Selesai apel pagi, aku pun menuju ke meja kerjaku. Kubuka laci meja, dan kuambil berkas yang akan aku selesaikan hari ini.
"Gimana kabar Isha, Ra?"
Winda yang meja kerjanya di sampingku memulai pembicaraan.
"Rencananya hari ini akan dilakukan pemeriksaan lanjutan, mudah-mudah prediksi dokter salah."
"Memangnya apa kata dokter Ra?" Tanya Yuyun yang duduk di depan meja kerjaku.
"Dugaan sementara, kanker darah." Aku pun menjelaskan pada kedua teman dekatku.
"Mudah-mudahan sakit Isha, sakit biasa ya Ra." Ucap Yuyun.
"Iya Yun, makasih ya atas perhatiannya".
"Ra, kamu kan teman dekat kami. Apa pun yang kamu rasakan, kami juga ikut merasakan." Kata Yuyun lagi.
"Iya Ra. Kamu sedih, kami pun ikut sedih." Ucap Winda juga.
Aku tidak sanggup mengucapkan sepata katapun karena aku sangat senang Yuyun dan Winda sangat perhatian padaku.
Tiba-tiba hpku berbunyi. Kulihat ada WA masuk dari Dodi.
Dodi menanyakan kabar tentang Isha. Dodi kelihatannya juga mengkhawatirkan Isha, padahal Dodi belum pernah mengenal Isha. Bertemu juga belum pernah.
Aku sangat tersanjung dengan perhatian Dodi pada Isha. Dodi ternyata sangat perhatian pada Isha. Sepertinya Dodi sayang anak-anak.
*****
Jam istirahat siang pun tiba. Aku bergegas ke musholah untuk sholat zuhur dulu.
"Kamu tidak ke kantin dulu Ra?" Tanya Yuyun.
"Iya, tapi nanti. Aku belum lapar Yun, jadi mau sholat dulu."
"Kalau gitu, aku ke kantin dulu ya?" Ucap Yuyun sambil berlalu meninggalkanku.
Aku hanya tersenyum sambil melihat kepergian Yuyun.
Kemudian aku pun berjalan menuju musholah.
Sampai di musholah, kulihat Dodi sudah di musholah. Kenapa Dodi sholat di musholah sini, sedangkan di kantornya juga ada musholah.
Selesai sholat, kuhampiri Dodi yang baru keluar dari musholah.
Dodi pun terkejut dengan keberadaanku yang tiba-tiba sudah dihadapannya.
"Eh kamu.... Ra." Ucap Dodi.
"Kamu kenapa sholat disini?"
"Aku sebenarnya mau menjumpai kamu, mau ngajak makan siang."
"Oh gitu....."
"Kamu mau kan?"
Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Segera Dodi menghidupkan sepeda motornya dan membawaku untuk makan di luar.
"Sebenarnya ada yang akan aku sampaikan Ra."
Dodi memulai pembicaraan saat kami sedang makan.
"Mengenai apa itu?" Tanyaku penasaran.
"Aku mau mengajak kamu pulang kerja ini membeli cincin perkawinan kita. Biar kamu yang milih sendiri."
Aku pun terdiam sejenak. Apakah aku bisa menikah dengan Dodi, sementara hatiku sepertinya sudah dibawa terbang mas Dika. Tapi kalau dibatalkan, gimana perasaan Dodi? Sementara mas Dika hanya seorang duda. Aku sendiri tidak mengharapkan seorang duda. Yang kuharapkan suami yang masih perjaka. Kenapa sebulan lagi aku akan menikah, hatiku terbagi pada lelaki lain?
Aku pun hanyut dalam pikiranku yang tidak pasti. Tiba-tiba suara Dodi membuyarkan lamunanku.
"Jadi gimana Ra?" Tanya Dodi lagi.
"Kalau kamu sendiri yang milih gimana? Kalau aku sih terserah kamu saja. Kalau menurut kamu bagus, cantik, bagiku juga bagus, cantik."
"Memangnya kamu mau kemana Ra?"
"Aku rencananya pulang kerja nanti mau ke rumah sakit untuk menjenguk Isha."
"Kalau hari ini kamu tidak bisa, besok saja atau pun lusa masih bisa kok."
Kulihat Dodi sangat pengertian dengan situasiku saat ini.
"Kalau gitu, terserah kamu saja."
"Oh ya Ra, ada lagi yang akan aku sampaikan."
"Apa lagi Dodi?" Tanyaku datar.
"Bisa tidak kalau mulai sekarang kamu panggil aku mas, bukan nama. Karena sebentar lagi kitakan akan menikah. Kan gak enak kedengarannya kalau kamu panggil nama."
Dodi sambil tertunduk malu mengatakan hal itu. Kulihat wajahnya sedikit merah.
"Baiklah mas Dodi." Ucapku sambil tersenyum.
Terpancar kebahagian di wajah Dodi setelah aku mengucapkan kata 'mas' pada Dodi.
Tidak lama kemudian, Dodi pun mengantar aku ke kantorku yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kami makan.
*****
Pulang kerja langsung aku menuju rumah sakit. Dengan kecepatan yang lebih tinggi sedikit dari biasanya, aku pun melajukan sepeda motorku.
Begitu sampai kamar Isha, kulihat mama Isha sudah di dalam kamar Isha. Mas Dika duduk disamping kanan Isha sambil memegang tangan putrinya. Sedangkan mamanya duduk disebelah kiri Isha sambil mengelus kepala Isha. Kelihatannya mereka seperti keluarga yang bahagia.
Melihat kebersamaan mereka, ku urungkan niatku untuk masuk. Aku pun berjalan dan merebahkan tubuhku di kursi yang ada di teras kamar Isya. Tetapi mas Dika ternyata melihat kedatanganku saat aku akan masuk tadi. Dia pun segera menghampiriku.
"Ra, kenapa kamu gak masuk?" Tanyanya saat melihat aku duduk di teras.
Sontak aku pun terkejut mendengar suaranya, karena aku tidak melihat kedatangannya.
"Eh...., bentar lagi Mas, aku masih capek." Ucapku bohong.
Hatiku sakit melihat kedekatan mas Dika dengan mantan istrinya. Tapi aku sadar, bahwa tidak ada alasan aku untuk cemburu.
Memangnya aku siapa, kekasih tidak, istri juga bukan. Tapi kenapa hatiku sakit ya.
Mas Dika kemudian duduk disampingku. Kami berdua diam beberapa saat, hanyut dengan pikiran kami masing-masing.
Saat aku melirik ke arah mas Dika, ternyata mas Dika juga sedang memandangku. Kami pun pandang-pandangan. Aku jadi tersipu malu.
Mas Dika memandangku sambil tersenyum. Senyum mas Dika membuat hatiku deg-degan tidak menentu.
"Kamu sangat cantik kalau memakai pakaian dinas seperti ini Ra." Ucap mas Dika sedikit pelan.
Sontak aku terkejut mendengar ucapannya barusan. Perasaanku seperti melayang-layang jauh entah kemana. Kaki ini sepertinya tidak dapat dipijakkan lagi ke bumi. Hatiku berbunga-bunga. Apa maksud perkataan mas Dika barusan, apa mas Dika suka padaku? Ah....jangan kege'eran Ra.
Aku pun terdiam dan sedikit malu. Pasti wajahku sudah merah padam.
Kemudian kualihkan perkataan mas Dika barusan.
"Gimana hasil pemeriksaan Isha, Mas?"
"Alhamdulillah berkat doa kita semua, prediksi dokter ternyata salah. Ternyata Isha tidak kena kanker darah. Hanya Isha tidak boleh terlalu capek supaya imun tubuhnya kuat, karena imun tubuh Isha sangat lemah."
"Syukurlah Mas, kalau seperti itu." Ucapku senang.
Terukir senyum bahagia juga di wajah mas Dika.
"Jadi kapan Isha diperbolehkan pulang Mas?"
"Rencanya besok Isha sudah boleh pulang."
"Alhamdulillah." Ucapku sambil mengangkat kedua tanganku.
"Ayo kita lihat Isha di dalam. Tadi sebelum tidur dia nanya kamu terus." Mas Dika berdiri dan melangkahkan kakinya ke dalam.
Aku berjalan di belakang mas Dika. Kulihat Isha masih tidur nyenyak. Aku pun duduk tepat di depan mantan istri mas Dika. Sedangkan mas Dika berdiri disampingku.
Tiba-tiba Isha terbangun setelah mendengar aku menggeser kursiku supaya lebih dekat ke wajah Isha.
"Tante....."
"Iya sayang, tante disini." Ucapku.
"Tante disini saja ya, temani Isha."
"Disinikan ada papa dan ada mama Isha juga."
"Tapi Isha mau sama Tante saja."
Kulirik mama Isha, kelihatan ada kekecewaan di wajahnya.
"Kan ada papa disini. Tante Ira tidak bisa berlama-lama disini karena tante ada kerjaan." Mas Dika menyakinkan putrinya.
"Kalau Tante sudah tidak ada kerjaan, Tante kemari ya." Dipegangnya tanganku erat sekali.
Aku pun langsung memeluk Isha erat-erat.
Kulihat mas Dika tersenyum melihat kami berpelukan.
Melihat kedekatan aku dengan Isha, kulihat mama Isha sedikit kecewa. Apalagi Isha tidak memperdulikan kehadirannya. Karena tidak lama kemudian mama Isha pamitan pulang tanpa basa basi padaku.
Apa mama Isha tersinggung denganku. Buktinya buru-buru pamit pulang. Mas Dika juga kelihatan sangat cuek dengan mantan istrinya. Apakah dia sudah tidak mencintainya?
Beribu pertanyaan muncul dalam benakku. Mungkinkah mereka akan bersatu kembali?
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Rostika Mkw
smangat Thor ceritanya seru
2021-11-03
2
Sri Suryani
Mantap Thor
2021-10-19
2