Curhat

Sesampainya di rumah, kulihat rumah kosong. Aku berjalan ke ruang tamu sampai ke dapur, tetapi tidak kutemukan seorang pun di dalam rumah. Kemudian aku berjalan menuju ke kamar bunda.

"Tok,tok....Bunn....?" Aku mengetuk pintu kamar bunda. Karena tidak ada sahutan dari dalam, kupegang pegangan pintunya dan berusaha untuk membukanya.

"Cklek...." Kubuka pintu kamarnya dan kulihat kamar bunda kosong.

Bunda kemana ya, batinku.

Kulangkahkan kakiku lebih cepat menuju teras depan. Sampai disana, bunda juga tidak terlihat.

Kemudian aku berjalan ke halaman belakang, mana tau bunda sedang membakar sampah di belakang. Biasa bunda kalau jam segini membersihkan halaman belakang sambil membakar sampah yang ada di belakang.

Karena tidak ada juga, aku berjalan ke halaman depan sambil melirik ke teras  rumah Isha. Tanpa sengaja tatapanku beradu dengan tatapan mas Dika. Ternyata mas Dika sedang membaca koran di teras rumahnya.

Deg...

Jantungku berdetak tidak menentu. Aku jadi gugup dan salah tingkah.

"Ada apa Ra?" Tanya mas Dika saat melihat keberadaanku di halaman depan.

"Ehhh....mencari bunda mas." 

"Mungkin melihat pertandingan di lapangan Ra. Isha juga tadi pergi dengan nek Ijah."

"Oh iya, makasih ya mas atas infonya."

Kulihat mas Dika hanya tersenyum. Senyum mas Dika membuat perasaanku semakin tidak menentu.

Sayang sekali mas Dika sudah duda. Kalau masih perjaka, mungkin akulah orang nomer satu yang mendaftarkan diri jadi kekasihnya, batinku dalam hati.

Cepat-cepat aku membalikkan badan dan terus berjalan masuk ke dalam rumah.

Kenapa setiap ketemu papa Isha, ada perasaan lain dihatiku ya.

Aku pun masuk ke kamar dan mencari hpku. Baru kuingat kalau hpku masih ada dalam tas sandangku. Karena sejak pulang tadi, aku belum ada membuka hp.

Segera kuraih hpku yang ada di dalam tas sandangku dan segera kutelepon bunda.

"Assalamualaikum, Bunda dimana?"

"Bunda lagi melihat perlombaan di lapangan. Kamu sudah pulang?"

"Ira baru saja pulang Bun."

"Kamu apa gak pingin kemari, lihat perlombaan?"

"Gaklah Bun, Ira capek. Ira mau istirahat saja ya Bun?"

"Ya sudah terserah kamu. Sudah ya, Assalamualaikum..."  

Memang tadi bunda menawari aku untuk nonton perlombaan, tapi aku malas. Badanku terasa capek semua.

Mendingan aku istirahat, tidur siang untuk menghilangkan rasa capek dari pada nonton pertandingan.

Sewaktu anak-anak, kalau perayaan HUT RI aku tidak pernah absen nonton perlombaan. Bahkan aku sering menjadi peserta dalam perlombaan itu. Seperti ikut lomba makan kerupuk, lomba lari goni dan lomba lainnya. Pokoknya perlombaan untuk anak-anak selalu aku ikuti semuanya.

Setelah remaja, jangankan untuk mengikuti lomba, melihat saja aku sudah malas.

Setelah berganti pakaian, kumerebahkan tubuhku di atas springbed. Dalam hitungan menit, aku pun sudah hanyut dalam mimpi.

*****

"Tok, tok....Ra? Kamu sudah bangun?"

Aku terbangun mendengar pintu kamarku diketuk bunda. Aku pun menggeliat sebentar merenggangkan otot-ototku.

"Iya Bun, ini baru bangun."

"Cepat mandi, sholat ashar dan jangan tidur lagi!" Terdengar suara bunda memerintah.

"Iya Bun."

Aku masih belum dapat berdiri. Rasanya badanku masih lemas. Setelah beberapa saat, aku pun duduk, kemudian berdiri dan berjalan menuju kamar mandi.

Begitu kusiram rambutku dengan air dari shower, rasanya sejuk kali dan gak mau berhenti. Setelah hampir sepuluh menit, aku pun selesai mandi.

Bergegas aku membuka lemari dan memilih baju yang akan aku pakai. Setelah selesai memakai baju, aku pun menunaikan kewajibanku untuk sholat ashar.

Keluar dari kamar, kulihat bunda sedang nonton TV di ruang tengah.

"Gimana Bun pertandingannya, seru?"

Aku mengambil posisi duduk disamping bunda.

"Ya seperti biasalah, ada yang menang dan ada yang kalah."

"Kalau itu, Ira juga tau Bun." Sahutku sambil tertawa.

Kembali bunda mengelus-elus lembut kepalaku sambil tertawa juga.

"Bun, kok tumben sore ini Isha gak kemari?"

"Mungkin dia lagi istirahat, karena kami baru pulang nonton perlombaan."

"Mungkin juga ya Bun."

"Oh iya Ra, kamu ada janji sama Isha untuk mengajak dia nonton perlombaan?"

Aku pun mengernyitkan dahi sambil berpikir.

"Oh iya Bun, Ira janji mau ngajak Isha nonton panjat pinang. Memangnya kenapa Bun?" tanyaku penasaran.

"Tadi sehabis zuhur, Isha mencari kamu. Katanya sudah janjian mau nonton perlombaan."

"Ya Allah bun....Ira lupa. Jadi Isha bilang apa Bun?"

"Bunda lihat dia sedikit kecewa, makanya langsung Bunda ajak dia nonton, sekalian sama nek Ijah."

Kebetulan perlombaanan dibuat di tanah lapang yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahku, sehingga dengan berjalan kaki saja sudah sampai.

"Oh gitu." 

"Pasti nanti dia nanya kalau kemari." 

"Kalau nanti dia nanya, ya terpaksa nanti malam Ira ajak nonton hiburan malam di lapangan Bun. Biasa kalau hari kemerdekaan, malamnya selalu ada hiburan di lapangan."

"Kasihanlah kalau malam. Udara malam dingin loh."

"Lebih kasihan kalau lihat dia merajuk, terus sedih. Ira gak sampe hati lihatnya loh Bun."

"Ya sudahlah, terserah kamu saja. Yang penting pulangnya jangan lama kali."

"Ok bos...." Ucapku sambil tertawa.

"Kalau kamu ini ya." Ucap Bunda sambil mencubit pipiku.

Aku pun nyengir kesakitan.

Semakin hari, hubunganku semakin dekat saja sama Isha. Isha seperti bagian dari hidupku. Tidak kelihatan sehari saja, rasanya rindu kali.

"Bun, ayah kok belum pulang?" Tanyaku penasaran.

"Barusan ayah nelepon bunda, katanya pulangnya malam."

"Oh...." Aku hanya mengangguk tanda mengerti.

"Oh ya Bun...ada loh yang mau Ira bicarakan."

"Memangnya ada apa sih, kok kelihatannya serius kali."

Aku jadi salah tingkah ketika melihat bunda menggeser tubuhnya hingga menghadap ke arahku.

"Ahhh...Bunda loh. Ira jadi gak bisa ngomong nih dilihatin seperti itu."

Bunda semakin penasaran dan menatapku dalam-dalam. Kulihat wajahnya tersenyum.

"Memangnya mau ngomong apa sih. Coba katakan sekarang, bunda pasti dengar." Ucap bunda sambil manatapku tidak berkedip.

"Ehhh...begini Bun. Ada teman yang mau sama Ira, namanya Dodi. Dia PNS di BKD. Dia teman dekat Ginda. Bunda ingatkan Ginda?" 

Kuperhatikan mimik wajah bunda. Kulihat bunda sedang berpikir mengingat-ingat tentang Ginda.

"Iya, Bunda ingat sekarang. Ginda suaminya Sari teman SMA kamu kan?"

Aku hanya mengangguk pertanda setuju. Kemudian aku meneruskan pembicaraanku ke pokok intinya.

"Tadi Ira sudah ngobrol sama Dodi sewaktu makan bakso di jalan Kartini. Intinya Ira mau kalau dijadikan istrinya, tapi Ira minta waktu dua bulan untuk menuju ke pernikahan. Menurut Bunda, gimana Bun?"

"Kalau bunda sih terserah kamu saja, karena kamu yang akan menjalaninya. Kalau kamu sudah suka, ya Bunda pasti ikut saja. Yang penting orangnya sayang, perhatian dan bertanggung jawab buat keluarga."

"Jadi Bunda setuju dengan pilihan Ira?"

Kulihat bunda hanya mengangguk sambil tersenyum bahagia. Mungkin bunda bahagia, karena sudah beberapa kali aku dijodohkan, tapi gak pernah ada yang cocok. Tapi kali ini, tanpa repot-repot mencari jodoh, sudah ketemu sendiri.

"Sekarang, kamu cari tau dulu tentang Dodi. Kamu harus tau statusnya, kepribadiannya, dan juga latar belakang keluarganya. Jangan sampai menyesal di belakang hari nanti. Ini sekedar saran dari bunda."

"Tapi usianya lebih muda lima tahun dari Ira, Bun."

"Loh iya.... ?"

Kulihat bunda sedang terdiam sambil merenung. Mungkin mengingat perbedaan usia kami yang terlalu jauh.

"Tapi dia tau kan kalau kamu lebih tua lima tahun dari dia?" Tanya bunda penasaran.

"Iya, tau Bun."

"Yang penting dia sudah tau. Kapan kamu bawa kemari, kamu perkenalkan dengan ayah Bunda?"

Aku kemudian tersenyum pada bunda.

"Nanti saja ya Bun, kalau sudah dekat hari pernikahan."

"Oh gitu, ya sudah gak apa-apa"

"Rencana Ira mau dibawa ke rumah orang tuanya di Padang Sidempuan Bun, mau dikenalkan sama keluarganya. Tapi Ira gak mau. Ira bilang nanti saja kalau sudah menikah baru pergi kesana."

"Jadi apa katanya?"

"Syukurlah dia maklum Bun."

Setelah semuanya kuceritakan pada bunda, hatiku mulai lapang. Yang terpenting bunda setuju dengan pilihanku. Aku sendiri belum mengerti, apakah aku cinta atau tidak dengan Dodi. Ah, cintakan bisa tumbuh belakangan setelah menikah nantinya, batinku dalam hati.

Tiba-tiba hpku berbunyi. Kuraih hpku yang ada di atas bopet di ruang TV. Saat kulihat, ternyata Winda yang menelpon aku.

Segera kuangkat telepon Winda dan aku pun berjalan ke kamar karena aku yakin pasti Winda cerita tentang Dodi. Mungkin juga tadi Dodi sudah memberitau Winda kalau kami sudah jadian.

"Selamat ya Ra, sudah jadian sama Dodi."

"Kok kamu tau Win?"

"Barusan Dodi nelpon aku memberitau Kabar gembira ini."

"Oh iya ...doakan ya Win, semoga kami berjodoh."

"Aamiin....kudoakan kalian berjodoh dan nantinya menjadi keluarga yang sakinah."

"Aamiin...sekali lagi terima kasih ya Win atas doa dan suportnya."

Setelah percakapan kami selesai, aku pun kembali ke ruang tengah menemani bunda nonton TV.

Kalau gak ada ayah di rumah, akulah yang dengan setia menemani bunda menonton TV.

Tetapi sejak ada Isha, kami selalu nonton TV bersama Isha sambil mendengarkan ocehan Isha yang lucu.

Setiap sore selesai mandi, Isha pasti datang ke rumah sambil menunggu aku pulang kerja.

Begitu aku pulang kerja, aku selalu disambut dengan ocehannya yang lucu dan rasa capekku hilang kalau mendengar ocehan Isha.

Terkadang aku sangat kasihan dan sedih kalau melihat Isha. Kasihan karena sejak kecil sudah ditinggal ibu kandungnya hanya demi lelaki lain.

Isha kurang kasih sayang dari seorang ibu, sehingga ayah dan bunda sangat sayang sama Isha dan sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Isha juga sangat manja pada ayah bunda.

                                     *****

 

 

Terpopuler

Comments

Sri Suryani

Sri Suryani

Mantap Thor👍

2021-10-19

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Perkenalan
3 Pandangan Pertama
4 Naksir
5 Hubungan Serius
6 Curhat
7 Hiburan Malam
8 Masuk Rumah Sakit
9 Pergi Pesta
10 Sedih
11 Menjaga Isha
12 Mantan Istri
13 Cemburu
14 Calon Menantu
15 Bingung
16 Sedih dan Kecewa (POV Mas Dika)
17 Sakit
18 Kecelakaan
19 Ulang Tahun Mas Dika
20 Ungkapan Perasaan
21 Amanah (POV Mas Dodi)
22 Pemakaman (POV Mas Dodi)
23 Berkunjung
24 Tersipu Malu
25 Galau
26 Isi WhatApp
27 Perasaan Rindu, Benci dan Marah
28 Sedih dan Kecewa
29 Melepas Rindu
30 Penasaran
31 Dilamar
32 Perlengkapan Pernikahan
33 Gaun Pengantin
34 Keseleo
35 Janji Setia
36 Janjii Ketemu
37 Permohonan
38 Ketemu Tante Dewi
39 Ketemu di Taman
40 Terkejut
41 Menolak (POV Mas Dika)
42 Hari Pernikahan
43 Ijab Khobul
44 Resepsi Pernikahan
45 Pura-pura
46 Pindah Rumah
47 Duduk Lemas
48 Kecewa
49 First Night
50 Kesiangan
51 Sarapan Pagi
52 Tidur Siang
53 Isha Ikut Ya....
54 Bulan Madu
55 Jalan-jalan di Pinggiran Danau
56 Keindahan Danau Toba
57 Marah
58 Maafkan Mas Ya ....
59 Membuat Sarapan
60 Masuk Kerja
61 Kehujanan
62 Demam
63 Pergi ke Dokter
64 Sakit Tipus
65 Pulang ke Rumah
66 Sembuh dari Sakit
67 Gak Enak Badan
68 Khawatir
69 Hamil
70 Pusing
71 Bergerak-gerak
72 Kontrol Kehamilan
73 Pamit
74 Melayat
75 Panik
76 Melahirkan
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Prolog
2
Perkenalan
3
Pandangan Pertama
4
Naksir
5
Hubungan Serius
6
Curhat
7
Hiburan Malam
8
Masuk Rumah Sakit
9
Pergi Pesta
10
Sedih
11
Menjaga Isha
12
Mantan Istri
13
Cemburu
14
Calon Menantu
15
Bingung
16
Sedih dan Kecewa (POV Mas Dika)
17
Sakit
18
Kecelakaan
19
Ulang Tahun Mas Dika
20
Ungkapan Perasaan
21
Amanah (POV Mas Dodi)
22
Pemakaman (POV Mas Dodi)
23
Berkunjung
24
Tersipu Malu
25
Galau
26
Isi WhatApp
27
Perasaan Rindu, Benci dan Marah
28
Sedih dan Kecewa
29
Melepas Rindu
30
Penasaran
31
Dilamar
32
Perlengkapan Pernikahan
33
Gaun Pengantin
34
Keseleo
35
Janji Setia
36
Janjii Ketemu
37
Permohonan
38
Ketemu Tante Dewi
39
Ketemu di Taman
40
Terkejut
41
Menolak (POV Mas Dika)
42
Hari Pernikahan
43
Ijab Khobul
44
Resepsi Pernikahan
45
Pura-pura
46
Pindah Rumah
47
Duduk Lemas
48
Kecewa
49
First Night
50
Kesiangan
51
Sarapan Pagi
52
Tidur Siang
53
Isha Ikut Ya....
54
Bulan Madu
55
Jalan-jalan di Pinggiran Danau
56
Keindahan Danau Toba
57
Marah
58
Maafkan Mas Ya ....
59
Membuat Sarapan
60
Masuk Kerja
61
Kehujanan
62
Demam
63
Pergi ke Dokter
64
Sakit Tipus
65
Pulang ke Rumah
66
Sembuh dari Sakit
67
Gak Enak Badan
68
Khawatir
69
Hamil
70
Pusing
71
Bergerak-gerak
72
Kontrol Kehamilan
73
Pamit
74
Melayat
75
Panik
76
Melahirkan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!