Jam kerja telah berakhir, tetapi aku masih asik di depan komputer menyelesaikan pekerjaanku.
Untuk menghilangkan rasa jenuh, kuhidupkan musik di hpku. Kubuka yotube mp3 lagu Rossa. Rossa adalah penyanyi idolaku. Sambil mendengarkan musik, aku pun nyelesaikan pekerjaanku yang hampir selesai.
Sudah menjadi kebiasaan bagiku kalau pulang kerja selalu lama-lama. Beda dengan teman lainnya, yang selalu buru-buru kalau jam kerja berakhir. Semuanya ingin cepat pulang untuk ketemu dengan keluarganya terutama anak-anak mereka. Sedangkan aku, yang kujumpai hanya ayah dan bunda.
Terkadang ada juga perasaan sedih dan minder dengan teman-teman yang sudah berkeluarga, tapi aku yakin dan percaya pada takdir Allah. Aku yakin suatu saat nanti pasti aku dipertemukan dengan jodohku, yang penting aku tidak pernah bosan untuk selalu berdoa.
Saat ini aku belum ketemu dengan jodohku, tapi aku yakin suatu saat nanti aku akan ketemu dengan jodohku yaitu lelaki yang baik, sayang dan bertanggung jawab, Aamiin...
"Ra, kamu belum pulang juga?"
Aku tersontak keget mendengar suara Yuyun yang membuyarkan lamunanku.
"Eh....iya Yun, sebentar lagi."
Kulihat Yuyun sudah berkemas-kemas hendak pulang.
"Makanya jangan melamun saja. Nanti gak selesai kerjanya karena kebanyakan melamun."
Aku hanya tersenyum melihat ke arahnya.
Kemudian Yuyun berjalan mendekati aku sambil melirik ke komputer yang ada dihadapanku.
"Kamu ngerjakan apa? Kok kayaknya serius banget sih?" Yuyun langsung melihat pekerjaanku di komputer.
"Aku lagi ngerjakan laporan bulanan." Ucapku masih asik menggerakkan kursor yang ada di hadapanku.
"Oh....aku pikir ngerjakan apa."
"Kamu sudah mau pulang?"
"Iya Ra, maklumlah punya anak kecil selalu repot. Aku duluan ya Ra?" Setelah memegang pundakku, Yuyun pun berlalu pergi.
"Ok, hati-hati ya?" Sambil kulirik kepergian Yuyun.
Kembali mataku tertuju pada komputer yang ada di hadapanku.
"Belum pulang Ra?" Sapa mas Zulham yang lewat di samping meja kerjaku.
Ternyata mas Zulham juga baru hendak pulang.
Aku pun menoleh ke arah datangnya suara. "Belum mas, sebentar lagi."
Kulihat mas Zulham sudah membawa tas ranselnya hendak pulang.
"Duluan ya Ra... ?"
"Iya mas, hati-hati ya?"
Satu demi satu pegawai mulai pada pulang. Tinggal aku sendiri yang masih berada di ruang kantor.
Tidak lama kemudian, pekerjaanku selesai. Kuluruskan kakiku yang terasa pegal dan kugerakkan pinggangku ke kanan dan ke kiri. Terdengar bunyi gemeretak dari pinggangku yang kugerakkan tadi.
Kemudian kugerakkan juga leherku ke kanan dan ke kiri sambil berputar. Setelah terdengar bunyi gemeretak dari leherku, hatiku pun merasa puas.
Kubereskan meja kerjaku. Kertas-kertas yang berserakan segera kurapikan dengan kumasukkan ke map dan kemudian kusimpan di dalam laci meja kerjaku.
Setelah beres semuanya, kuraih tas sandang yang ada di meja. Aku pun berdiri dan jalan keluar. Tiba-tiba aku teringat bahwa lampu di ruang kerja belum dimatikan. Kucari tempat saklar dan langsung kupadamkan lampu di ruang itu.
Kemudian kulangkahkan kakiku keluar sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Aku berjalan melewati lorong yang sunyi dan seram. Kebetulan semua pegawai sudah pulang dan semua ruangan sudah pada gelap. Hanya lampu yang ada di lorong ruangan yang dihidupkan.
Saat tiba di depan kantor, aku disambut oleh pak satpam yang bernama pak Dani dengan senyum khasnya. Kumis pak Dani yang lebat membuat wajahnya kelihatan sangat seram dan ditakuti banyak orang, kecuali kalau tersenyum baru kelihatan ramahnya.
"Baru pulang mbak Ira?"
"Iya mas, kerjaan saya baru kelar. Saya duluan ya mas?"
"Iya mbak, hati-hati."
Aku pun berjalan dengan santainya menuju area parkiran. Di parkiran hanya tinggal beberapa sepeda motor yang ada. Selebihnya sudah dibawa pulang oleh pemiliknya.
Kulihat sepeda motor kesayanganku Beat warna putih. Kuambil helm yang ada di bagasi dan aku pun segera naik sepeda motorku keluar kantor bupati menuju ke jalan W.R. Supratman. Dengan kecepatan 40 km/jam aku pun pulang ke rumah.
*****
Begitu sampai di halaman rumah, terdengar seperti ada suara ramai dari ruang tamu. Kumasukkan sepeda motorku ke garasi dan aku pun masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum...."
"Walaikumsalam...." Terdengar jawaban dari dalam ruang tamu. Ada suara bunda, dan ada terdengar suara anak kecil.
Seperti biasa, bunda menyambutku dengan senyuman dan aku langsung dicium bunda. Mungkin karena aku anak tunggal, bunda selalu memanjakan aku. Setiap pergi dan pulang kerja, bunda selalu menciumku.
Kulihat ada seorang gadis kecil yang cantik, imut dan lincah duduk di kursi tamu.
"Sayang, kenalkan ini Shahira anaknya mas Andika tetangga baru kita." Bunda memperkenalkan gadis kecil yang cantik dan imut yang sekarang ada dihadapanku.
Tanpa diperintah, gadis kecil itu langsung berjalan mendekati aku dan mengulurkan tangannya. Kemudian aku pun berjongkok dan menyambut uluran tangannya.
"Siapa namanya sayang?" Kutatap gadis kecil yang ada di hadapanku tanpa kedip.
"Namaku Shahira Pratama, biasa dipanggil Isha tante. Nama tante siapa?"
Shahira memegang tanganku erat sambil menyebutkan namanya. Kelihatan sekali kalau Shahira anak yang pintar dan lincah.
"Nama tante, Humaira Azzahra sayang. Biasa dipanggil Ira."
Setelah aku menyebutkan namaku, Shahira pun menarik kembali tangannya sambil tersenyum ceriah.
"Aduh,catiknya.....," tanganku memegang lembut kepala Isha.
"Tante juga cantik." Isha menjawab tidak mau kalah.
"Kamu cantik pasti seperti mama kamu."
Aku hanya menebak saja, karena biasanya anak cewek cantik karena mamanya juga cantik.
"Isha gak tau tante, mama Isha cantik apa enggak, karena Isha belum pernah ketemu mama."
Aku sangat terkejut mendengar jawaban polos gadis kecil ini. Aku jadi merasa bersalah telah ngomong seperti itu.
"Maafkan tante ya atas omongan tante barusan?"
"Gak apa-apa kok tante."
Kemudian gadis kecil yang bernama Isha itu kembali duduk di kursi tamu dengan sangat sopan. Aku hanya bisa tersenyum sendiri melihatnya.
Ternyata Isha selain cantik juga cerdas. Dia juga sangat sopan dan santun walaupun hanya mendapat didikan dari seorang ayah yang merupakan single parent.
"Tante mau mandi dulu ya sayang?"
"Iya tante."
Setelah aku pamit dengan Isha, aku pun berjalan ke kamarku.
Sampai kamar, kuletakkan tas sandangku di meja belajar dan aku pun langsung masuk ke kamar mandi.
Lebih kurang lima belas menit, aku pun keluar dari kamar dan menjumpai Isha yang sedang nonton TV dengan bunda di ruang tengah.
Kuhampiri Isha yang sedang makan keripik pisang buatan bunda.
"Isha bisa makan keripik pisangnya?" Tanyaku penasaran karena kulihat gigi depannya tidak ada.
"Bisa tante, Isha kan sudah gadis," ucapnya sambil asik makan kripik.
"Isha kan masih anak-anak, masih suka nangis," ucapku sambil becanda.
"Gak ah, ...kata papa Isha sudah besar dan sudah gadis."
"Papa pernah ngomong seperti itu?" Tanyaku lagi.
"Kalau Isha nangis, papa selalu bilang gini tante. Anak papa sudah gadis, jadi jangan nangis ya. Kata papa seperti itu tante." Ucap Isha memperagakan omongan papanya.
Aku dan bunda yang mendengar ocehan Isha spontan tertawa.
"Eyang sama tante kok tertawa sih. Apa tante gak percaya omongan Isha?" Ucap Isha sambil cemberut.
"Tante sama eyang percaya kok, hanya geli saja lihat Isha ngomong sambil ngunyah keripik." Ucapku bohong.
Aku takut Isha tersinggung karena ditertawai dan nantinya pasti akan nangis.
"He...eh..." Isha pun mengerucutkan bibirnya.
"Gigi Isha apa sudah tumbuh semua?"
"Sudah tante. Coba tante lihat ini." Isha langsung menunjukkan giginya yang putih bersih.
"Oh iya, gigi Isha bersih ya."
Anak kecil paling senang kalau dipuji seperti itu.
"Isha kan selalu sikat gigi tante."
"Kapan saja Isha sikat gigi?"
"Bangun tidur, kalau mau mandi dan kalau mau tidur. Kata papa kalau kita gak rajin nyikat gigi kita, nanti ulat giginya keluar tante."
"Pantaslah gigi Isha bersih."
"Tante juga selalu sikat gigi?"
"Iya, tante juga rajin sikat gigi."
"Kalau eyang, rajin sikat gigi juga?" Tanya Isha pada bunda.
Isha pun mendekati bunda untuk melihat gigi bunda.
"Iya sama, eyang rajin nyikat gigi juga. Lihat ini, gigi eyang putihkan?" Ucap bunda tidak mau kalah dan memperlihatkan giginya.
"Tapi gigi Isha yang dibagian depan kok gak ada?" Tanyaku lagi.
"Oh yang ini....semalam itu gigi Isha sudah dicabut bu dokter karena sudah goyang." Ishapun menunjuk ke arah giginya yang ompong.
"Siapa yang bawa Isha ke dokter?" Tanya bunda.
"Isha pergi sama oma, eyang."
"Waktu dicabut Isha nangis apa enggak?" Tanyaku sambil tersenyum.
Kulihat Isha gak menjawab, tapi agak malu. Mungkin dia nangis makanya malu untuk terus terang.
"Tante.... Isha sudah siap makan keripiknya. Isha mau cuci tangan Isha."
Isha pun jalan mendekati aku dan ngajak ke dapur.
"Mari biar tante antar ke dapur."
Kemudian aku mengangkat tubuh mungil Isha dan memcuci tangannya di wastafel tempat mencuci piring.
Setelah selesai, kuberikan tissue. Ternyata Isha memang anak yang mandiri.
Begitu tangannya dibersihkan dengan tissue, kulihat matanya melirik kesana-kemari. Dicarinya keranjang sampah untuk membuang tissue bekas.
Begitu ditemukan keranjang sampah, langsung dibuangnya tissue yang sudah digunakan ke dalam keranjang sampah itu.
Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya. Anak sekecil itu sudah tau menjaga kebersihan.
"Isha...nek Ijah sudah menjemput nih."
Terdengar suara bunda dari ruang TV memanggil Isha. Ternyata nek Ijah pembantu Isha sudah menjemput Isha.
Kutarik tangan Isha dengan lembut dan membawanya ke ruang TV untuk ketemu nek Ijah.
"Isha, sudah dijemput nenek itu."
Kulihat nek Ijah sudah berdiri di ruang TV
"Duduk dulu nek?" Ucap bunda menawari nek Ijah untuk duduk.
"Terima kasih bu. Saya hanya mau menjemput Isha karena sudah mau magrib."
"Isha nanti saja pulangnya nek!" Ucap Isha pada nek Ijah.
"Nanti papa marah loh."
Isha pun mendekati aku dan merengek gak mau pulang.
"Isha pulang dulu. Besok main lagi kemari. Isha kan sudah gadis, jadi gak boleh merajuk."
Setelah kubujuk, akhirnya Isha pun mau pulang dengan nek Ijah.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Ai Hodijah
mampir ah
2023-04-02
0
Hanna Devi
lanjuutt.... 💪💪
2021-11-18
1
Sri Suryani
Lanjut Thor
2021-10-19
2