Assalamualaikum, Bunda..... Cklek....."
Kupanggil, tidak ada sahutan dari dalam. Kemudian kubuka pegangan pintunya. Saat kubuka, ternyata tidak dikunci pintunya dari dalam.
Kulihat bunda tidak ada, mungkin masih di kamar mandi. Aku pun bergegas masuk kamar mandi untuk berwudhu. Kemudian aku melaksanakan kewajibanku yaitu sholat subuh.
Tiba-tiba aku dikejutkan suara bunda saat aku menyapu ruang tengah. Bunda baru keluar dari kamarnya.
"Gimana kondisi Isha, Ra?"
"Alhamdulillah panasnya sudah turun Bun."
"Syukurlah kalau gitu."
"Bun, kenapa pintu ruang tengah tidak dikunci?"
"Sengaja tidak Bunda kunci saat ayah berangkat ke mesjid tadi. Karena Bunda mandi, takutnya kamu pulang."
Aku pun melanjutkan bersih-bersih. Mulai dari ruang tamu sampai dapur. Setelah semuanya selesai, aku pun pergi mandi.
Hari ini hari Sabtu, hari istirahat bagiku karena of bagi PNS. Aku pun teringat dengan Isha. Hari ini aku harus segera jumpa dengan mas Dodi dan menceritakan semuanya. Tapi rasanya kok ada kekhawatiran. Apakah sanggup aku bicara dengan mas Dodi nantinya? Pokoknya aku harus berani.
*****
"Tok, tok...., Ira sarapan dulu."
"Iya Bun."
Aku pun bergegas ke ruang makan.
"Ayah mana Bun?"
"Masih di kamar. Bentar lagi juga keluar."
Setelah ayah keluar, kami pun sarapan bersama.
*****
Di kamar aku masih bingung dan bimbang. Antara menyatakan yang sebenarnya atau tidak.
Kubuka hpku, dan menulis pesan WhatsApp pada mas Dodi.
'Mas....nanti bisa kita ketemuan di warung mbak Desi? Ada yang mau aku bicarakan dengan Mas. Penting...'
Kutunggu beberapa saat. Begitu hpku berbunyi, aku pun langsung membukanya. Kulihat WhatsApp dari mas Dodi.
'Baik sayang, Mas akan datang jam sebelas. Salam kangen selalu 😘 😘 😘.'
Aku tersenyum sendiri membacanya.
Tiba-tiba aku teringat Isha. Kamu lagi ngapain sayang. Kamu tidak demam lagikan. Kamu sudah sembuhkan?
Setelah urusanku dengan mas Dodi selesai, aku akan segera menemui Isha.
Kemudian aku melangkah ke tempat tidur dan duduk di sisi tempat tidur. Kuraih novel yang ada di atas bopet di samping tempat tidurku. Aku pun mulai membaca novel itu.
Tiba-tiba hpku berbunyi, ada panggilan masuk dari mas Dodi.
Ada apa mas Dodi nelpon. Bukankan dia janji datang pukul sebelas, sedangkan sekarang baru pukul sembilan. Apa dia mau memberitahukan kalau tidak bisa datang?
Segera aku angkat telpon mas Dodi.
"Assalamualaikum Mas, ...ada apa?"
"Walaikumsalam. Ra.... abang Mas kecelakaan, jadi Mas akan pulang kampung sekarang."
"Innalillahi.... Kapan Mas kejadiannya?"
"Baru saja Ra. Mas baru saja dapat telpon dari kampung."
"Hati-hati ya Mas...."
"Iya Ra, makasih."
Ya Allah, semoga tidak terjadi apa-apa pada abang mas Dodi. Kasihan kali kamu mas, batinku.
Pikiranku saat ini tidak tenang, sehingga novel yang ada di tanganku kuletakkan kembali di atas boleh.
Aku pun melangkah keluar kamar. Kulihat bunda sedang di dapur. Kuhampiri bunda di dapur.
"Lagi masak apa Bun?"
"Bunda lagi buat agar-agar buat Isha. Dia kan suka kali makan agar-agar."
"Isha demam lagi gak ya Bun?'
"Bunda barusan dari rumah Isha, Isha sudah tidak demam lagi. Tadi dia nanyai kamu Ra, tapi Bunda katakan kamu masih mandi. Tapi mungkin dia tidak tau kalau kamu lagi of."
"Oh iya.... syukurlah Bun. Mudah-mudahan sudah tidak demam lagi."
"Iya kasihan kalau sampai demam. Tadi omanya mau pulang mau terapi kakinya, tapi besok sudah balik kemari lagi."
"Jadi siapa yang menjaga Isha Bun?"
"Tadi ya nek Ijah, karena papanya kerja. Tapi besok papanya kan tidak kerja. Jadi bisa jaga Isha dari pagi."
"Ira hari ini jenguk Isha tidak ya Bun?"
"Gimana pembicaraan kamu dengan Dodi?" Bunda balik bertanya.
"Itulah Bun yang mau Ira sampaikan pada Bunda. Rencana kami akan ketemuan jam sebelas, tiba-tiba dapat kabar kalau abangnya kecelakaan. Sekarang mas Dodi siap-siap mau pulang kampung."
"Innalillahi..... Kasihan kali abang Dodi, padahal istri abangnya mau melahirkan."
"Itulah Bun yang jadi pikiran Ira."
*****
Selesai sholat zuhur, kurebahkan tubuhku di tempat tidur. Kupejamkan mataku beberapa saat. Tetapi aku tidak dapat tertidur juga.
Pikiranku bercabang-cabang. Memikirkan Isha dan juga mas Dodi yang sedang berduka karena abangnya kecelakaan.
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara bunda memanggil aku.
"Tok, tok.....Ira!"
"Bentar Bun."
Aku pun membuka pintu kamarku dan berjalan keluar. Kuhampiri bunda yang berdiri di depan pintu.
"Itu nek Ijah datang." Ucap bunda.
Aku pun segera menjumpai nek Ijah di teras depan.
"Ada apa Nek?"
"Ra, mama Isha datang."
"Jadi kenapa Nek?"
"Isha tidak mau didekati mamanya. Dia merajuk dan tidak mau makan."
"Jadi maksud nek Ijah gimana?" Tanya bunda.
"Ira ke rumah ya, nyuapi Isha. Kasihan dia tidak mau makan."
"Tapi gimana dengan mama Isha, Nek. Pasti nanti akan tersinggung." Ucapku.
"Iya Nek, pasti mama Isha akan tersinggung." Kata bunda menambahi.
"Biar saja Ra tersinggung, biar cepat pulang." Jawab nek Ijah dengan nada sepertinya tidak suka.
"Nenek gak boleh seperti itu." Ucap bunda lagi.
"Biar saja Bu. Nenek gak suka lihat mamanya Isha. Suka ngatur, dan banyak kali pertanyaannya. Sepertinya dia masih suka dengan mas Dika. Isha saja yang anaknya tidak suka, apalagi orang lain."
"Ya sudah Nek, biar Ira sekarang kesana."
Aku dan nek Ijah pun berjalan menuju rumah Isha.
Sampai depan pintu, aku disambut Isha dengan ocehannya.
"Tante...., Tante sudah pulang kerja?"
"Tante hari ini gak kerja sayang."
"Kenapa gak dari tadi Tante kemari?"
"Tante banyak kerjaan saya." Jawabku bohong.
Kulihat pandangan mama Isha sepertinya gak suka dengan kedatanganku.
"Kenapa kamu tidak mau makan sayang. Kan ada nek Ija yang menyuapi Isha. Ada juga Mama."
"Tapi Isha maunya disuapi sama Tante."
"Jadi kalau Tante pulangnya sore, Isha makannya gimana?"
"Ya nunggu Papa. Bentar lagi Papa kan
pulang, tante."
"Papa biasanya sore baru pulang sayang."
"Papa tadi bilang sama Isha, katanya siang sudah pulang. Ha...itu pasti suara mobil papa."
Terdengar suara mobil masuk ke perkarangan rumah Isha.
Deg....
Seperti derap langkah musuh yang semakin mendekat, jantungku berdetak tak karuan. Aku sudah berjanji untuk menjauhi Isha, kecuali hal yang sangat genting seperti tadi malam. Tapi sekarang aku menjumpai Isha.
"Papa....." Ucap Isha sambil berlari memeluk papanya.
Mas Dika langsung mengangkat putrinya dalam dekapannya. Dipeluk dan diciumnya Isha. Setelah cukup puas, Isha pun diturunkan dari gendongannya.
"Sudah pulang Mas?" Tanya mantan istrinya ramah.
"Sudah." Jawab mas Dika datar.
Aku yang sedang memegang piring makanan Isha hanya terdiam.
"Sayang, selesaikan sana makannya. Banyak makannya Isha kan tante?" Tanya mas Dika ramah sambil melirik ke arahku.
"Banyak kok Mas." Jawabku.
Kemudian mas Dika masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Sedangkan mama Isha ikut masuk juga. Tidak berapa lama, kulihat mas Dika keluar lagi. Mungkin karena dilihatnya mantan istrinya masuk kamar, dia merasa tidak enak dengan aku dan nek Ijah.
"Papa mau keluar sebentar ya sayang?" Ucap mas Dika pada Isha.
"Ra, tolong jaga Isha sebentar ya. Mas mau keluar dulu." Ucap mas Dika tersenyum sambil memegang pundakku. Jantungku pun berdetak tak karuan melihat senyum mas Dika yang manis.
Begitu mas Dika pamit padaku, kulihat mama Isha yaitu mbak Tati pun keluar dari kamar.
Selesai memberi makan, aku pun bermain sebentar dengan Isha. Tidak lama kemudian kulihat Isha sudah kelihatan ngantuk. Mungkin pengaruh dari obat demam yang diminumnya.
"Sekarang waktunya bobok siang. Isha harus bobok siang dulu."
Aku pun membereskan mainan Isha yang berserakan di depan TV.
"Isha bobok siang sama Mama ya sayang?" Mamanya membujuk Isha.
"Gak mau !!! Isha mau bobok siang sama tante Ira." Jawab Isha marah.
"Isha gak boleh gitu sayang. Kasihan mama sudah datang jauh-jauh pingin dekat dengan Isha, eh Isha tidak mau. Nanti mama pasti sedih." Ucapku sambil membujuknya.
"Isha maunya sama Tante saja!"
Isha kemudian berlari mendekati aku. Aku pun segera mempobongnya dan membawanya ke kamar.
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara mama Isha.
"Eh, tidurnya di depan TV saja. Kalau tidur malam baru di kamar."
"Aku pun menurut saja karena Isha sudah tertidur dalam gendonganku."
Kuletakkan Isha diambal yang ada di depan TV. Setelah Isha sudah tertidur lelap, aku pun hendak pamit pulang.
Tiba-tiba mbak Tati ngajak aku ke ruang tamu. Sedangkan Isha dijaga oleh nek Ijah di depan TV.
"Begini ya Ra.... Mbak lihat kamu itu gadis yang cantik dan punya pekerjaan yang mapan. Sudah pasti banyak pemuda yang mau sama kamu. Kalau masih banyak pemuda yang mau, ngapain kamu cari seorang duda. Lagian, mantan istri mas Dika yaitu Mbak masih hidup. Apa kamu tidak khawatir kalau suatu saat mas Dika akan kembali pada mantan istrinya. Karena Mbak yang meninggalkannya dan sekarang Mbak sudah kembali. Mbak juga yakin kalau mas Dika masih mencintai Mbak, makanya sampai sekarang dia belum menikah lagi. Kalau kamu sampai menikah dengan mas Dika, berarti itu namanya memecahkan sebuah keluarga yang masih utuh. Artinya berbahagia diatas penderitaan orang lain. Memang Mbak akui, Mbak yang salah. Tapi sekarang Mbak sudah sadar. Mbak ingin kembali membina rumah tangga Mbak yang telah hancur. Seandainya kamu jadi Mbak, gimanalah perasaan kamu saat melihat mantan suami kamu dekat dengan wanita lain, sementara kamu sudah sadar dengan kesalahan kamu dan hendak berubah."
Kulihat mbak Tati tertunduk sambil menitikkan air mata. Sepertinya air mata penyesalan.
Tak terasa bulir-bulir hangat mengalir disudut mataku.
Ucapan mbak Tati sangat menyentuh perasaanku.
"Maaf ya Mbak sebelumnya. Aku gak ada niat untuk memisahkan Mbak dengan mas Dika. Kalau Mbak mau kembali dan berubah, tentu aku dukung. Aku juga sudah punya calon pendamping dan rencanya bulan depan mau menikah." Ucapku dengan sangat berat.
Kulihat mbak Tati sedikit terkejut mendengar penjelasan. Dia tidak menyangka kalau aku juga sudah punya calon suami.
Setelah terdiam beberapa saat, aku pun segera pamit pulang pada mbak Tati dan nek Ijah yang sedang menunggu Isha di depan TV. Aku yakin nek Ijah pasti mendengar pembicaraan kami.
Aku berjalan keluar menapaki setapak demi setapak, tapi rasanya untuk sampai menuju kamarku lamanya bukan main. Begitu sampai kamar, kurebahkan tubuhku di springbed yang ukurannya tidak terlalu luas. Aku pun menangis sampai aku tertidur pulas.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Sri Suryani
Mantap Thor
2021-10-19
2