Setan Takut Setan..

Tiga tahun telah berlalu.

Malam itu gue lagi duduk santai di taman komplek. Si Posi pun datang menghampiri gue.

"Loe kenapa, Ka?"

"Gak kenapa-napa, Si. Entah kenapa, gue jadi keinget sama si Rahel,"

"Sekarang dunia loe itu sudah berbeda. Mungkin, sekarang dia sudah bahagia dengan kehidupannya, Ka. Loe harus move on. Kan ada gue, hehe,"

"Loe benar, Si. Gue harus bisa move on dari si Rahel,"

"Nah, gitu dong. Gue tinggal dulu ya, gue mau nyari point," Si Posi pun langsung pergi. Karena sekarang dunia gue sudah berbeda, gue pun mutusin untuk melihat si Rahel untuk terakhir kalinya.

Sesampainya di rumahnya. Gue melihat

Si Rahel keluar dari dalam mobil bersama seorang cowok.

"Mimpi indah ya, Hel" Ucap cowok itu yang langsung mencium kening nya si Rahel.

Hati gue seketika menjadi panas. Rasanya ingin banget gue cekik cowok itu.

"Jadi, selama ini loe sudah punya kekasih, Hel?" Ucap hati gue. Rasanya gue ingin banget mati. Tapi sayang, gue sudah mati. Gue patah hati, gue sakit hati. Hati gue hancur. Malam itu, gue pun mutusin untuk lompat dari gedung lantai 100. Setelah gue lompat, ternyata gue gak kenapa-napa, karena gue memang sudah jadi setan.

Gue mencoba bunuh diri dengan berdiam diri di tengah jalan tol. Tapi, mobil yang melihat gue langsung banting stir, terbalik dan terbakar. Maaf ya manusia, gara gara gue, loe jadi teman gue.

Gue pun mencoba untuk melompat lagi dari gedung yang sama.

"Loe gak akan mati, Ka. Mau lompat dari gedung lantai 100 atau pun lantai 1000. Loe gak akan mati," Dan ternyata itu si Posi.

“Loe ngikutin gue lagi, Si?"

"Iya, Ka. Dari kemarin gue perhatiin loe melamun aja di taman komplek. Memang loe lagi ada masalah apa?"

"Gue lagi sedih, Si," Gue langsung meluk si Posi dan nangis sejadi jadinya.

"Gue ingin mati. Gue gak kuat," 

"Kenapa loe bicara gitu Ka. Loe kan sudah mati,"

"Gue tahu, gue sudah mati. Tapi masalahnya, si Rahel sudah punya pacar. Gue gak terima, gue sakit hati,"

"Kan sekarang dunia loe itu sudah berbeda. Loe harus kuat menerima kenyataan,'

"Loe benar, Si. Percuma gue bersedih juga. Gak akan merubah keadaan. Gue harus kuat dan gue besok mau melihat dia lagi dan benar-benar untuk yang terakhir kalinya,"

"Nah, gitu dong,"

Keesokan malamnya, gue mampir lagi ke rumah si Rahel. Tapi, sial buat gue, lagi-lagi dia sama cowok yang kemarin mencium keningnya, hati gue semakin panas.

"Gue balik dulu ya, Hel,"

"Iya, Her. Hati-hati di jalan,"

"Oh ya, Hel. Loe mau gak jadi pacar gue?"

"Iya, gue mau," Ucap si Rahel.

“Gue gak kuat, sumpah gue gak kuat. Dulu, loe butuh waktu buat ngejawab pertanyaan gue, sekarang Loe begitu mudahnya menjawabnya. Demi Raja Pocong, gue akan meneror siapa aja yang akan menjadi pacarnya si Rahel,"

Malam itu menjadi saksi akan sumpah gue dan benar aja, Raja Pocong pun datang. Terlihat jelas di Pocong itu ada mahkotanya.

“Tadi, loe manggil gue?” Gue gak nyangka banget, ternyata Raja Pocong denger sumpah gue.

Dengan sumpah yang sudah gue ucap. Gue pun berjanji akan meneror siapa aja yang akan menjadi pacarnya si Rahel.

Setelah cowoknya si Rahel pamit pulang dan masuk ke dalam mobil, gue pun langsung ikut masuk, niat gue sih mau menerornya. Tapi, diagak sadar akan ke hadiran gue.

"Apa ada yang salah dengan gue?"

Sesampai di rumahnya, cowok itu langsung keluar dari dalam mobil. Tapi sial, buat gue. Gue gak sempat ikut keluar dari dalam mobil. Alhasil, gue ke kunci di dalam mobil, gue benar-benar setan cupu, nembus benda padat aja gak bisa.

Keesokan malamnya, gue pun minta bantuan sama si Poli.

Sesampai di tempat tongkrongan geng The Papoun.

"Li, gue mau minta tolong, boleh gak?"

"Minta tolong, apa. Bos?"

"Gue mau meneror manusia,"

"Gue gak salah denger?"

"Gue serius?"

"Memang nya siapa yang mau loe teror."

"Gue mau meneror semua cowok yang jadi pacarnya si Rahel,"

“Loe yakin?” tanya si Poli serius.

“Gue yakin, keputusan gue sudah bulat,"

“Kalau loe mau meneror manusia, jalan satu-satunya, loe harus jadi Pocong."

“Jadi Pocong, gak ada cara yang lain?”

“Loe kan belum sempurna, masih jadi setan penasaran. Derajat loe lebih rendah dari gue.”

“Gimana ya, Li. Gue bingung,"

"Kenapa harus bingung, Pocong itu ada di kasta tertinggi di dunia Persetanan"

"Kalau gue jadi pocong, Gue gak bisa ngupil, Li"

“Terus, loe mau si Rahel dimiliki orang lain?"

“Gue gak mau, lah."

“Ya sudah, berarti loe harus jadi Pocong"

"Ya sudah deh, gue mau"

"Kunti, ambilkan baju kebesaran pocong di kamar gue, sama surat PKWT." Gak lama menunggu, si Kunti pun datang sambil membawa baju kebesaran pocong dan selembaran kertas.

"Tanda tanganin dulu nih PKWT nya,"

"Surat apaan nih?"

"Surat perjanjian kontrak waktu tertentu," Ucap si Poli. Gue pun langsung tanda tangan Dan setelah gue tanda tangan. Alakazam, tiba- tiba, gue langsung berubah mejadi Pocong.

"Oh, seperti ini rasanya jadi pocong," Ucap gue.

"Tapi, ingat, jangan sampai si Poci tahu,'

“Memang kenapa, kalau si Poci tahu?”

“Si Poci itu kaki tangannya Raja Pocong,"

“Loe serius?”

"Gue serius, mangkanya gue gak pernah mau berurusan sama si Poci,'

"Loe tahu kan yang kejadian waktu lalu, gue ngebantu si Posi. Gue di hukum lari muter komplek 100 kali,"

Mendengar perkataan si Poli gue kaget banget. Ternyata, selama ini gue berteman dengan Pocong yang paling di hormati.

Pantas aja, setiap geng The Papoun ketemu si Poci, mereka mukanya langsung pucat.

Malam itu, gue resmi di Lantik menjadi Pocong. Saat pertama kali gue jadi Pocong, Gue kira jadi Pocong itu mudah, ternyata engga, benar-benar butuh konsentrasi dalam keseimbangan. Berkali kali gue coba untuk melompat, berkali-kali pula gue terjatuh.

Hari pertama jadi Pocong.

“Gimana, enak gak jadi Pocong?”

“Enak apanya, ribet banget,"

"Itu karena loe belum terbiasa,"

"Pantat gue gatal, garukin dong, Kun."

"Jangan Kun, biarkan dia merasakan betapa sulitnya mejadi Pocong," Ucap si Poli.

"Tega banget loe sama gue. Baru juga jadi pocong, masak gak di bantuin,"

"Ini salah satu contoh bertahan hidup dan sebelum loe meneror cowok yang jadi pacarnya si Rahel. Gue mau ngetes loe dulu,"

"Maksudnya?"

"Dalam seminggu ini, loe harus meneror dua manusia, loe sanggup?"

"Ya sanggup lah, gue kan sudah jadi Pocong!"

"Hahahaha Hahaha." Geng The Papoun pada tertawa.

"Apanya yang lucu?"

"Loe kira semudah itu menjadi pocong,"

"Memang mudah, bukti nya gue sudah lancar untuk melompat,"

"Ya sudah, kalau loe berhasil, loe resmi jadi bagian dari kita. Tapi, kalau loe gagal. Get out dari komplek pocong,"

“Gue terima tantangan loe, Li''

"Sekarang loe ikut gue ke komplek manusia yang ada di belakang komplek pocong, kita cari manusia," Ujar si Poli.

Sesampai di dalam komplek.

“Lihat, ada enam warga lagi pada main judi remi di pos ronda. Coba loe takut-takutin.”

“Gampang, gue kan bukan setan lagi," Dengan percaya diri, gue langsung menghampiri pos ronda.

“Bang, minjem korek dong," Ucap gue sambil merintih.

Setelah mereka menoleh. Sontak mereka pun panik dan langsung pergi dengan tergesa-gesa meninggalkan pos ronda.

“Gimana aksi gue, mereka langsung ketakutan kan, Dika gitu loh,”

“Iya takut. Tapi, bukan takut sama loe. Tapi, takut sama yang di belakang kita, noh!”

Setelah gue menoleh, ternyata ada tim jaguar dari kepolisian Depok yang sedang bertugas merazia perjudian.

Hari kedua Jadi Pocong.

Malam itu gue berdiam diri layaknya patung di depan gerbang masuk komplek.

"Kok satpamnya gak bisa lihat gue ya," Keluh gue. Gue pun mutusin masuk kedalam komplek. Seperti biasa, gue lompat lompat gak jelas keliling komplek. Dan kebetulan, saat itu ada tukang nasi goreng keliling.

“Bang, nasi goreng dong,"

“Kayaknya ada yang manggil, deh,"

"Bang, beli bang!"

"Siapa, ya. Jangan main-main dong!" Ternyata tukang nasi goreng itu gak bisa melihat gue, padahal sudah berbagai macam macam ekspresi gue keluarin. Tapi, tukang nasi goreng itu tetap gak bisa melihat gue.

"Dah, lah!" Keluh gue.

Hari ketiga Jadi Pocong.

Malam itu gue datang lebih awal.

Sesampainya gue di dalam komplek, gue senang banget. Karena, ada banyak anak kecil yang lagi pada main lompat karet.

"Dek, sudah malam. Kenapa belum tidur?''

"Eh, Ada Abang pocong, kita maen lompat karet yu," Ucap salah satu anak komplek. Gue pun langsung di tarik dan di ajak main lompat karet. Sumpah gue capek banget lompat sama lompat sini dan karena lelah, gue pun langsung pingsan.

"Woy bangun. Gue nyuruh loe meneror manusia, bukannya tidur," Setelah gue membuka mata, Geng The Papoun sudah berada di hadapan gue.

Hari keempat jadi Pocong.

Malam itu gue merasa yakin banget, kalau gue pasti bisa meneror manusia. Dengan perlahan-lahan gue masuk ke dalam komplek. Tapi, sial. Anjing pos jaga komplek merasakan kehadiran gue. Dan sudah bisa di tebak. Gue di kejar kejar anjing komplek itu.

“Loe kenapa, Ka. Seragam kebesaran pocong loe pada robek gitu?”

“Ini hasil Petualangan,"

Hari kelima jadi Pocong.

Malam itu, gue melihat ada wanita cantik duduk seorang diri di taman komplek.

“Neng, kok sendiri saja, sih?"

Wanita itu hanya terdiam membisu dan sama sekali gak menjawab pertanyaan gue. Baru aja gue duduk di sampingnya, dia langsung bersandar di bahu gue.

“Neng, kenapa sedih?"

“Saya hamil di luar nikah," Ucap wanita itu menangis. Yang buat gue bingung, kenapa dia gak takut sama gue. Gue kan Pocong.

“Mangkanya, Neng. Kalau bergaul itu jangan terlalu bebas,"

"Pacar saya jahat, dia gak mau tanggung jawab,"

"Sabar, Neng,"

“Saya sedih, keluarga saya belum menemukan sebagian anggota tubuh saya," Sumpah gue bingung banget.

“Maksudnya, Neng?”

“Saya baru aja mati bunuh diri nabrak ke kereta, kaki dan tangan saya masih dalam pencarian."

Berarti, yang lagi di samping gue setan dong. Karena panik, gue langsung lompat terbirit-birit ketakutan.

“Setan kok, takut setan,” Ujar wanita cantik itu.

Hari Keenam jadi Pocong.

Malam itu gue merasa putus asa, ternyata jadi pocong gak semudah yang gue bayangin. Yang bisa gue lakukan saat itu hanya lompat sana lompat sini.

"Kayaknya, hari ini gak ada manusia yang bisa gue takut-takuti," Gue pun mutusin untuk pulang ke komplek pocong. Sesampainya di pos pintu masuk komplek.

"Permisi, Pak satpam. Numpang lewat."

"Iya, Cong, silahkan." Jawab salah satu satpam. Ternyata dua satpam komplek itu bisa melihat gue dan langsung pingsan seketika. Sumpah, gue senang banget. Penantian panjang gue akhirnya terbayar lunas. Gue bisa meneror manusia.

"Kenapa loe, Ka. Ceria banget?" Tanya si Potty.

"Gue sudah bisa meneror manusia?"

"Serius, loe?" Tanya si Poli.

"Coba aja loe cek satpam komplek. Dia pingsan karena melihat gue,"

Sebenarnya gue masih bingung, kenapa gue di takdirkan menjadi Pocong. Apa mungkin, karena waktu itu gue masuk ke pintu yang di atasnya bertuliskan Jadi Pocong.

Hari Ketujuh jadi Pocong.

Malam itu gue cuma mutar-mutar komplek aja, gak perduli dengan yang ada di sekitar gue, yang penting gue sudah bisa meneror manusia. Tanpa sadar, ternyata waktu sudah hampir subuh. Sumpah gue panik banget.

“Kenapa loe, Ka?" Tanya si Poli.

“Dikit lagi mau pagi,"

"Santai aja, Ka. Walaupun pagi, siang, sore. Pocong masih bisa berkeliaran,"

"Gak bahaya kalau kena sinar matahari,"

"Ya enggak, kita kan pocong, bukan drakula,' Jelas si Poli.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!