kurang lebih gue sudah kenal dia tiga bulan.

"Tumben si Karin nelpon gue," Ucap gue.

"Karin siapa, Ka?"

"Calon pacar gue, dia tinggalnya di blok sebelah gak jauh dari sini,"

"Kenapa, Rin?" Tanya gue.

"Loe sibuk gak hari ini?"

"Engga, memang kenapa?"

"Ka, Loe kan jomblo, gue juga jomblo. Nanti sore gue ada acara reunian SMA. Loe mau gak jadi pacar gue?"

"Ya jelas mau lah, tapi Loe serius?"

"Serius!" Gue pun sangat senang, Si Bayu saat itu sangat heran melihat tingkah laku gue.

"Loe kenapa, Ka. Seneng banget kayaknya?"

"Si Karin nembak gue," Jelas Gue.

"Sekarang kita surah resmi jadian, Rin?"

"Iya, Ka. Tapi!"

"Tapi kenapa?"

"Kita jadiannya 3 jam aja ya, setelah reunian selesai, kita putus," Mendengar penjelasannya gue langsung down.

"Ya sudah deh, gue juga mau merasakan punya pacar walaupun sebentar,"

"Gue kerumah Loe ya sekarang, gue otw," telepon pun mati.

"Lagi-lagi gue jadi badut," Ucap hati gue.

10 menit berlalu, Si karin pun tiba di rumah gue.

"Tunggu dulu ya, Rin. Gue mau ganti baju dulu. Oh ya, ajak ngobrol si Karin, yu. Biar loe gak bete," Gue pun langsung masuk kedalam rumah ninggalin si Bayu sama si Karin.

Setelah gue rapih dan keluar rumah, ternyata si Bayu sama si Karin sudah menghilang pergi entah kemana.

"Mereka berdua pada kemana, kok ngilang?" dan saat itu juga ada notifikasi chat WA dari si Karin.

"Sorry ya, Ka. Gue perginya sama teman loe si Bayu, gue sudah jadian barusan, benar-benar jadian, habis teman loe ganteng banget," Dan terjadi lagi, si Bayu benar benar hoki.

"Sialan si Bayu, hokinya gak abis-abis," Celetuk gue.

Ceritanya selesai.

"Ternyata, kisah loe lucu juga, Ka. Loe benar-benar sial soal cinta,"

"Gue gak mau kisah sial gue terulang lagi. Sebenarnya, gue sudah lama sayang sama loe, loe mau gak jadi pacar gue?"

"Pacar?"

"Iya, Pacar. Tapi, bukan pacar aja. Gue mau loe itu sebagai calon mempelai hidup gue nanti,"

Seketika semua terasa hening.

“Gue sayang banget sama loe, Hel,"

“Gue belum bisa jawab sekarang, gue butuh waktu, Ka,"

"Sampai kapan pun, gue tunggu jawaban loe, Hel,"

Begitu lama perasaan cinta dan sayang yang selama ini terpendam. Akhirnya, bisa  gue ungkapkan juga. Gue senang banget.

Sore itu, setelah mengantarkan si Rahel pulang. Di dalam perjalanan, gue melihat ada lansia yang sedang menunggu angkot tasnya di jambret, lantas gue inisiatif untuk mengejar jambret itu.

"Woy, jambret. Berhenti loe," Teriak gue. Gue terus mengejar jambret itu. Tapi sial, motor gue di tendang sama jambret itu dan seketika oleng dan terjatuh, kepala gue terbentur trotoar dan menyebabkan gue meninggal dunia seketika di hari itu.

Setelah membuka mata, gue melihat tubuh

gue sudah terbaring di kamar jenazah. Keluarga gue benar-benar sedang berduka saat itu. Dan dari kejauhan gue melihat si Rahel menghampiri tubuh gue yang sudah kaku menjadi mayat.

"Kenapa loe pergi secepat itu, Ka?" Ucap si Rahel menitikkan air mata.

"Ini bukan keinginan gue, Hel," Ucap gue. Tapi percuma, Dia gak akan bisa dengar gue. Yang bisa gue lakukan saat itu hanya menatapnya dengan penuh ketidak kepercayaan.

Di saat gue mau  menghampirinya, langkah kaki gue terhenti dan gue terjatuh ke sesuatu tempat.

Setelah gue tersadar. Gue gak melihat sesuatu, karena tempat itu sangat gelap.

“Apa ini dunia setelah kematian?" Tanya hati gue. Lalu, cahaya pun muncul dan gue sudah berada di sebuah lorong yang di mana, setiap kanan-kiri lorong itu terdapat sebuah pintu misterius.

Dalam kebingungan, gue terus berjalan di lorong itu sambil memperhatikan setiap tulisan yang ada di atas pintu itu.

Di setiap pintu itu bertuliskan Jadi kuyang. Jadi Kunti, Jadi Siluman, Jadi suster ngesot. Jadi Manusia, Jadi Wibu dan seperti itu seterusnya.

Di saat gue lagi memperhatikan salah satu pintu yang di atasnya bertuliskan jadi genderuwo. Tiba-tiba, pintu itu terbuka dan dari dalam pintu muncul sesosok genderuwo yang sangat menyeramkan.

Gue benar-benar panik. Saking paniknya gue langsung lari dan masuk ke salah pintu yang berada di belakang gue. Pintu itu bertuliskan Jadi Pocong .

"Lah, itu setan kenapa?" Ucap genderuwo yang keluar dari dalam pintu.

Sekarang gue sudah menjadi setan penasaran. Gue terjebak di antara dunia manusia dan dunia akhirat, yaitu dunia setan.

Gue jadi ingat, saat pertama kali gue jatuh dari pintu takdir.

Setelah gue masuk ke pintu bertuliskan jadi pocong. Kesadaran gue langsung hilang, di saat gue membuka mata, ternyata gue sudah berada di sebuah taman komplek.

"Ternyata hanya mimpi," Ucap gue. Dan saat itu juga muncul 4 sosok pocong dan 1 kuntilanak di hadapan gue.

“Ngapain loe disini?" Tanya sesosok pocong yang bernama Poli.

"Mungkin penghuni baru, bos,"

"Setaaaaaaaaaaaaaaan," Teriak gue, gue pun langsung pingsan. Setelah gue siuman, ternyata 4 sosok pocong dan 1 kuntilanak itu masih ada.

"Sudah pingsannya? Coba geledah dia, Kun. Cari identitas nya, siapa tahu dia mau maling di komplek kita,"

"Mau ngapain Loe?" Si Kunti langsung menggeledah gue dan mengambil dompet dari kantong celana gue.

"Di KTPnya memang penghuni sini Bos, alamatnya komplek Pocong,"

“Kenapa dia gak jadi pocong, ya. Setahu gue kalau tiba di komplek pocong pasti langsung jadi pocong, bos," Ujar si Potty anak buah si Poli.

"Mana gue tahu. Oh ya siapa nama loe?" Tanya si Poli.

“Gue Dika. Kalian siapa?”

“Gue Poli ketua Geng Pocong di komplek ini, kenapa loe gak kayak kita-kita, jadi Pocong, Tan?”

"Tan?" Tanya gue heran.

"Loe kan Setan!"

"Gue bukan setan, gue masih hidup," Tegas gue kesal.

“Hahahaha, yakin masih hidup. Kun kasih dia cermin,'' Sesosok Kunti pun ngasih gue cermin dan gue lihat ternyata muka gue sudah pucat.

"Jadi, gue memang benar-benar sudah mati?"

“Gimana, loe itu sudah mati dan karena di KTP Loe beralamat di komplek pocong, Loe harus jadi pocong,"

“Gue masih hidup!" Jelas gue kesal.

“Bos, nih anak kayaknya perlu di kasih pelajaran," Ucap si Kunti.

“Kunti, ambilkan baju kebesaran Pocong di kamar gue,"

"Siap, bos,"

”Pocong punya kamar, aneh banget," Ujar hati gue.

"Gue gak mau jadi seperti kalian, gue masih hidup,"

"Loe itu sudah jadi setan, dasar setan," Ucap si Poli kesal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!