"Hai, Mel! Kau sudah pulang?" Sapa Felichia yang baru turun dari tangga seraya membawa nampan bekas makan siangnya masuk ke dapur.
Melanie sendiri baru saja mengantar Dean ke teras karena suaminya itu yang harus kembali ke kantor setelah pulang untuk makan siang dan sedikit mencumbu Melanie tentu saja.
"Ya, aku pulang saat makan siang tadi," Melanie menjawab basa-basi dari Felichia.
"Oh, ya! Kata Dean kau tadi pergi, Fe? Pergi kemana?" Tanya Melanie menyelidik.
Felichia yang baru selesai meletakkan nampannya di dapur sedikit tergagap.
"Pergi ke rumah sakit sebentar," Felichia menjawab masih sambil tergagap.
"Kau sakit?" Tanya Melanie khawatir yang langsung menghampiri Felichia.
"Tidak! Aku hanya menjenguk Erlan dan memeriksa saja apa dia sudah bangun dari koma atau belum," jelas Felichia seraya menundukkan wajahnya.
"Erlan siapa?" Tanya Melanie penasaran.
Bukankah sebelumnya Felichia mengatakan kalau ia yatim piatu dan tak punya saudara?
"Erlan su-"
"Erlan abang angkatannya Felichia!" Sahut Dean yang tiba-tiba sudah kembali masuk ke rumah.
Felichia dan Melanie menoleh serempak ke arah Dean yang sudah dengan cepat menghampiri Melanie.
"Ponselku tertinggal," bisik Dean di telinga Melanie, seraya mengecup singkat pipi istrinya tersebut.
"Kau punya abang angkat, Fe?" Tanya Melanie yang sudah menatap kembali ke arah Felichia.
"I-iya!" Jawab Felichia sedikit tergagap setelah mendapat tatapan intimidasi dari Dean yang seolah menyuruh Felichia untuk berbohong.
"Dia baru saja mengalami kecelakaan," sambung Felichia yang kembali menundukkan wajahnya.
Melanie membulatkan bibirnya dan akhirnya paham alasan Felichia setuju menjadi rahim pengganti. Ternyata Felichia sedang butuh uang untuk pengobatan abang angkatnya.
"Lalu kondisinya bagaimana? Abang kamu sudah bangun?" Tanya Melanie merasa khawatir.
Felichia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dia masih koma dan belum ada perkembangan berarti pada kondisinya," tutur Felichia dengan nada sendu.
Bukan sebuah akting,karena sekarang Felichia benar-benar sedih mengingat tentang kondisi Erlan.
Melanie sudah menghampiri Felichia dan menggenggam tangan wanita tersebut.
"Semoga abang kamu bisa secepatnya bangun, Fe!" Ucap Melanie tulus.
Felichia hanya mengangguk-angguk dan menyeka butir bening yang menggenang di sudut matanya.
Dean masih diam menyaksikan dua wanita yang begitu akrab di depannya tersebut, hingga teguran Melanie membuyarkan lamunan Dean.
"Dean! Bukankah katamu kau ada meeting penting setelah makan siang?" Melanie mengingatkan sang suami.
"Oh, iya!" Dean mengulas senyum dan segera menghampiri Melanie, lalu mengecup bibir istrinya tersebut.
Felichia memilih untuk memalingkan wajahnya dan enggan melihat apapun yang dilakukan Dean dan Melanie.
"Aku pergi dulu!" Pamit Dean akhirnya seraya mengusap lembut wajah Melanie sebelum pria itu kembali pergi meninggalkan kediaman Alexander.
"Maaf soal tadi! Dean memang selalu berlebihan seperti itu," ucap Melanie yang mendadak merasa canggung pada Felichia.
"Tidak masalah! Bukankah kalian suami istri?" Felichia tersenyum kaku. Wanita itu hendak beranjak pergi saat Melanie kembali memanggilnya.
"Fe!"
Felichia terpaksa menoleh lagi pada Melanie.
"Dean melakukannya dengan lembut tadi malam dan tidak menyakitimu, kan?" Tanya Melanie sedikit merendahkan volume suaranya.
Menyakiti?
Tentu saja Dean menyakiti Felichia semalam!
Dean bahkan memperlakukan Felichia seperti seorang wanita penggoda murahan.
"Ya!" Felichia memaksa untuk mengangguk.
"Dean tidak menyakitiku sedikitpun," lanjut Felichia dengan nada bicara yang terdengar kaku.
"Aku akan ke atas," ucap Felichia lagi seraya menunjuk ke arah tangga.
Melanie hanya mengangguk dan Felichia sudah menaiki tangga dengan perasaan yang sudah tak karuan.
****
"Maukah kau menikah denganku, Melanie?"
Melanie menutup mulutnya dengan telapak tangan dan mata gadis itu langsung berkaca-kaca saat melihat Dean yang kini berlutut di hadapannya dan sedang mengulurkan sebuah cincin berlian.
Melanie mengangguk-angguk dan tak mampu berucap sepatah katapun.
"Jadi?"
Dean masih menunggu jawaban dari Melanie.
"Ya! Aku mau, Dean!" Jawab Melanie seraya tersenyum tulus pada Dean.
Dean langsung dengan cepat menyematkan cincin di jari manis Melanie. Lalu pria itu memeluk erat Melanie dan berteriak bahagia seolah sedang memberi tahu dunia kalau ia dan Melanie akan segera menikah.
Pernikahan Dean dan Melanie digelar secara mewah di Pulau Dewata, sebulan setelah acara lamaran Dean pada Melanie di atas kapal pesiar. Tak bisa dipungkiri, kalau hidup Dean dan Melanie memang tak lepas dari glamour kemewahan.
Setelah menikah pun mereka lanjut berbulan madu keliling Eropa.
"Maaf! Tapi istri anda mengalami kehamilan di luar kandungan, Tuan Dean. Jadi harus secepatnya dilakukan kuret." Pernyataan dokter saat kehamilan pertama Melanie baru berusia dua bulan benar-benar menjadi sebuah pukulan untuk Dean dan Melanie.
Tak sampai disitu saja masalah tentang kehamilan Melanie. Beberapa bulan pasca kuret, dokter secara tak terduga malah menemukan fibroid di dalam rahim Melanie. Lalu tahun-tahun selanjutnya, Melanie terpaksa harus menjalani pengobatan agar fibroid di dalam rahimnya tidak menyebar dan bisa hilang.
Ucapan dokter tentang Melanie dan Dean yang masih bisa melakukan program bayi tabung setelah fibroid di rahim Melanie benar-benar hilang, sedikit banyak mulai memberikan secercah harapan bagi Melanie.
Namun harapan itu seketika sirna, saat pemeriksaan terakhir dan dokter menyatakan kalau fibroid di rahim Melanie tidak hilang melainkan sudah tumbuh dan mebyebar dengan ganas. Operasi pengangkatan rahim adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nyawa Melanie agar tak terjadi komplikasi lebih lanjut.
Melanie hancur!
Harapannya untuk menjadi seorang ibu seketika pupus.
"Kenapa melamun?" Tanya Dean seraya mengulurkan segelas kopi pada Melanie yang sedang duduk di dalam ruang tunggu bandara.
Sebulan pasca operasi pengangkatan rahim Melanie, pasangan suami istri itu memutuskan untuk pulang ke Bali dan memulai semuanya di pulau tersebut. Melanie juga ingin sekalian menenangkan diri.
"Aku bertemu Ghea dan keluarga kecilnya," jawab Melanie seraya menatap sayu ke arah Dean. Wanita itu lalu menunjuk ke arah wanita hamil yang sedang duduk dan dirangkul dengan mesra oleh seorang pria.
Ya,
Itu adalah Ghea dan Alvin.
Seorang anak kecil yang berusia sekitar tiga tahun juga berlari-larian di sekitar Ghea dan Alvin. Dean tentu masih ingat dengan bocah kecil yang pernah diperkenalkan Ghea pada Dean sebagai putra Ghea dan Alvin tersebut.
"Apa kau menyesal, Dean?" Tanya Melanie lirih.
"Menyesal kenapa?" Dean meletakkan kopinya dan mengulurkan lengannya untuk merangkul serta meraup Melanie ke dalam pelukan.
"Karena kau pernah mencampakkan Ghea. Andai dulu kau menikahi Ghea, kau pasti-"
"Sssttt!" Dean memotong kalimat Melanie dengan cepat.
"Semua yang pernah terjadi diantara aku dan Ghea. Semuanya hanya masa lalu."
"Saat ini aku hanya mencintaimu, Mel!" Ucap Dean dengan penuh kesungguhan.
"Aku bukan wanita yang sempurna," cicit Melanie merasa sedih.
"Aku tetap mencintaimu!"
"Aku akan tetap mencintaimu! Jadi jangan pernah merasa sedih lagi!" Tutur Dean seraya mengeratkan dekapannya pada Melanie.
Melanie hanya mengangguk-angguk dan kini Melanie paham betapa besarnya cinta Dean kepadanya.
.
.
.
Jadi ini sambungan dari "GHEA: Cinta Lama Belum Usai" Bab 85 yang Ghea ketemu Melanie di bandara itu, ya!
Terima kasih yang sudah mampir.
Jangan lupa like biar othornya bahagia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Dewi Mahrani
Senang sich Dean cinta mati sama Melanie,tapi klu ingat gimana Dhea sedih nya di putusin Dean karena Dhea udah gak suci lagi,Benci jadinya sama Dean 😡😡😡😡
2022-02-10
0
Yusneli Usman
Ngenes banget nasib Feli....😥😥
2022-01-23
0
Ashika ruhab
pasti nantinya Feli di fitnah selingkuh sama mertua nya biar erlan benci sama Feli...🤦😔 pengorbanan Feli akan jadi bumerang bagi dirinya sendiri...😔
2022-01-13
0