Ting tong!
Suara bel apartemen Erlan, mengagetkan Felichia dan Erlan yang sedang memadu kasih di ruang tengah apartemen.
Erlan melirik sejenak ke arah jam dinding yang tergantung di ruang tengah. Sudah hampir pukul sembilan malam. Siapa yang bertamu malam-malam begini?
"Pakai bajumu! Aku akan membuka pintu!" Titah Erlan pada Felichia sebelum pria itu bangkit dari atas sofa. Erlan mengecup bibir Felichia sekilas, lalu memakai celana dan kausnya dengan cepat sebelum berjalan ke ruang depan dan membuka pintu.
"Papa!" Gumam Erlan terkejut saat mendapati sang papa yang berdiri di luar pintu apartemennya.
Sejak menikah dengan Felichia, Erlan memang belum berkunjung ke rumah kedua orang tuanya lagi.
"Maaf mengganggu malam-malam begini. Papa ingin bicara hal penting, Erlan," ucap Papa Panji to the point menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke apartemen Erlan.
"Silahkan masuk, Pa!" Erlan akhirnya mempersilahkan sang papa untuk masuk meskipun sedikit canggung.
Bapak dan anak tersebut sudah duduk berhadapan di sofa ruang tamu.
"Papa ingin bicara apa?" Tanya Erlan yang memilih untuk tak berbasa-basi lagi.
Erlan sudah ingin memeluk Felichia sekarang.
"Datanglah ke acara ini dan temui Dean Alexander!" Papa Panji meletakkan sebuah undangan warna silver di atas meja ruang tamu.
"Dean masih berada di luar negara, Pa!" Sergah Erlan cepat.
Dean dan Erlan adalah sahabat baik saat kuliah. Hingga detik ini keduanya juga masih saling bertukar kabar meskipun sudah tak terlalu sering karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
"Dia sudah pulang! Ini adalah pesta penyambutan kepulangan Dean," tutur Papa Panji menjelaskan pada Erlan.
"Lalu kenapa Papa meminta Erlan untuk menemui Dean? Kenapa bukan Papa sendiri saja yang menemuinya?" Tanya Erlan tak mengerti.
"Kau sahabat baik Dean! Ingat?"
Erlan berdecak mendengar jawaban sang Papa.
"Kantor pusat sedang bermasalah jika kau ingin tahu, Erlan!" Papa Panji akhirnya mengatakan yanh sesungguhnya.
"Untuk saat ini mungkin kantor cabang yang sedang kamu pegang belum terkena dampaknya. Tapi satu atau dua minggu lagi, semua akan merasakan."
"Ini bukan sebuah masalah kecil! Kondisi benar-benar sedang tidak baik," raut wajah Papa Panji benar-benar menunjukkan kalau masalah ini serius.
"Kita butuh bantuan dari perusahaan sebesar Alexander Group! Atau ddmua kerja keras yang dibangun oleh kakaekmu akan lenyap dan gulung tikar," tutur Papa Panji menunjukkan raut penuh harap pada Erlan.
"Semuanya tidak mungkin gratis, Pa! Sekalipun Dean adalah sahabat baik Erlan, tapi-"
"Nanti kita usahakan syarat yang diajukan oleh Alexander Group! Yang terpenting sekarang adalah, kita harus menyelamatkan perusahaan kita, Erlan!" Sela Papa panji memotong kalimat Erlan.
Erlan akhirnya mengangguk dengan berat hati.
Sekalipun Erlan adalah sahabat baik Dean, Erlan sebenarnya sangat enggan bekerja sama dalam hal bisnis dengan pria itu. Erlan tentu sudah paham bagaimana sifat Dean di dunia bisnis.
"Undangan ini untuk dua orang." Papa Panji kembali menunjuk ke undangan silver yang tegeletak dinatas meja.
"Kau bisa pergi bersama istrimu yang mis-"
"Namanya Felichia, Pa!" Potong Erlan yang merasa tak terima sang Papa menghina Felichia.
"Ya! Felichia! Dimana dia sekarang? Bersembunyi karena takut pada Papa?" Papa Panji menatap tajam ke arah Erlan seraya tertawa mengejek.
"Papa hanya akan menghina, merendahkan, dan mencercanya jika dia keluar sekarang!" Erlan membalas tatapan tajam sang papa.
Pria paruh baya itu hanya mendengus dan tersenyum miring.
"Papa bisa pulang jika urusan Papa di sini sudah selesai," Erlan mengusir halus sang Papa.
"Papa akan memastikan kau datang ke pesta Dean besok malam!" Papa Panji mengingatkan sekali lagi.
"Nasib perusahaan bergantung padamu, Erlan!"
"Erlan akan datang!" Jawab Erlan tegas dan lantang
"Baiklah! Papa akan pulang!" Papa Panji akhirnya bangkit dari duduk dan berjalan ke arah pintu utama apartemen. Erlan langsung menutup dan mengunci pintu, setelah kepergian sang papa.
"Apa ada masalah, Sayang?" Tanya Felichia yang sudah kekuar dari dalam kamar saat Erlan kembali ke ruang tengah.
"Tidak ada! Papa hanya minta kita datang ke pesta perusahaan Alexander Group," jawab Erlan seraya menunjukkan undangan silver mewah yang tadi dibawa sang papa pada Felichia.
"Kau akan datang sendiri?" Tanya Felichia.
"Kita kan datang berdua," jawab Erlan seraya mengecup bibir Felichia.
Dua sejoli itupun saling menjatuhkan tubuh ke atas sofa ruang tengah dan melanjutkan pergelutan mereka yang tadi sempat tertunda.
****
Felichia menatap pilu pada tubuh Erlan yang kini terbaring tak berdaya di dalam kamar perawatan. Berbagai kabel yang terhubung ke layar monitor, hampir memenuhi seluruh tubuh Erlan. Kepala Erlan juga terlihat diperban, dan ada beberapa luka juga di wajahnya.
Kata perawat, Erlan sudah melewati masa kritisnya. Namun sekarang, suami Felichia tersebut dinyatakan koma dan belum bangun. Felichia ingin masuk ke dalam kamar pearwatan dan memeluk tubuh Erlan, tapi rasanya mustahil, mengingat adanya Mama Astri dan Papa Panji di dalam kamar perawatan.
Mereka pasti tak akan mengizinkan Felichia untuk masuk ataupun menemui Erlan. Mereka bahkan menganggap Felichia yang telah menyebabkan Erlan menjadi seperti ini. Felichia yang malam itu duduk di kursi pengemudi seolah menjadi tersangka utama. Padahal jelas-jelas itu sebuah kecelakaan dan Felichia juga tidak tahu menahu tentang truk sampah yang hilang kendali.
Pintu kamar perawatan tiba-tiba di buka dari dalam, dan Felichia yang sedari tadi masih berdiri di depan pintu sontak terkejut. Felichia beringsut mundur saat melihat Mama Astri yang kini sedang menatap marah ke arahnya.
"Sedang apa kau disini? Mau mencelakakan Erlan lagi?" Tuduh Mama Astri seraya mendorong pundak Felichia.
"Feli hanya ingin melihat Erlan, Ma!" Jawab Felichia dengan raut memohon.
"Tidak usah sok peduli! Kau yang sudah membuat Erlan menjadi seperti itu! Kau yang sudah hampir menghilangkan nyawa Erlan! Dasar wanita miskin tak tahu diuntung!" Maki Mama Astri pada Felichia.
"Itu kecelakaan, Ma!" Sergah Felichia mencari pembenaran.
"Kecelakaan? Jelas-jelas kau yang duduk di kursi pengemudi dan tak memarkirkan mobil dengan benar!"
"Dasar wanita pembawa sial!" Maki mama Astri sekali lagi.
"Harusnya kau saja yang terbaring di atas bed perawatan itu, dan bukan Erlan!" Mama Astri terus meluapkan emosinya pada Felichia yang hanya menangis tergugu. Saat kemudian sebuah suara membuat raut wajah mama Astri berubah.
"Selamat siang, Nyonya Prakasa! Apa semuanya baik-baik saja?"
Mama Astri berbalik dan segera memasang senyuman hangat pada pria tinggi besar di hadapannya.
"Dean Alexander!"
"Saya dengar Erlan mengalami kecelakaan, Nyonya," tanya Dean yang nada suaranya terdengar begitu sopan.
Felichia yang masih berdiri di dekat Dean dan Mama Astri buru-buru menghapus airmata di wajahnya.
"Ya. Erlan masih koma, Nak Dean!" Wajah Mama Astri sudah berubah menjadi melas sekarang.
"Silahkan masuk!" Mama Astri akhirnya mempersilahkan Dean untuk masuk ke dalam kamar perawatan Erlan.
Felichia ingin ikut masuk, namun delikan tajam dari mama Astri langsung membuat wanita itu mengurungkan niatnya.
Felichia hanya menatap sendu pada pintu kamar perawatan Erlan yang kini sudah tertutup rapat. Wanita itu akhirnya berbalik pergi dan kembali ke kamar perawatannya sendiri.
.
.
.
Mengingatkan kembali, paragraf yang dicetak miring berarti kejadian masa lampau atau flashback atau bayangan kejadian masa lalu.
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussehat
2024-07-27
0
Ita Mariyanti
sakno e nasib Feli Thor, bulan2ane mertua , smngt fel💪💪
2022-01-22
1
Nurmiahana Nana
lagi2 mengenai kaya miskin
2022-01-15
0