Hidup bahagia? Tidak sepenuhnya, menjaga image sebagai model. Memiliki suami berusia tua sakit-sakitan, namun mapan. Semuanya terlihat sempurna kan? Melayani pria tua yang mungkin seharusnya dipanggilnya kakek.
Tidak apa itu semua dijalaninya, asalkan tidak kembali ke rumah kumuh tempatnya dulu tinggal. Seorang wanita kini tengah dirias di tengah sesi pemotretannya, pandangannya sayu mengamati wajah cantik terawatnya yang terpantul dari cermin.
"Gawat, kamu jadi gosip berita terpanas!! Jika wartawan bertanya, bantah semuanya..." ucap managernya panik, meraih phonecellnya mencoba menghubungi seseorang.
"Gosip apa?" sang wanita mengenyitkan keningnya.
"Kamu sudah punya anak berusia 16 tahun, pernah menjadi wanita malam. Dan... mayat anakmu ditemukan dalam keadaan menyedihkan di jalanan..." sang manager ragu mengatakannya, mengetahui masa lalu wanita itu.
Sang wanita yang awalnya hanya konsentrasi melihat pada riasannya saja, kini matanya beralih menatap managernya. "Dia meninggal?" tanyanya dengan air mata menggenang di pelupuk matanya. Wajahnya nampak tertunduk.
"Ini sebenarnya bagus juga untuk karir dan pernikahanmu. Kecemasanmu, jika putramu akan membeberkan masa lalumu tidak akan pernah terjadi. Kita hanya perlu membantah pernyataan media..." ucap sang manager, masih mengutak-atik phoncellnya, mengirimkan pesan, guna mengatasi masalah mereka.
Model dengan penampilan menggoda itu terdiam, Dia meninggal? Anakku meninggal... gumamnya dalam hati. Senang? Begitulah seharusnya perasaannya, anak yang menjadi kecemasannya sudah tidak ada.
Namun, bukan senang, air matanya tidak terkendali menetes membasahi riasannya. Anak gagap yang selalu menjadi sasaran kemarahannya sudah meninggal? Anak yang selalu makan dan tinggal dengannya di tengah kehidupannya yang dulu susah sudah tidak ada? Setetes air matanya keluar.
Ibu...Anak yang dibencinya selalu memanggilnya dengan sebutan itu. Dia sudah tidak ada?
Dirinya mulai berdiri, menarik kerah managernya, "Katakan sekali lagi!! A...apa benar dia meninggal!?" bentaknya menggema, dengan air mata mengalir deras.
"Belum dipastikan ini isu atau fakta. Kamu tenang dulu ya...?" managernya, membantunya duduk kembali di kursi meja riasnya, memberikan segelas air putih.
Terlihat pantulan dirinya di cermin, menahan tangisannya, dengan air mata mengalir terus menerus. "Aku sudah menyuruhnya pulang mencari ayahnya..." ucapnya lirih, mulai menagis terisak.
"Tenang dulu, kita pastikan dulu ya?" sang manager menenangkan.
Benci? Dirinya memang membenci anak itu, anak yang membuat dirinya dipecat dari club'malam. Namun, kematian? Apakah itu pantas? Anaknya masih terlalu muda. Darah daging yang tidak pernah merasakan kasih sayangnya, hanya merasakan kemarahannya.
***
Wartawan tidak terlihat di rumah sakit...
Tak...tak...tak...
Suara sepatu hak tingginya memecah kesunyian kamar mayat. Langkahnya terlihat ragu dan takut. Takut? Takut akan menatap wajah putra yang selalu dicacinya, putra yang selalu mengurusnya, putra yang ditinggalkannya hanya untuk yang dinamakan hidup dengan nyaman.
"Tomy...?" dengan tangan gemetar, kain putih mulai disingkapnya.
Tangisannya pecah, terduduk di lantai. Terlalu sesak, itulah perasaannya saat ini.
"Dia putramu?" tanya sang manager ragu.
Wanita itu menangis, menggeleng, tertunduk,"Dia bukan Tomy,"
Sang manager menghembuskan napas kasar."Sekarang apa rencanamu? Bukannya kamu membencinya?"
"Aku ingin menemuinya, dan meminta maaf padanya..." jawabnya.
Tidak sanggup jika yang terbaring di tempat tidur jenazah benar-benar Tomy.
Syukurlah bukan Tomy, jika Tomy mungkin aku akan menjadi gila dan menyusulnya. Maaf...
Mungkin setelah merasakan kehilangan, rasa empatinya sebagai seorang ibu mulai terasa. Tidak rela jika putranya harus mati, tidak rela melihat jasad putra yang dibencinya. Putra yang tidak pernah sempat mendapatkan kasih sayang darinya. Maaf... mungkin itulah yang ingin diucapkannya.
***
Rumah yang sama megahnya dengan rumah suaminya saat ini terlihat. Wanita itu memejamkan matanya menghebuskan napas kasar. Menjemput Tomy yang disangkanya kembali pada ayah kandungnya adalah prioritasnya saat ini.
Tidak ingin menyesal melihat jenasah anaknya tanpa sempat menyayangi atau meminta maaf padanya. Mungkin suatu berkah memang baginya memiliki pengalaman yang menyakitkan akibat isu anonim.
Tidak seperti 16 tahun yang lalu, dengan penampilan lusuh. Penampilannya saat ini terawat, membawa tas tangan kecil. Berjalan dengan keangkuhan dapat mengangkat kepalanya.
Tomy maaf, ibu melupakanmu. Jika bisa ibu akan menebus semua cacian ibu padamu. Kita akan tinggal di rumah ayah tirimu, ibu berjanji tidak akan melukaimu lagi... gumamnya dalam hati, masih memegang erat tas tangannya.
"Apa Tuan Adrian (ayah kandung Tomy) ada?" tanya manager yang mengikuti langkah Merlin (ibu kandung Tomy).
"Beliau di dalam, sebentar saya panggilkan..." ucap seorang pelayan, berjalan naik ke lantai dua.
Manager dan modelnya itu mulai duduk. Mata Merlin menelisik foto-foto yang terpajang disana. Tidak ada satupun foto Tomy kecilnya, apa dia tidak disayangi hingga tidak memiliki satu fotopun di rumah ayahnya?
Tomy, apa ayahmu memperlakukanmu sama buruknya dengan ibu memperlakukanmu... Air mata tertahan di pelupuk mata Merlin, tangannya gemetar. Bagaimana caranya meminta maaf? Bagaimana caranya membujuk Tomy agar kembali tinggal dengannya? Banyak pertanyaan yang menghinggapi dirinya.
Akhirnya, pria yang pernah menolak menjadikannya istri kedua itu menuruni tangga. Berusaha tersenyum, senyuman yang palsu. Alasan? Tentu saja untuk mendapatkan kembali putranya yang seharusnya ada pada Merlin. Putra yang mungkin sesungguhnya lebih dapat menyayangi dan menghargainya.
"Selamat malam tuan Adrian..." Merlin serta managernya tersenyum, menunduk penuh rasa hormat dan keanggunan.
Dimana kamu sembunyikan Tomy? Apa dia kamu jadikan pelayan disini, anak tidak diakui, hingga fotonya pun tidak ada... geramnya dalam hati.
"Malam..." Adrian tersenyum tulus, lebih tepatnya berusaha tersenyum tulus.
Br*ngsek!! Detektif yang aku kirim sudah mengatakan bagaimana kamu memperlakukan putraku. Jika saja putraku tidak disembunyikan olehmu. Aku sudah menendangmu dari tadi... gerutunya dalam hati masih berusaha tersenyum.
Pria itu mulai duduk di sofa,"Ada apa kemari? Omong-ngomong, apa Tomy sudah bisa bicara dengan lancar?" tanyanya, bersamaan dengan pelayan menghidangkan tiga cangkir minuman hangat, beserta kue kering.
Sial!! Dia menyindirku yang tidak pernah datang kemari menengok Tomy selama lima tahun. Ayah tidak bertanggung jawab... Merlin yang masih menyangka Tomy tinggal di rumah Adrian, tetap tersenyum menahan kekesalannya.
"Seharusnya seorang ayah yang baik, dapat menghubungi psikiater untuk anaknya sendiri..." ucapnya sarkas, tertawa kecil, meminum teh di hadapannya, sedikit melirik ke arah pria menyebalkan di hadapannya.
Psikiater? Dia ingin menunjukkan secara gamblang aku bukan ayah yang bertanggung jawab? Sedangkan dirinya sendiri membawa pulang berbagai pria ke rumah di depan anakku...
"Wanita sialan..." cibir Adrian dengan suara kecil.
"Kamu bilang apa!? Br*ngsek!! Ini, uangmu aku kembalikan!! Termasuk bunganya!!" bentak Merlin tidak dapat mengendalikan emosinya lagi, mengeluarkan cek dengan nominal tidak sedikit, melempar tepat di depan wajah Adrian.
Adrian tersenyum, memungut cek tersebut kemudian merobeknya,"Aku tidak membutuhkannya. Kembalikan Tomy! Entah apa yang kamu lakukan padanya di masa lalu, dia tetap darah dagingku. Kalau tidak bisa merawatnya cepat kembalikan!! Aku akan memanjaka...." mulut Adrian disumpal kue kering yang tersuguh, oleh Merlin.
"Aku yang akan merawatnya dengan baik!! Kamu hanya ayah yang tidak mengakuinya!! Kembalikan dia padaku!!" bentak Merlin, penuh emosi.
"Wanita bejat!! Dia bersamamu!! Dia tidak pernah kemari! Aku akan memberikanmu uang berapa saja, kembalikan dia padaku..." ucap Adrian dengan remahan kue kering menyembur dari bibirnya.
"Berani berbohong!! Tomy sudah aku beri pesan untuk kemari!! Kembalikan dia!!" bentaknya, bangkit dari kursi menarik rambut Adrian.
"Sakit!! Wanita sakit jiwa!!" Adrian mendorong Merlin agar melepaskannya, namun karena tidak berhasil malah Adrian balik menarik rambut Merlin. Tidak kalah akal Adrian mencoba mencengkram pipi Merlin dengan keras. Tanpa di duga, tangannya malah digit.
"Dasar ikan piranha!! Lepas!!" bentak Adrian.
Manager Merlin mulai mendekat pada sang security yang menonton sedari tadi.
"Dimana nyonya rumah ini?" tanyanya.
"Sudah bercerai tiga tahun yang lalu, karena tuan ketahuan berselingkuh lagi..." jawabnya.
"Apa mereka sering seperti ini?" sang manager kembali bertanya menatap jenuh.
"Ketika Merlin membawa tuan muda kecil kemari (Tomy) mereka saling mencaci dan melempar barang..." sang security, yang memang sudah bekerja cukup lama kembali menjawab.
"Jika mereka selalu bertarung bagaikan pendekar seperti ini, bagaimana bisa ada anak diantara mereka, mereka pastinya dulu berhubungan intim beberapa kali kan...?" Manager mengenyitkan keningnya tidak mengerti.
"Mungkin mereka berkelahi sambil membuat anaknya di tempat tidur...?" sang security menghela napas kasar.
***
Di tempat lain...
Pembantu di rumah milik Merlin dengan rasa penasaran membuka kotak besar yang dikirimkan kurir.
"Bangau kertas?" gumamnya, menatap tumpukan bangau tersebut, kemudian meninggalkannya memasak, bersama anaknya yang masih balita.
Beberapa belas menit kemudian...
Tumpukan burung bangau kertas milik majikannya, dirobek, diinjak anaknya yang masih balita. "Adek kamu nakal..." sang pembantu ketakutan, akan kemarahan majikannya.
Hingga dengan entengnya kardus besar itu dibuang, dianggap tidak pernah sampai. Surat yang dibuat Tomy untuk Merlin terlihat di tempat sampah belakang rumah. Dibuang pembantu yang tidak ingin disalahkan.
'Ibu, aku mencintaimu. Selalu mencintaimu, aku sering melihat senyuman ibu di TV dan majalah. Tetaplah tersenyum seperti itu...'
'Karena aku menyukai senyuman ibu.'
'Aku akan pergi dengan yayasan asal Singapura yang menyokong biaya hidupku selama ini. Aku masih berharap ibu dapat menjengukku, aku ingin melihat senyuman ibu secara langsung. Semoga ibu panjang umur, dan selalu sehat...'
'Putra yang dulu menemanimu Tomy'
Itulah isi surat yang teronggok di tempat sampah, berukuran besar.
***
Tomy mengirimkan tiga paket, satu paket lagi sampai ke sebuah restauran. Tepatnya, restauran tempat gadis yang disebutnya kakak bekerja.
Kotak berisikan 1000 origami bangau terjatuh, kala wanita yang telah berusia 22 tahun itu membaca isi surat.
"Bocah nakal..." geramnya kesal, melempar surat yang baru dir*masnya asal.
Kertas yang telah tidak berbentuk itu terlihat samar-samar tertulis sebuah surat.
'Kakak, taukah kakak, kakak adalah wanita terlembut yang pernah aku temui? Senyumanmu menghangatkan malamku yang dingin,'
'Wajah cantikmu, membuat hidup ini terasa lebih bermakna. Karena itu, aku membuat seribu bangau untukmu,'
'Ada mitos, jika melipat 1000 origami bangau maka keinginan akan terkabul. Karena itu keinginanku adalah kakak selalu gagal dalam percintaan, menunggu aku yang akan tumbuh dewasa ini untuk melamarmu,'
'Yang paling menyukaimu... pangeran tampan...'
Satu-satunya surat cinta yang pernah dikirim Tomy seumur hidupnya, dibuang tergeletak tidak berdaya.
Surat yang penuh dengan kutukan, agar wanita yang disukainya menjadi perawan tua hanya untuk menunggunya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
DAN DO'A TOMY TERKABUL..
2024-01-20
3
rain03
🤣🤣🤣
2022-10-04
2
Juli
bisa gutu y😅😅😅😅😅
2022-06-16
3