...Note : Maaf ya kalo ada kata-kata yang kurang jelas. Soalnya Author ngetik sambil terkantuk-kantuk....
...Happy reading....
...----------------...
Rania tidak pernah menyangka jika ternyata selama ini Kaaran memang sudah melakukan pendekatan dengan anggota keluarganya.
Apa maksudnya ini? Apakah ini bukti bahwa dia benar-benar mencintaiku? Tidak. Aku tidak boleh luluh begitu saja. Bisa jadi ini hanya akalan-akalannya saja. Aku tidak boleh membuka hati dengan mudah untuknya, karena nanti aku pasti akan sakit hati jika melihatnya bersama dengan wanita lain. Dia itu laki-laki brengsek. Playboy. Kalau dia sudah bosan denganku, dia pasti akan mencari wanita lain yang lebih menarik dariku. Batin Rania.
Setelah mempertemukan Rania dengan keluarganya, Kaaran pun mencari kesempatan meminta restu pada ibu Dian untuk menikahi Rania.
"Bu, kami juga ingin membicarakan sesuatu yang sangat penting dengan Ibu," kata Kaaran.
Kami? Apa maksudnya kami adalah aku dan dia? Tapi hal penting apa yang dia maksud? Dia juga tidak pernah mengatakan apa-apa padaku sebelumnya. Batin Rania.
"Apa itu, Nak Kaaran? Katakan saja." Ibu Dian menatap Kaaran dengan rasa penasaran.
"Mm ... begini, Bu." Sebelum melanjutkan ucapannya, Kaaran sejenak menatap Rania yang sudah lebih dulu menatapnya dengan penuh tanya. "Kami berdua, ingin meminta restu Ibu. Kami ingin segera menikah, Bu."
"Apa? Kalian ingin menikah secepat ini?" Ibu terlihat terkejut. Dia tidak pernah menyangka begitu pulang putrinya akan segera menikah dengan pria tampan super tajir penerus Galaxy Group, perusahaan terbesar nomor satu di negeri mereka.
Rania juga merasa tidak percaya mendengar ucapan Kaaran. Dia tidak percaya pria itu bisa langsung meminta restu pada sang ibundanya tanpa adanya kalimat pengantar dan basa basi terlebih dahulu. Begitu bicara, langsung pada intinya.
"Iya, Bu. Saya sudah mantap ingin segera menikahi anak Ibu secepatnya." Kaaran menjawab dengan penuh keyakinan. "Apa Ibu mau memberikan restu untuk kami?"
"Tentu saja, tentu saja. Ibu tidak punya alasan untuk tidak merestui kalian. Apalagi, Ibu sudah lama mengenal calon menantu Ibu. Jadi, Ibu sudah tidak memiliki keraguan lagi pada Nak Kaaran." Ibu terlihat sangat senang, begitu pun dengan Kaaran dan Rina. Kecuali Rania, gadis itu hanya tersenyum palsu di hadapan semua orang.
Aku mau melakukan ini demi anak-anakku, bukan atas dasar cinta. Rania berkata dalam batinnya.
"Terima kasih ya, Bu. Kaaran sangat berterima kasih pada Ibu." Setelah mendapatkan restu, Kaaran pun pamit untuk masuk ke dalam villa sebentar. Tidak lama kemudian, pria itu keluar bersama kedua anak kembarnya.
Ibu Dian dan Rina sangat terkejut dan merasa tidak percaya ketika Kaaran memperkenalkan Zoe dan Zack kepada mereka berdua. Mereka tidak pernah menyangka kalau Rania selama ini ternyata sudah hamil dan melahirkan anak dari Kaaran, kemudian membesarkan kedua anak itu seorang diri.
Awalnya bu Dian merasa sedih membayangkan bagaimana sulitnya putri sulungnya melewati semua itu tanpa sosok suami dan keluarga di sampingnya. Tapi setelah Rania menceritakan bagaimana luar biasanya Zoe dan Zack, bu Dian pun merasa sangat lega.
Untuk membayar kerinduan mereka, Kaaran meminta calon ibu mertua beserta calon adik iparnya untuk bermalam di villa. Malam itu mereka mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan perjumpaan mereka setelah sekian lama.
William dan Rina bertugas untuk membakar daging, jagung, dan sosis bersama-sama, sedangkan Rania, Kaaran dan ibu Dian hanya duduk mengobrol.
Kaaran ternyata sudah mulai membahas rencana pernikahannya dengan Rania bersama calon ibu mertuanya. Mendengar hal itu, Rania lebih memilih untuk menyimak, membiarkan Kaaran yang mengatur semuanya sesuai keinginan pria itu.
Sementara itu tidak jauh dari mereka, Zoe dan Zack sedang bermain bersama Robot Papa. Kedua anak itu mulai merasa bosan tinggal di tempat tinggal baru mereka, padahal mereka belum sehari tiba di sana.
"Kakak Zoe, apa kamu suka dengan tempat ini?" Zack bertanya pada kakaknya.
Sebelum menjawab, Zoe terlihat berpikir terlebih dahulu. "Mm ... aku suka suasana di tempat ini, Dik. Tapi ... aku juga merasa sedikit bosan karena di sini tidak ada studio musik. Aku merindukan studioku, Dik."
"Tadinya aku pikir hanya aku yang bosan, ternyata kamu juga, Kak." Zack menghembuskan napasnya dengan kasar, begitu pun dengan Zoe.
"Kakak Zoe, lihatlah mereka." Zack menunjuk ke arah William dan Rina yang sedang berkutat dengan alat pemanggang dan bahan makanan yang sedang dan akan mereka bakar nantinya. "Mereka masih menggunakan alat pemanggang manual seperti itu, sangat membosankan. Tanganku jadi gatal ingin membuatkan mesin pemanggang untuk mereka, sayangnya di sini aku tidak punya alat untuk membuatnya."
"Dik, apakah Papa akan membiarkan kita tetap tinggal di tempat membosankan ini selamanya? Apakah kita masih bisa kembali ke rumah kita? Aku benar-benar sangat merindukan studioku, Dik." Zoe memanyunkan bibirnya. Hanya duduk dan diam saja membuat gadis kecil itu merasa sangat bosan. Dia sudah tidak tahan ingin menyanyikan sebuah lagu sambil memainkan alat musik.
"Kakak Zoe, bagaimana kalau kita menanyakannya langsung pada Papa? Apakah Papa benar-benar akan membiarkan kita terus tinggal di tempat membosankan ini ataukah tidak?" Zack memberikan usul. "Kakak Zoe, jika kamu tidak bisa hidup tanpa studiomu, sama halnya denganku, aku juga tidak bisa hidup tanpa membuat robot dan mesin sistem lainnya. Tanpa semua itu, aku merasa hidup ini sangat membosankan dan tidak ada seru-serunya sama sekali.
"Baiklah, Dik, kita berdua memiliki kesamaan. Jadi lebih baik kita segera menghampiri Papa sekarang." Kedua bocah kecil itu ditemani oleh Robot Papa segera berjalan menghampiri papa, mama, dan neneknya.
"Ada apa, Sayang? Kenapa wajah kalian seperti itu?" Kaaran bertanya saat melihat kedua anaknya berjalan ke arahnya dengan wajah cemberut.
"Papa, sampai kapan kami akan tinggal di tempat membosankan ini?" tanya Zack.
"Iya, Papa. Kenapa Papa membawa kami kemari? Di sini sangat membosankan, tidak ada studio, dan tidak ada alat musik," tambah Zoe.
Kaaran tersenyum. Dia berjalan menghampiri kedua anaknya itu, lalu berjongkok dan mensejajarkan tinggi badan mereka. "Kalian berdua merasa bosan tinggal di sini? Hm."
Kedua anak itu pun mengangguk lalu mengungkapkan keluhan-keluhan mereka masing-masing.
"Maafkan Papa ya, Sayang. Tapi kita semua memang harus tinggal dan menetap di kota ini mulai sekarang. Tapi kalian tidak usah khawatir, Papa berjanji, setelah kalian bangun besok pagi, semua yang kalian mau akan Papa siapkan dengan baik. Zoe bisa menyanyi dan membuat konten di studio barunya, sedangkan Zack bisa kembali membuat robot dan sistem seperti yang dia mau." Kaaran berjanji pada kedua anaknya itu.
Sementara itu di waktu yang sama, Rina mengulum senyum saat mencuri-curi pandang ke arah pria yang lebih tua 15 tahun darinya. Selama ini Rina memang sudah menaruh hati pada William. Berawal saat William sering ditugaskan oleh Kaaran untuk menemui bu Dian di rumahnya.
4 Tahun lalu, gadis muda itu pernah mengungkapkan perasaannya pada William, tapi pria itu menolak karena saat itu usia Rina separuh dari usianya. William merasa sangat malu jika harus berpacaran dengan gadis yang masih bau kencur dan labil seperti Rina.
Selama ini William terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Dia tidak punya waktu untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis, apalagi tertarik untuk berpacaran dengan gadis remaja seperti Rina.
O'om memang lebih mempesona. Rina membalik daging yang ada di atas alat pemanggang sambil tersenyum melirik William, tidak disangka jari telunjuknya malah mengenai alat pemanggang daging barbeque yang sangat panas.
"Auwh!" Rina memekik kesakitan, lalu mengemut jari telunjuknya sendiri. "Aduh, sakit .... auwh." Rina meniup luka bakar di tangannya berharap agar rasa sakitnya bisa sedikit berkurang.
Dasar bocah. Kerja begitu saja tidak becus. William menggelengkan kepalanya lalu mendengus dan berjalan memasuki ruang dapur sebentar, tidak lama kemudian, pria jangkung itu keluar sambil membawa salep untuk mengobati luka bakar di tangan Rina.
William lalu memberikan salep itu pada Rina sambil bergumam. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun. "Hm."
Rina mengambil salep tersebut sambil tersenyum senang. Seketika dia melupakan rasa sakit di tangannya ketika mendapatkan perhatian dari pria yang ditaksirnya selama ini. "Terima kasih, Kak Will."
William tidak menjawab. Pria itu lalu berjalan menuju alat pemanggangan untuk membalik daging yang sempat dia tinggal sebentar tadi.
Semenjak Rina mengungkapkan perasaannya pada William, pria itu tidak mau lagi berbicara dengan gadis itu. Tidak tahu kenapa. Rina juga tidak tahu apa penyebabnya sehingga William mendiamkannya. Apa mungkin itu adalah tanda penolakan halus dari pria dewasa tersebut agar Rina segera menyerah untuk mengejar cintanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Shakila Rassya Azahra
o'om memang lebih menggoda ya rin 🤔😁😁
2022-05-28
0
Susan
next
2021-10-22
1
Nana
wah rina suka sama o'om
2021-10-22
4