Setelah melalaui perjalanan udara dan darat selama berjam-jam. Mereka akhirnya sampai di villa milik Kaaran dan sekarang sedang beristirahat di sana.
Kaaran memang sengaja membawa Rania beserta kedua anak mereka ke villa. Itu karena dia tidak ingin ada tahu keberadaan Rania beserta anak kembar mereka sebelum dirinya benar-benar resmi mengumumkan pernikahannya, beserta keberadaan Zoe dan Zack sebagai anak kandungnya di depan keluarga besarnya dan di hadapan awak media.
Tok tok tok.
Rania terjaga dari tidurnya ketika dia mendengar ada yang mengetuk pintu kamar yang dia tempati beristirahat bersama Kaaran saat ini.
Ck, pria mesum ini. Dia belum menikahiku tapi sudah tidak mau pisah kamar denganku. Rania mengomel dalam hati sambil menurunkan tangan Kaaran yang ada di atas perutnya.
Rania beranjak turun dari tempat tidur hendak membukakan pintu. Namun baru satu kali dia melangkahkan kakinya Kaaran tiba-tiba menarik pergelangan tangannya.
"Mau kemana, Sayang? Kamu bukan mau kabur, 'kan?" tanya Kaaran.
Rania mendengus kasar. "Siapa juga yang mau kabur?"
Tok tok tok.
"Oh." Kaaran segera bangkit dari posisi berbaringnya, sekarang dia sudah mengerti kenapa Rania bangun . Pria itu menarik tangan Rania agar gadis itu duduk di atas tempat tidur. "Duduklah, Sayang. Biar aku yang membuka pintunya."
Rania menurut saja dan membiarkan Kaaran yang membuka pintunya.
"Hoam ... lebih baik aku melanjutkan tidurku. Aku masih sangat mengantuk." Rania membaringkan kembali tubuhnya di atas tempat tidur empuk tersebut.
Sementara itu, Kaaran sedang membuka pintu kamarnya. Terlihat seorang wanita paruh baya sedang berdiri di balik pintu tersebut.
"Maaf mengganggu, Tuan," kata wanita paruh baya yang biasa disapa bi Nining tersebut.
"Ada apa, Bi Ning?" tanya Kaaran.
"Tamunya sudah datang, Tuan," jawab bi Nining.
"Hem." Kaaran mengangguk satu kali. "Tolong diladeni dengan baik ya, Bi."
"Baik, Tuan."
Setelah bi Nining pergi, Kaaran menutup pintu kamarnya lalu berjalan menghampiri Rania yang sudah tertidur kembali. "Sayang, bangunlah. Ayo kita mandi bersama."
Rania menutupi kepalanya dengan selimut, tidak ingin Kaaran mengganggunya, apalagi sampai memenuhi ajakan pria itu. "Tidak mau. Dasar laki-laki mesum."
Kaaran terkekeh sambil menarik ujung selimut yang menutupi kepala Rania. "Ayo bangunlah. Aku punya kejutan untukmu."
"Tidak mau." Rania masih bersikeras tidak mau bangun.
Palingan kejutan mesum. Dasar laki laki mesum. Otaknya hanya dipenuhi hal mesum saja. Batin Rania.
"Sayang ... ayolah. Jangan seperti anak kecil." Kaaran masih berusaha membujuk gadis kesayangannya itu.
Setelah berkali-kali di bujuk, Rania masih saja bersikeras tidak mau bangun. Terpaksa Kaaran menggunakan cara yang sedikit lebih kasar karena cara lembut tidak mempan pada gadis itu.
"Aah! Kamu mau apa?!" Rania memekik ketika Kaaran tiba-tiba menggendongnya.
Kaaran menjawab, "Mau membawamu ke kamar mandi untuk mandi bersama."
"Aah! Aku tidak mau! Lepaskan! Lepaskan aku! Dasar mesum!" Rania memberontak dalam gendongan Kaaran sambil memukul-mukul dada pria tersebut.
Kaaran tertawa senang. Dia tidak akan melepaskan Rania sekeras apa pun teriakannya dan sekeras apa pun gadis itu memukulnya. "Tenang saja, Sayang. Aku berjanji tidak akan macam-macam. Aku hanya ingin mandi bersamamu. Itu saja."
...----------------...
Usai mandi bersama dan sudah lengkap dengan pakaiannya masing-masing, Kaaran pun mengajak Rania untuk turun ke lantai bawah, yang katanya di sana ada kejutan untuk Rania.
Saat itu mereka berdua baru saja keluar dari kamar dan sedang berjalan menuju ke arah tangga.
"Kejutan apa? Aku tidak percaya kamu benar-benar akan memberiku kejutan." Rania berkata dengan wajah cemberut. Rasanya dia sudah bosan dengan kata-kata dan tindakan-tindakan mesum Kaaran.
Kaaran menghentikan langkahnya dan menarik tangan Rania agar ikut berhenti bersamanya. "Loh, kenapa kamu berbicara seperti itu, Sayang? Apa kamu sebegitu tidak percayanya padaku?"
Rania terdiam. Dia tidak menjawab pertanyaan Kaaran justru malah membuang muka.
"Kalau aku benar-benar memberimu kejutan spesial, bagaimana?" Kaaran bertanya sambil menatap Rania lekat-lekat.
"Aku akan sangat berterima kasih pada Anda, Tuan Kaaran." Rania menekankan kata 'tuan Kaaran' di akhir kalimatnya dengan ketus.
Kaaran menagkup pipi Rania menggunakan kedua tangannya sembari menatap wajah gadis kesayangannya lekat-lekat. "Sayang, jangan panggil aku seperti itu. Aku sangat tidak suka mendengarnya jika itu keluar dari mulut kamu. Kamu itu pasanganku, pasangan hidupku, bukan bawahanku apalagi pelayangku. Jadi jangan pernah lagi memanggilku seperti itu atau aku akan marah nanti."
Rania yang mendengar kata-kata Kaaran tiba-tiba merasa sedikit tersentuh. Tersentuhnya tidak banyak, tapi hanya sedikit, sedikit saja, hanya secuil.
Tiba-tiba Kaaran mendekatkan bibirnya di telinga Rania, kemudian berbisik, "Dan satu lagi, kamu itu hanya pantas berada di bawah tubuhku, sayangku."
Plak! Rania memukul lengan Kaaran lalu mendorongnya dengan kesal. Baru saja pria itu mengucapkan kata-kata yang menurut Rania sedikit romantis, tapi ujung-ujungnya malah kembali ditutup dengan kalimat mesumnya.
"Dasar. Otak sama mulut sama-sama mesum." Rania mengomel seraya berjalan mendahului Kaaran menuruni anak tangga menuju lantai bawah.
Kaaran terkekeh. Dia memang sengaja membuat Rania marah karena menurutnya Rania terlihat semakin menggemaskan dengan ekspresi marahnya itu.
"Tunggu, Sayang. Kenapa kamu marah? Yang aku katakan 'kan memang benar." Kaaran menyusul langkah Rania. Kali ini Rania memilih diam, dia tidak mau menggubris ucapan Kaaran.
Sesampainya di lantai bawah, Kaaran kembali merangkul bahu Rania. "Sayang, ayo kita ke taman belakang, karena kejutan yang aku siapkan ada di sana."
Rania menurut saja apa kata Kaaran, dia sudah malas berbicara, takutnya Kaaran kembali melontarkan kalimat-kalinat menjijikkannya itu.
Sesampainya di taman belakang, Rania melihat dua orang perempuan yang sedang duduk membelakanginya, keduanya sedang asyik mengobrol bersama bi Nining.
Rania mendongak menatap Kaaran. Matanya seketika berkaca-kaca. Dia bisa mengenali kedua orang itu dengan baik meski pun dari belakang.
Kaaran tersenyum. "Aku yakin, kamu pasti sangat suka dengan kejutannya. Iya, 'kan?"
Rania mengangguk, lalu segera berlari menghampiri kedua orang itu. "Ibu! Rina! Hiks."
Kedua orang yang Rania panggil ibu dan Rina itu menoleh, lalu berdiri dari tempat duduknya.
"Nia, anak ibu."
"Kak Rania."
Keduanya juga ikut berlari ke arah Rania. Ketiganya lalu berpelukan sambil menangis begitu bertemu. Sangat mengharukan.
Untuk beberapa saat Kaaran membiarkan ketiganya melepas rindu. Selama hampir 6 tahun, mereka tidak pernah berkomunikasi biar satu kali pun. Itu karena Rania tidak mau keberadaannya dilacak oleh orang-orang Kaaran jika seandainya mereka saling berkomunikasi satu sama lain.
"Bi Ning!" Panggil Kaaran.
Bi Nining yang di panggil oleh Kaaran segera berjalan ke arah pria itu. "Iya, Tuan."
"Tolong cek keadaan tuan muda kecil dan nona muda kecil di kamarnya. Kalau mereka sudah bangun, tolong ajak mereka ke sini ya, Bi," kata Kaaran.
"Baik, Tuan," jawab bi Nining.
Setelah melihat ketiganya sudah saling melepas pelukan kemudian duduk di kursi yang tersedia di taman, Kaaran pun berjalan menghampiri ketiganya.
"Sore, Bu, Rina." Kaaran menyapa kedua anggota keluarga Rania sebelum akhirnya duduk di samping gadis kesayangannya.
"Sore, Nak Kaaran." Bu Dian tersenyum ke arah Kaaran, begitu pun Rina.
"Kalian kok bisa saling mengenal?" Rania bertanya dengan ekspresi keheranan.
Ibu Dian tersenyum sambil memegang punggung tangan putrinya. "Iya, Nia. Nak Kaaran ini sangat baik orangnya. Selama bertahun-tahun kamu menghilang entah kemana, dia yang sudah banyak membantu Ibu dan adik kamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Shakila Rassya Azahra
tuh rania kurang baik apa lagi kaaran..
2022-05-28
0
~SB°
boomlike done...
2021-10-21
3
~SB°
Rangga dan Mawar dari Gairah CEO mampir...
Semangat ya thor....
Mari terus berkarya
2021-10-21
2