Sedih

Setelah lima belas menit lebih, aku pun sampai di rumah sakit. Segera kucari tempat untuk parkir sepeda motorku. Kebetulan banyak pengunjung yang datang ke rumah sakit, sehingga tempat parkir sepeda motor hampir penuh semua. Kulihat ke kanan dan ke kiri dan akhirnya aku dapat tempat parkir yang kosong. Aku pun segera membawa sepeda motorku ke tempat itu.

Begitu sepeda motorku sudah terparkir, aku pun berlari kecil menuju ke ruangan tempat Isha dirawat.

Kebetulan tadi ayah sudah WA aku alamat ruang Isha dirawat, jadi aku dengan cepat mencari ruang yang akan kutuju.

Dari kejauhan, kulihat ayah sudah menunggu di depan koridor rumah sakit. Aku pun berjalan ke arah ayah dan langsung menghampirinya.

"Ayah sudah lama sampainya?" Tanyaku sambil mencium tangannya.

"Lebih kurang sepuluh menit yang lalu. Kamu naik apa kemari?"

"Naik sepeda motor yah. Dari pesta Ira langsung kemari."

"Ayo biar ayah antar kamu ke ruang Isha dirawat."

Ayah berjalan di depanku, sedangkan aku hanya mengikuti langkah kaki ayah yang membawaku menuju ruang vip. Isha dirawat diruang Anggrek no 05.

Begitu sampai ruang Isha, kulihat bunda sedang duduk di teras sendiri sambil membolak balik koran yang ada dihadapannya. Aku pun menghampirinya.

"Bunda......". 

Aku pun mencium tangan bunda seperti biasa.

"Eh kamu Ra.... Kamu naik apa kemari?" Tanya bunda.

"Naik sepeda motor Bun. Dari kantor langsung Ira kemari. Bunda sendiri sama siapa disini?" Tanyaku yang masih berdiri dihadapan bunda.

"Bunda sama Ayah saja. Nek Ijah sudah pulang dari tadi." Jawab bunda.

"Oma Isha apa belum datang Bun?"

"Gojek yang ditumpangi oma Isha diserempet angkot saat akan kemari tadi siang."

"Astagfirullah..... jadi gimana keadaan oma Isha Bun?" Tanyaku khawatir.

"Kata papa Isha hanya lecet-lecet dan terkilir. Tapi tadi begitu jatuh langsung dikusuk supaya tidak semakin parah.

MasyaAllah, cobaan apa lagi yang Engkau berikan.

"Sana masuk, tapi Isha sedang tidur. Isha dari tadi mencari kamu." Ucap bunda sambil memegang pundakku.

"Jadi siapa yang menjaga Isha di dalam Bun?" Tanyaku lagi.

"Papanya sendiri."

"Ya sudah sana, kamu masuk." Pinta ayah padaku.

"Ira masuk dulu ya Ayah, Bunda." Ucapku sambil berjalan masuk ke dalam.

Bunda hanya mengangguk sambil tersenyum.

Aku pun bergegas masuk ke ruangan Isha. Kulihat mas Dika duduk di samping Isha yang sedang tertidur pulas.

Kulangkahkan kakiku pelan-pelan menuju tempat tidur Isha karena takut Isha terbangun mendengar langkah kakiku. 

Setelah beberapa langkah, aku sudah sampai didekat Isha. Kucium kening Isha dengan pelan dan lembut.

Mas Dika yang sedang memegang tangan Isha tersentak kaget melihat kedatanganku. Dia pun melihat ke arahku sambil tersenyum, tetapi seperti senyum yang dipaksakan. Kulihat wajah mas Dika sangat pucat seperti tidak ada semangat hidup.

Tidak terasa keluar air mataku saat kulihat wajah Isha. Aku pun menyeka air mataku dengan ujung jariku. Sengaja kututup mulutku dengan tissue supaya suara tangisku tidak kedengaran oleh Isha.

Kemudian mas Dika berdiri dan menyuru aku untuk duduk di kursi yang telah diduduki sebelumnya.

"Silakan duduk Ra. Maaf ya sudah merepotkan kamu," ucapnya pelan.

Aku tidak dapat menjawab, hanya bulir-bulir air mata yang terus keluar dari sudut mataku.

Aku pun duduk ditempat duduk mas Dika sebelumnya sambil gantian memegang tangan Isha.

Sedangkan mas Dika mengambil kursi yang lain dan duduk disampingku. 

Dia mengelus-elus kaki Isha.

Suasana hening. Kami berdua hanyut dalam kesedihan. 

Setelah aku dapat mengontrol tangisku, aku pun mulai bertanya pada mas Dika.

"Sakit apa Isha mas?" Tanyaku pelan.

Mas Dika terdiam sejenak, dan kemudian menjawab dengan suara yang sangat pelan.

"Kata dokter,.....kemungkinan mengarah ke kanker darah."

Deg....

Badanku lemas semuanya, sendi-sendiku sepertinya tidak bisa digerakkan. 

"Ya Allah." Ucapku pelan sambil menutup mulutku dengan jari-jemariku.

Ya Allah, cobaan apalagi ini. Kenapa harus Isha yang mengalami sakit seperti ini. Dia masih sangat kecil. Kasihan sekali kalau menderita sakit seperti ini, batinku.

Aku tidak menyangka sama sekali hal ini bisa terjadi pada Isha gadis kecil yang malang yang sangat aku sayangi.

Selama ini Isha selalu ceriah, tidak pernah mengeluhkan penyakitnya sama sekali.

"Apa sudah positif kanker darah mas?" 

"Besok masih akan dilakukan pemeriksaan lanjutan. Mudah-mudah tidak seperti yang diprediksi dokter."

Aku hanya terdiam dan kucium tangan Isha berulang-ulang. Kupegang jari-jarinya yang lentik. Kuelus kepala Isha dengan lembut. Rasanya aku tidak mau jauh dari Isha.

Tidak lama kemudian, kulihat kelopak mata Isha mulai bergerak. Dalam hitungan detik matanya pun terbuka.

"Tante...., tante sudah datang?" Ucap Isha pelan.

"Iya sayang, tante sudah datang. Maafkan tante ya datangnya lama sekali."

Kugenggam erat jemari Isha. Isha hanya tersenyum dan kemudian memegang pipiku.

"Tante kok nangis. Tante jangan nangis. Kalau tante sedih, Isha juga ikut sedih," ucap Isha sambil mengelus pipiku.

"Tante tidak nangis sayang. Sewaktu akan kemari, di jalan mata tante kemasukan debu hingga mata tante merah." Ucap mas Dika menyakinkan putrinya.

"Benar sayang," suaraku parau saat menjawab pertanyaan Isha.

Aku tidak kuasa menahan tangis, sehingga kubalikkan badanku agar tidak terlihat Isha kalau aku nangis.

Saat aku membalikkan badanku, mas Dika tepat didepanku. Tanpa sadar aku sudah menangis dipundak mas Dika. Mas Dika pun merangkul pundakku. Sekarang aku menangis dalam pelukan mas Dika. Rasanya beban berat yang kupikul dari tadi, sudah mulai berkurang. Aku merasa nyaman dalam dekapan mas Dika.

Kemudian mas Dika membisikkan di telingaku. 

"Kamu harus kuat di depan Isha ya Ra."

Mulutku kututup dengan tanganku supaya tangisku tidak kedengeran.

Setelah lebih tenang, aku pun melepaskan  pelukan mas Dika dan cepat-cepat berjalan keluar. Aku tidak mau kalau Isha melihat mataku yang merah karena menangis, dan aku juga merasa malu karena tidak bisa mengontrol kesedihanku sampai harus memeluk mas Dika. Aku jadi malu sendiri.

Saat aku akan keluar, aku berpapasan  dengan dua orang perawat yang masuk ke ruang rawat Isha. Mungkin perawat tersebut akan mengganti infus Isha.

Akhirnya kuurungkan niatku untuk keluar. Aku pun masuk kembali untuk melihat Isha diganti infus.

"Kita ganti infusnya ya Shahira?" Ucap salah seorang perawat itu.

"Tante...." Panggil Isha yang melihat keberadaanku di samping perawat.

"Ada apa sayang?"

Aku pun melangkah ke samping tempat tidurnya sambil mengelus pipinya. Sedangkan mas Dika berdiri disampingku.

"Isha mau tante disini saja, dekat Isha," rengek Isha.

"Ini tante sudah didekat Isha." Ucapku sambil menggenggam tangan mungil Isha.

"Shahirakan anak pintar, tidak cingeng dan pemberani," ucap perawat itu sambil merayu isha yang hampir menangis.

"Tidak sakitkan sayang?" Tanya perawat yang satu lagi saat menyuntik obat diselang infus Isha.

Kulihat Isha menyengir kesakitan tapi tidak menangis.

"Anak papa kan pintar, tidak cingeng," ucap mas Dika memberi semangat.

"Shahira tadi siang makannya banyakkan?" Tanya suster itu sambil memegang selang infus.

"Banyak Suster." Jawab Isha pelan.

"Pakai apa makannya sayang....?" Tanya suster itu lagi.

"Pakai ayam Suster," jawab Isha.

"Enaklah makan pakai ayam."

"Shahira anaknya pinter ya. Tidak cingeng dan makannya juga banyak. Kalau sudah besar Shahira mau jadi apa sayang?"

"Isha mau jadi dokter Suster."

"Kalau mau jadi dokter harus makan yang banyak ya, biar sehat."

"He...eh...." Ucap Isha lagi.

"Sekarang sudah selesai Shahira." Ucap perawat yang mengganti infusnya.

Perawat yang satu lagi masih menggosok-gosok tangan Isha yang baru disuntik di selang infusnya.

"Permisi dulu ya Shahira," ucap kedua perawat itu bersamaan saat selesai mengganti selang infus.

"Ucapkan terima kasih pada suster." Kata mas Dika pada Isha.

"Terima kasih Suster," ucap Isha lagi

"Aduh pintarnya....." ucap salah seorang perawat itu sambil mengelus kepala Isha.

Mas Dika hanya tersenyum saja melihat kelucuan putrinya.

"Tante disini saja ya." Isha menarik tanganku manja.

"Sekarang tante kan disini. Memangnya tante mau kemana?" kuelus kepala Isha lembut.

"Janji ya tante, tidak pergi." Ucap Isha sambil memberikan jari kelingkingnya.

Aku pun mengangkat jari kelingkingku dan menyatukan dengan jari kelingking Isha pertanda akan menepati janji.

"Kalau Isha nanti tidur, tante harus di samping Isha sama papa ya?"

Aku terdiam dan tidak dapat menjawab ucapan Isha.

"Sekarangkan suda sore, jadi tante pulang dulu karena tante belum mandi. Besok baru tante kemari lagi." Ucap mas Dika.

"Iya, tante pulang dulu ya. Besokkan hari minggu, tante tidak kerja jadi bisa kemari lagi," ucapku menambahkan.

"Tante mandi disini saja."

"Tante tidak bawa baju ganti." Ucapku lagi.

"Tante kan bisa pakai baju papa. Papa kan bawa baju ganti."

Aku dan mas Dika hanya pandang-pandangan, kemudian kami pun tersenyum.

"Baju papa kebesaran sama tante," ucap mas Dika.

"Ya sudah gini saja..... sekarang tante duduk di samping Isha lagi. Tapi kalau Isha sudah tidur tante diperbolehkan pulang ya?" Ucapku sambil duduk kembali dan memegang jemari tangan Isha.

Isha hanya mengangguk sambil memegang erat tanganku. Perlahan-lahan kelopak matanya mulai tertutup dan Isha pun tertidur pulas.

Aku pun mengelus-elus kepala Isha dengan lembut, sedangkan mas Dika memegang tangan Isha. Berulang-ulang diciumnya tangan mungil Isha.

Terlihat di wajah mas Dika kesedihan yang mendalam. Bisa dibayangkan seperti apa  kesedihan yang dialami mas Dika saat ini.  Mas Dika hampir tiga tahun dengan susah payah mengurus dan merawat Isha sendiri tanpa bantuan seorang istri. 

Sedangkan istri yang dikasihinya pergi dengan pria lain, tentu menggores luka yang mendalam di hatinya.

Sekarang dia harus menghadapi anaknya yang sedang sakit. Tentu ini menjadi beban yang sangat berat yang dihadapinya seorang diri.

                                     *****

Terpopuler

Comments

Sri Suryani

Sri Suryani

Sedih ceritanya Thor

2021-10-19

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Perkenalan
3 Pandangan Pertama
4 Naksir
5 Hubungan Serius
6 Curhat
7 Hiburan Malam
8 Masuk Rumah Sakit
9 Pergi Pesta
10 Sedih
11 Menjaga Isha
12 Mantan Istri
13 Cemburu
14 Calon Menantu
15 Bingung
16 Sedih dan Kecewa (POV Mas Dika)
17 Sakit
18 Kecelakaan
19 Ulang Tahun Mas Dika
20 Ungkapan Perasaan
21 Amanah (POV Mas Dodi)
22 Pemakaman (POV Mas Dodi)
23 Berkunjung
24 Tersipu Malu
25 Galau
26 Isi WhatApp
27 Perasaan Rindu, Benci dan Marah
28 Sedih dan Kecewa
29 Melepas Rindu
30 Penasaran
31 Dilamar
32 Perlengkapan Pernikahan
33 Gaun Pengantin
34 Keseleo
35 Janji Setia
36 Janjii Ketemu
37 Permohonan
38 Ketemu Tante Dewi
39 Ketemu di Taman
40 Terkejut
41 Menolak (POV Mas Dika)
42 Hari Pernikahan
43 Ijab Khobul
44 Resepsi Pernikahan
45 Pura-pura
46 Pindah Rumah
47 Duduk Lemas
48 Kecewa
49 First Night
50 Kesiangan
51 Sarapan Pagi
52 Tidur Siang
53 Isha Ikut Ya....
54 Bulan Madu
55 Jalan-jalan di Pinggiran Danau
56 Keindahan Danau Toba
57 Marah
58 Maafkan Mas Ya ....
59 Membuat Sarapan
60 Masuk Kerja
61 Kehujanan
62 Demam
63 Pergi ke Dokter
64 Sakit Tipus
65 Pulang ke Rumah
66 Sembuh dari Sakit
67 Gak Enak Badan
68 Khawatir
69 Hamil
70 Pusing
71 Bergerak-gerak
72 Kontrol Kehamilan
73 Pamit
74 Melayat
75 Panik
76 Melahirkan
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Prolog
2
Perkenalan
3
Pandangan Pertama
4
Naksir
5
Hubungan Serius
6
Curhat
7
Hiburan Malam
8
Masuk Rumah Sakit
9
Pergi Pesta
10
Sedih
11
Menjaga Isha
12
Mantan Istri
13
Cemburu
14
Calon Menantu
15
Bingung
16
Sedih dan Kecewa (POV Mas Dika)
17
Sakit
18
Kecelakaan
19
Ulang Tahun Mas Dika
20
Ungkapan Perasaan
21
Amanah (POV Mas Dodi)
22
Pemakaman (POV Mas Dodi)
23
Berkunjung
24
Tersipu Malu
25
Galau
26
Isi WhatApp
27
Perasaan Rindu, Benci dan Marah
28
Sedih dan Kecewa
29
Melepas Rindu
30
Penasaran
31
Dilamar
32
Perlengkapan Pernikahan
33
Gaun Pengantin
34
Keseleo
35
Janji Setia
36
Janjii Ketemu
37
Permohonan
38
Ketemu Tante Dewi
39
Ketemu di Taman
40
Terkejut
41
Menolak (POV Mas Dika)
42
Hari Pernikahan
43
Ijab Khobul
44
Resepsi Pernikahan
45
Pura-pura
46
Pindah Rumah
47
Duduk Lemas
48
Kecewa
49
First Night
50
Kesiangan
51
Sarapan Pagi
52
Tidur Siang
53
Isha Ikut Ya....
54
Bulan Madu
55
Jalan-jalan di Pinggiran Danau
56
Keindahan Danau Toba
57
Marah
58
Maafkan Mas Ya ....
59
Membuat Sarapan
60
Masuk Kerja
61
Kehujanan
62
Demam
63
Pergi ke Dokter
64
Sakit Tipus
65
Pulang ke Rumah
66
Sembuh dari Sakit
67
Gak Enak Badan
68
Khawatir
69
Hamil
70
Pusing
71
Bergerak-gerak
72
Kontrol Kehamilan
73
Pamit
74
Melayat
75
Panik
76
Melahirkan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!