Guguran daun kecil terjatuh dari atas pohon, Frea menonggakkan kepalanya, jemari tangannya terulur, menggenggam daun kecil yang terjatuh tepat di telapak tangannya.
"Bunda..." suara panggilan anak itu terdengar lagi. Berlari menghampirinya mendekapnya erat.
"Ayahmu bilang sedang ada rapat. Jadi nanti siang baru akan dapat menjemputmu di toko," Frea menghela napas kasar, tersenyum, mengelus rambut sebahu sang anak.
"Aku boleh seharian di toko?" tanyanya pada Frea. Dijawab dengan anggukan oleh wanita itu.
Bahagia? Tentu saja, untuk pertama kalinya mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Sesuatu yang tidak didapatkannya semenjak dirinya terlahir ke dunia ini.
Frea tersenyum, di usianya yang sudah menginjak 34 tahun. Mungkin dirinya memang merindukan memiliki sosok anak kecil yang akan menghiasi harinya.
Menginginkan anak dari Tomy? Mungkin, namun hingga kini dirinya masih ragu pada pemuda yang hanya dikenalnya selama satu bulan belakangan ini. Pemuda yang tidur sembari memeluknya, sarapan dan makan malam bersamanya.
Ragu? Hati Frea mulai luluh, tapi entah kenapa dirinya takut ditinggalkan jika memberikan seluruh hatinya pada Tomy. Takut akan kembali terluka jika mencintai terlalu dalam, tanpa disadari dirinya membangun dinding pembatas yang sulit dilewati suaminya.
Pandangan anak itu teralih sejenak, menatap teman sekelasnya yang duduk sembari memakan sebungkus keripik kentang,"Sekarang aku punya ibu..." ucapnya mengejek, anak itu.
Sang anak mengenyitkan keningnya menatap wanita cantik yang dikatakan sebagai ibu oleh Gea,"Tidak mirip denganmu..." jawabnya dengan mulut penuh.
"Kami memang tidak mirip!! Tapi ayahku akan menikahinya!!" bentak Gea, kesal pada anak paling pintar dan kaya di kelasnya.
Frea mengenyitkan keningnya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Gea, "Gea, bunda sudah..." kata-kata terhenti.
Anak laki-laki yang memegang keripik kentang mendekat,"Dia tidak bisa menikah dengan ayahmu, lihat di jari manisnya sudah ada cincin pernikahan," Dimas (nama sang anak) menghela napas kasar.
"Bunda bisa meninggalkan suaminya dan menikah dengan ayahku..." kata-kata egois keluar dari mulut Gea, anak polos berusia 11 tahun.
Frea mulai berjongkok, mengelus rambut Gea,"Gea bunda dan ayahmu hanya teman, bunda sudah menikah,"
"Tidak mau..." Gea menitikkan air matanya, memeluk Frea erat,"Bunda..." ucapnya menangis.
Hampir setiap hari Vincent mengantarkan putrinya bertemu dengan Frea, membuat anak itu menganggap Frea bagaikan ibunya. Bagaikan tidak ingin dipisahkan, menginginkan pelukan hangat dari wanita yang menjaganya dengan tulus.
"Dia bukan ibumu," kata-kata kejam kembali keluar dari mulut Dimas, anak yang seusia dengan Gea.
Gea menangis semakin kencang, memeluk Frea erat. "Sudah-sudah bunda sudah menganggap Gea seperti anak bunda, jangan dengarkan dia ya?" ucapnya menepuk punggung Gea menenangkan.
"Di...dimas mem...memang sering mengolok-olokku," Gea menangis sesenggukan.
"Manja..." sinis Dimas, menghela napas kasar,"Bibi, bibi fikir sedang berbuat baik bukan? Jangan berpura-pura menjadi seorang ibu, tempatkan dirimu sebagai bibi," ucapnya melirik cincin yang tersemat di jari manis Frea.
Dimas mulai berjalan pergi, menghela napas kasar. Korban perceraian kedua orang tuanya? Itulah dia, dari kecil besar dengan keluarga yang kurang harmonis. Sang ayah berselingkuh, begitu pula dengan ibunya. Hingga akhirnya setelah belasan tahun saling menyakiti, mereka berpisah.
Ibu? Apa dia benar-benar memilikinya? Tidak, ibunya memutuskan mengakhiri hidupnya, setelah bercerai dengan ayahnya.
Ingin bertemu almarhum mantan suami pertamanya, yang telah belasan tahun lalu meninggal, hidup dengan penuh penyesalan, karena dahulu berkali-kali mengkhianati suami yang menjaganya dengan baik.
Hingga sekarang Dimas hanya memiliki ayah kandungnya dan kakak tiri beda ayahnya saja, kakak perempuan dari pernikahan pertama ibunya. Pernikahan yang penuh dengan penyesalan bagi almarhum ibunya yang telah meninggal, menyusul hal yang disebutnya cinta sejati dari pria bodoh.
Dimas menghela napas kasar, berjalan menuju mobil yang dibukakan supir,"Tuan muda..." sang supir memberi hormat, selanjutnya mulai kembali ke kursi pengemudi.
"Malam ini setelah ke kantor ayah, aku ingin mengunjungi kak Tomy, memberikan hadiah pernikahan," ucapnya memberikan intrupsi pada sang supir.
***
Frea menghela napas kasar, setelah beberapa saat akhirnya berhasil membuat Gea berhenti menangis. Mengantarnya kembali ke rumah Vincent menjadi pilihannya.
Matahari mulai terbenam, sinarnya meredup perlahan, banyak hal yang difikirkannya. Perjodohan yang sulit ditentangnya, Gea anak manis yang dekat dengannya, serta suami yang secara logika adalah seorang penipu, namun bagaimanapun, hatinya perlahan telah luluh.
Hingga, suara gaduh terdengar dari luar. Frea segera bangkit berjalan cepat menuju area depan tokonya.
Terlihat dua orang pegawainya memegangi Cantika. Wanita yang memegangi piloks mencoret-coret etalase toko. Menulis kata-kata kasar. Pelakor!! Wanita malam!! Bahkan Perawan tua yang menikahi pria muda bayaran. Berbagai kata umpatan ditulisnya.
Menjadi tontonan orang-orang yang lewat, sedang dua orang pegawai Frea mencoba menghentikan Cantika. "Br*ngsek!! Fino ingin menceraikanku karena mu!! Dasar perawan tua tidak laku!!" Cantika meronta-ronta, berhasil melepaskan diri, mengambil air pel, menyiramnya tepat di rambut Frea.
"Kamu tidak bisa berhenti menyiram orang ya!?" bentak Frea, dengan pakaian dan rambut yang kotor. Menampar wajah Cantika. Berjalan berlalu, meminta karyawannya membersihkan kekacauan, enggan melanjutkan masalah.
Cantika tertunduk, bagaikan kehilangan akal sehatnya, setelah semua kebohongannya diketahui Fino. Tempat sampah kecil yang terbuat dari besi diambilnya. Hendak menghantam kepala Frea.
Bruk...
Frea tertunduk, refleks berjongkok, mendengar suara benturan dari bagian belakangnya. Namun tidak terasa sakit, tubuhnya merasakan pelukan seseorang, wanita itu menonggakkan kepalanya.
Seorang pemuda tersenyum padanya, pemuda yang hendak menjemputnya pulang, darah mengalir dari pelipisnya."Kamu tidak apa-apa?" tanyanya tersenyum hangat.
"Tomy?" Frea memegangi kepala suaminya, jemari tangannya gemetar ketakutan. Menatap darah yang mengalir.
Cantika mundur beberapa langkah, merasa salah melukai orang, sejenak kemudian segera berlari. Pegawai toko dan beberapa orang yang kebetulan melintas hendak mengejarnya, namun dihentikan Tomy.
"Tunggu, biarkan saja..." ucapnya dalam pelukan Frea yang menangis terisak.
Berani-beraninya mencoba melukai istri seorang Tomy, aku akan menggores pipimu menggunakan pisau bedah... fikir Tomy penuh rencana, membiarkan Cantika melarikan diri, agar tidak dibawa ke kantor polisi. Untuk mempermudah menangkapnya kembali.
"Tomy kamu harus hidup," ucap Frea bagaikan akan ditinggalkan mati oleh suaminya, mencium kening Tomy berkali-kali.
Aku ingin tau rasanya disayang, lebih baik pura-pura akan mati... gumamnya dalam hati, mulai melemas, terbaring di lantai, dalam pangkuan Frea.
"Frea, maaf tidak dapat menemanimu, umurku terlalu pendek," ucapnya lirih tanpa tenaga, membelai wajah istrinya, bagaikan kata-kata terakhir yang keluar dari mulutnya.
"Tidak, kamu harus tetap hidup, aku mohon..." ucapnya panik, menggenggam erat tangan Tomy."Panggil ambulance..." teriaknya meminta pertolongan pada karyawannya.
Seorang karyawan segera menghubungi ambulance, masih menatap iba, pada pada Frea dan suaminya.
Tentu saja aku akan tetap hidup, aku belum tau rasanya terbang ke langit ketujuh. Jika bisa, kapan kita membuat anak, dan terbang bersama? Aku benar-benar ingin tau rasanya malam pertama. Sabar Tomy, kamu suaminya, tidak perlu terburu-buru...
"Frea, apa kamu mencintaiku?" tanyanya dengan suara lemah, matanya berkaca-kaca, bagaikan pertanyaan terakhir yang mengganjal sebelum kematiannya.
Frea mengangguk,"Aku mencintaimu!! Aku mencintai gigolo tengil sepertimu!! Jangan mati..." ucapnya menggenggam erat jemari tangan Tomy.
"Frea, aku memiliki permintaan terakhir," nada suaranya terdengar lirih.
"Apa? Akan aku kabulkan!!," tanya Frea.
"Aku ingin memiliki anak darimu..." jawab Tomy, mulai memejamkan matanya, berpura-pura tidak sadarkan diri.
"Kamu ingin belasan anak kan? Satu kesebelasan akan aku kabulkan, bahkan satu tim cadangannya sekalian!! Tomy bangun, aku mohon..." ucapnya menangis terisak.
Satu tim berikut cadangannya? Apa kami memiliki stamina yang cukup untuk membuatnya? Harus mulai progam anak kembar dari sekarang... gumaman Tomy dalam hatinya. Mulai membuka matanya.
"Sudah mengatakannya, tidak boleh berbohong. Satu tim kesebelasan, berikut cadangannya..." pemuda itu bangkit duduk di lantai, menyeka air mata istrinya.
"Kamu tidak apa-apa!?" tanyanya Frea cemas.
"Hanya berdarah sedikit..." Tomy memegangi kepalanya, sembari tersenyum.
"Kurang ajar!! Aku kira kamu mati!! Menyebalkan!!" ucapnya kesal, mulai bangkit, berjalan beberapa langkah.
"Satu tim kesebelasan, berikut cadangannya, berarti 22 orang. Jika mulai dari sekarang, dan setiap tahun melahirkan anak kembar, paling cepat memerlukan waktu sebelas tahun. Kapan kita akan mulai membuatnya?" tanya Tomy menggigit bagian bawah bibirnya sendiri.
Satu tim kesebelasan berikut cadangannya? Jangankan melahirkan, mencoba membuat saja aku tidak pernah. Bulan madu, melahirkan, setiap tahun. Aku bisa mati kesakitan dan kelelahan... fikirnya dengan wajah pucat, melirik ke arah suaminya.
"Aku hanya asal bicara saja!!" teriak Frea, berjalan masuk ke toko dengan cepat.
Beberapa karyawan toko menghela napas kasar, membatalkan pemanggilan ambulance, melirik pemuda yang membuat mereka cemas setengah mati. Kemudian satu-persatu mulai masuk ke dalam toko.
"Sayang... maaf..." Tomy mengejar istrinya.
"Sudah aku bilang jangan panggil aku sayang. Itu menggelikan, di usiaku ini..." Frea menghela napas kasar, masuk ke dalam ruangannya diikuti Tomy.
Kotak P3K telah terbuka, luka di kepala suaminya mulai diobati perlahan. Luka yang tidak dalam, namun sedikit terkena ujung tempat sampah yang runcing sehingga luka mengeluarkan darah segar.
Tomy tersenyum, menatap mata itu lekat, mata istrinya yang tengah konsentrasi mengobatinya,"Cantik..." ucapnya tersenyum.
Frea menghela napas kasar,"Tomy kenapa kamu bisa kemari?" tanyanya.
"Menjemputmu," jawabnya jujur, menatap wajah mereka yang berada dalam jarak yang dekat."Jadi kita harus mulai membuat anak dari sekarang..." lanjutnya, menarik tengkuk Frea, mencium bibirnya perlahan.
Namun reaksi aneh kali ini didapatkannya. Frea sedikit mendorong tubuhnya, hingga pangutan bibir itu terlepas. "Kenapa?" Tomy mengenyitkan keningnya.
Wanita itu terdiam menatap ke arah pintu yang terbuka, seseorang berdiri di sana, "Maaf mengganggu. Apa dia suamimu?" tanya Vincent, tersenyum membawa dua bungkus martabak manis.
Namun jemari tangan pria itu mengerat, menatap wanita yang dicintainya berciuman dengan pria lain. Sakit? tentu saja, namun Frea pasti merasakan lebih sakit 12 tahun yang lalu. Vincent tetap tersenyum, mencoba memahaminya. Pelarian Frea di tengah usianya yang tidak muda, begitulah Vincent menatap Tomy saat ini.
Menunggu Frea akan memaafkannya sepenuhnya, dan kembali padanya. Menunggu hati wanita itu yang dulu hanya tertuju padanya.
Tomy berusaha tersenyum, menatap wajah istrinya. Didorong karena kedatangan Vincent? Apa kamu masih mencintainya? Banyak pertanyaan dalam hati Tomy.
Berpura-pura tersenyum, bagaikan orang bodoh yang tidak mengetahui apa-apa menjadi pilihannya.
"Di...dia..." Frea terbata-bata, bingung harus bagaimana. Dirinya memang mengatakan sudah menikah. Namun, perbedaan usia, profesi suaminya, jika diketahui orang mungkin dirinya dan Tomy akan menjadi bahan cibiran orang-orang.
"Aku temannya, maaf sembarangan mencium Frea..." Tomy menjawab lebih cepat, menatap wajah ragu istrinya untuk menjelaskan.
Tangan Tomy menggenggam erat jemari Frea,"Aku mengatakannya agar aku tidak malu pada temanmu, menjadi brondong simpanan..." bisiknya berbohong, tidak ingin Frea sungkan padanya.
Sungkan? Sungkan untuk melukai, rasanya lebih baik melukai dirinya sendiri. Dari pada menatap Frea yang sungkan untuk melukainya.
"Lain kali jangan mencium Frea sembarangan..." Vincent tersenyum, menatap tidak suka pada Tomy.
Tomy mengangguk,"Aku harus pulang," ucapnya pada Frea berusaha untuk tetap tersenyum. Berjalan keluar meninggalkan ruangan Frea.
Wanita itu terdiam sejenak, tertunduk, menatap punggung suaminya yang pergi dengan tersenyum.
Apa hanya berpura-pura tersenyum? Mungkin itulah hal yang berkutat di fikirannya. Tetap duduk, ingin mengetahui hal yang ada dalam fikiran suaminya.
"Terimakasih sudah menjemput Gea, maaf dia agak rewel," Vincent menghela napas kasar, mulai meletakkan martabak manis yang dibawanya.
"Aku..." kata-kata Frea terjeda sejenak, Vincent mengenyitkan keningnya.
"Kamu kenapa?" tanyanya.
"Orang yang tadi keluar suamiku!! Maaf aku pergi sebentar!!" Frea berjalan cepat, meninggalkan ruangan, berharap Tomy belum pergi.
Tomy maaf, apa aku keterlaluan... gumamannya, menelusuri jalan penuh kecemasan. Hingga sebuah mobil terlihat, terparkir di pinggir jalan.
Napas Frea terengah-engah, mengetuk kaca jendela mobil. Tanpa diduga, pintu mobil terbuka, seseorang yang berada didalam sana menariknya ke dalam. Kemudian mengunci pintu mobil dari dalam.
"Apa kita akan membuatnya sekarang?" tanya Tomy, tersenyum tanpa dosa. Bagaikan sudah mengetahui resiko memaksakan orang yang tidak mencintainya untuk menikah.
Berpura-pura tidak dewasa, bersikap ceroboh, berpura-pura bodoh agar Frea nyaman bersamanya. Itu cukup bukan? Agar tetap bisa tersenyum bersamanya, tidak memaksanya hidup dalam perdebatan.
"Kamu suamiku!! Akui aku sebagai istrimu!! Katakan bahwa aku istriku!!" Frea menatap tajam, air matanya bagaikan akan menetes, merasa secara sengaja atau tidak telah menyakiti suaminya.
"Kamu istriku," kata-kata Tomy terhenti, Frea menyambar bibirnya, seolah tidak mempedulikan mobil Tomy yang terparkir di pinggir jalan.
Memangut bibir yang bagaikan candu baginya, seakan tidak ingin kehilangannya. Jemari tangan Tomy terulur, meraih tengkuk Frea, memperdalam ciumannya.
Tidak pernah puas? Benar, semenjak ciuman pertamanya di club'malam. Tomy tidak pernah puas, menikmati bibir istrinya.
***
Sementara itu, didepan apartemen Frea, seorang anak membawa dua bungkus kripik kentang berukuran besar. Menekan bel beberapa kali penuh kesabaran.
"Hadiah pernikahan dariku, keripik kentang saja sudah cukup bukan? Antek-antek Jepang, aku akan meminta sovenir pernikahan!! Dan jamuan makanan mewah..." gumam Dimas, menekan bel tanpa kenal menyerah.
Sejenak pandangannya teralih, menatap kedatangan Tomy dengan wanita yang tadi siang menjemput Gea. Wanita yang dipanggil bunda oleh teman sekelasnya.
Kedua bungkus kripik kentang dijatuhkannya. Tomy merupakan asisten kakak iparnya (pemilik JH Corporation), hubungannya dengan Tomy cukup dekat, walaupun sering bertengkar bagaikan kakak beradik.
Namun, hari ini Dimas menatap iba padanya, bukan untuk pertama kalinya menatap Gea dijemput oleh Frea, bahkan terkadang datang bersama Vincent. Berjalan bersama bagaikan sebuah keluarga.
Istri Tomy? Wanita itu adalah istri Tomy? Dimas memungut dua buah keripik kentang yang dibawanya. Berjalan mendekat, ke arah Tomy.
"Kak Tomy?" Dimas mengenyitkan keningnya.
"Dimas, ada apa malam-malam kemari?" tanyanya pada Dimas.
"Dia siapa?" Dimas mengenyitkan keningnya, menatap ke arah Frea.
"Istriku, namanya Frea..." jawabnya.
"Kamu teman Gea kan? Perkenalkan namaku Frea..." Frea mengulurkan tangannya.
Dimas menatap Frea dari atas sampai bawah,"Aku akan membayarmu berapapun!! Tinggalkan kak Tomy!!" ucapnya serius, bagaikan orang tua pemuda itu.
"Bocah nakal!!" Tomy menarik telinga Dimas, kemudian membuka kode akses apartemen.
"Sakit!! Antek-antek Jepang, aku hanya tidak ingin kamu tersakiti. Seperti suami teraniaya..." ucapnya berusaha melepaskan tangan Tomy yang menarik telinganya.
"Untuk pertama kalinya aku menyukai seorang wanita, dan akan memiliki tim kesebelasan sepak bola termasuk tim cadangannya. Kamu ingin aku diceraikan!?" ucapnya kesal.
Frea hanya tertawa kecil, mengikuti mereka masuk ke dalam apartemen. Sejenak perhatiannya teralih, mengirim pesan pada Vincent. Kemudian menghela napas kasar, kembali mengikuti langkah Tomy.
***
Apartemen yang biasa-biasa saja, sofa yang biasa-biasa saja, makanan buatan Tomy yang biasa-biasa saja.
"Ini jamuannya?" tanyanya kesal.
"Iya, dengan hadiah pernikahan dua bungkus kripik kentang. Perjamuan yang sepadan kan?" Tomy mengenyitkan keningnya, duduk berdampingan dengan Frea.
"Souvernir pernikahannya?" Dimas menadahkan tangannya.
Tomy tersenyum cerah, merogoh sakunya, memberikan sebungkus permen coklat cha-cha,"Jangan boros-boros ya? Makan satu persatu..."
Jemari tangannya gemetar, menatap wajah Tomy dan permen coklat bergantian."Hanya ini, aku rugi lagi?" tanyanya.
Tomy mengangguk, membuka sebungkus keripik kentang hadiah pernikahannya, makan sembari tersenyum tanpa dosa.
"Ulang tahun anak rekan bisnis ayahku dirayakan di hotel berbintang!! Dengan hidangan dari koki kelas atas, souvernirnya sebuah jam tangan yang tidak murah. Aku hanya perlu membungkus tiga buah buku tulis, sebagai hadiah!!"
"Aku membawakanmu dua bungkus kripik kentang!! Dan hanya dijamu dengan ini? Dasar asar antek-antek Jepang pelit!!" kumat-kamit Dimas mengungkapkan kekesalannya.
"Tomy dia siapa?" Frea menghela napas kasar, menanyakan hubungan Tomy dengan Dimas.
"Ayahnya adalah Jony pemilik SF group. Almarhum ibunya, Dea pemilik Giant Corporation. Mantan kakak iparnya adalah Daniel, anak tunggal pemilik Ananta group. Sedangkan kakak iparnya saat ini, pemilik JH Corporation..." jawabnya jujur.
Frea mengenyitkan keningnya, tidak percaya, "Tomy mulailah menulis novel, imajinasimu terlalu tinggi..."
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
George Lovink
Bab ini bab paling bego menurut saya...jujur cerita bagus tapi thor menggambarkan seorang Frea 34 tahun orang yg seolah bodoh...seperti kata bang Sulaiman Effendy.Seharusnya dia tidak mbuka celah untuk Vincent dan anaknya...itu bisa dimanfaatkan oleh Vincent
2024-10-17
0
Sulaiman Efendy
MASIH SAJA FREA GK NGEH DGN UCAPAN TOMY, HRSNYA DIA CURIGA, UDH TUA JUGA BEGOK
2024-01-20
3
Sulaiman Efendy
MAU JUGA MINTA AKUI ISTRI SAMA TOMY, HRSNYA ITU LO KATAKN DIDPAN VINCENT SAAT MSH ADA TOMY..
2024-01-20
2